E-Signature untuk Vendor: Wajib atau Opsional?

I. Pendahuluan

Di era digital saat ini, transformasi dalam proses administrasi pengadaan barang dan jasa tidak hanya terbatas pada sistem informasi yang digunakan, tetapi juga mencakup metode otentikasi dan validasi dokumen. Salah satu elemen penting dari transformasi tersebut adalah penggunaan tanda tangan elektronik atau yang lebih dikenal sebagai e-signature. Dalam konteks pengadaan pemerintah melalui sistem SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik), muncul pertanyaan yang semakin sering diajukan oleh pelaku usaha, khususnya vendor pemula: Apakah e-signature merupakan persyaratan wajib ataukah hanya bersifat opsional?

Pertanyaan ini bukan sekadar perkara teknis, melainkan menyangkut aspek hukum, administratif, hingga kesiapan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing penyedia. Artikel ini akan mengupas secara komprehensif posisi e-signature dalam sistem pengadaan, regulasi yang mendasarinya, kasus-kasus praktis di lapangan, serta panduan strategis bagi vendor agar dapat mengambil keputusan tepat dalam menghadapi isu ini.

II. Apa Itu E-Signature dan Mengapa Digunakan?

Tanda tangan elektronik, yang dalam terminologi global disebut electronic signature atau disingkat sebagai e-signature, adalah suatu metode otentikasi digital yang memungkinkan seseorang memberikan persetujuan atau pengesahan terhadap isi suatu dokumen atau transaksi elektronik secara sah dan diakui secara hukum. Secara teknis, e-signature tidak hanya terbatas pada tanda tangan yang ditulis tangan lalu dipindai ke dalam bentuk digital. Lebih dari itu, tanda tangan elektronik mencakup proses verifikasi identitas berbasis teknologi enkripsi, algoritma hash, dan sertifikat digital untuk menjamin bahwa dokumen tersebut benar-benar dikeluarkan, disetujui, atau ditandatangani oleh pihak yang berwenang.

Dalam pengertian praktis, tanda tangan elektronik dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar.

Pertama, tanda tangan elektronik biasa, yang dapat berupa hasil pindai (scan) tanda tangan basah, penggunaan font tanda tangan digital di dokumen PDF, atau tanda tangan langsung melalui stylus di layar perangkat digital.

Kedua, tanda tangan elektronik tersertifikasi, yakni tanda tangan yang dilengkapi dengan digital certificate yang diterbitkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) resmi yang terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia.

Adapun mengapa penggunaan e-signature menjadi begitu penting dalam sistem pengadaan, jawabannya berkaitan langsung dengan kebutuhan akan efisiensi, validitas hukum, serta integritas proses pengadaan itu sendiri. Dalam ekosistem pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJP), berbagai dokumen seperti Surat Penawaran, Surat Pernyataan, Dokumen Kualifikasi, dan Kontrak Pengadaan merupakan elemen vital yang tidak boleh diragukan keasliannya. E-signature berfungsi sebagai “penjamin identitas” dari pihak yang menandatangani, sekaligus sebagai bukti bahwa dokumen tersebut dibuat dengan persetujuan penuh dan bukan hasil pemalsuan atau manipulasi.

Lebih jauh, tanda tangan elektronik memperkuat prinsip non-repudiation atau ketakbisangkalan, yakni konsep hukum yang memastikan bahwa pihak yang telah menandatangani tidak dapat menyangkal di kemudian hari bahwa ia tidak pernah menandatangani atau menyetujui dokumen tersebut. Ini merupakan aspek penting dalam kontrak pengadaan karena membantu mengurangi potensi sengketa atau klaim sepihak yang tidak berdasar.

Oleh sebab itu, dalam konteks SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik), keberadaan e-signature tidak hanya dianggap sebagai pelengkap dokumen administratif, melainkan sebagai fondasi kepercayaan digital dalam keseluruhan proses pengadaan pemerintah yang makin terdigitalisasi. Tanpa mekanisme validasi seperti e-signature, maka keabsahan dokumen dapat dipertanyakan, dan pada akhirnya, akan mempengaruhi legalitas kontrak serta kredibilitas proses seleksi vendor itu sendiri.

III. Regulasi yang Mengatur E-Signature dalam PBJ

Penggunaan tanda tangan elektronik dalam lingkungan sistem transaksi digital di Indonesia telah memiliki payung hukum yang kokoh, baik dari sisi undang-undang, peraturan pemerintah, hingga ketentuan teknis dari lembaga penyelenggara pengadaan. Regulasi tersebut tidak hanya mengatur definisi e-signature secara normatif, tetapi juga menetapkan syarat, mekanisme, dan otoritas yang berhak menerbitkan serta memverifikasi keabsahannya.

Pertama, landasan hukum paling mendasar adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang kemudian diperbarui dengan UU Nomor 19 Tahun 2016. Dalam pasal-pasalnya, UU ITE menegaskan bahwa dokumen elektronik yang dilengkapi dengan tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang setara dengan dokumen fisik yang ditandatangani secara manual, selama e-signature tersebut dapat dibuktikan keasliannya.

Selanjutnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik memperdalam ketentuan mengenai siapa yang boleh menjadi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) dan bagaimana proses autentikasi serta enkripsi tanda tangan harus dilakukan. PP ini mewajibkan agar PSrE yang menerbitkan sertifikat digital harus terdaftar dan diawasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dalam praktiknya, PSrE yang umum digunakan vendor dan instansi pemerintah antara lain adalah BSrE (Badan Siber dan Sandi Negara), PrivyID, VIDA, dan Peruri Digital Security.

Regulasi yang lebih spesifik terhadap pengadaan adalah Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 Tahun 2021. Dalam peraturan ini, dinyatakan bahwa dalam dokumen pemilihan (dokpil), penyelenggara pengadaan (dalam hal ini Pokja Pemilihan) dapat mensyaratkan penggunaan e-signature tersertifikasi, khususnya pada dokumen yang sifatnya menyatakan pertanggungjawaban hukum, seperti surat pernyataan integritas, surat penawaran, dan jaminan elektronik.

Meski demikian, implementasi di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan e-signature belum sepenuhnya seragam. Beberapa LPSE daerah atau instansi pusat masih memperbolehkan vendor untuk menggunakan hasil pindai tanda tangan basah dalam format PDF, terutama dalam pengadaan bernilai kecil atau metode pemilihan langsung. Hal ini menimbulkan dualisme persepsi di kalangan vendor: antara mengikuti standar minimum yang diizinkan atau menerapkan praktik terbaik yang sudah tersertifikasi.

Karena itulah, penting bagi vendor untuk membaca dokumen pemilihan (dokpil) secara teliti, terutama pada bagian instruksi kepada peserta atau ketentuan administrasi, untuk mengetahui apakah e-signature tersertifikasi merupakan syarat mutlak atau hanya preferensi.

IV. Ketentuan E-Signature dalam Praktik SPSE

Dalam implementasi teknis sehari-hari di portal SPSE, tanda tangan elektronik telah menjadi bagian dari alur kerja digital yang mendukung proses penawaran, klarifikasi, negosiasi, hingga penandatanganan kontrak. SPSE versi terbaru, seperti SPSE 4.5 dan SPSE 4.6, bahkan telah membuka ruang integrasi dengan platform e-signature tersertifikasi yang mendukung interoperabilitas antar sistem.

Namun, perlu dipahami bahwa tidak semua dokumen yang diunggah ke SPSE secara otomatis mewajibkan penggunaan e-signature tersertifikasi. Tingkat kewajiban ini sangat bergantung pada jenis dokumen, nilai paket pengadaan, metode pemilihan, serta kebijakan Pokja atau LPSE yang mengatur tender. Dalam beberapa kasus, Pokja dapat membuat aturan yang lebih ketat demi menjamin integritas, sementara pada situasi lain, aturan cenderung lebih fleksibel untuk memberi kesempatan bagi pelaku usaha kecil.

Dokumen yang Umumnya Wajib Ditandatangani secara Elektronik:

  • Surat Penawaran: Biasanya menjadi dokumen kunci dalam setiap tender. Pokja dapat mewajibkan tanda tangan elektronik karena surat ini mengandung pernyataan harga, masa berlaku penawaran, serta komitmen penyedia untuk tunduk pada syarat tender.
  • Surat Pernyataan Kebenaran Dokumen: Dokumen ini menyatakan bahwa seluruh isian dan file yang diunggah adalah benar, sah, dan dapat dipertanggungjawabkan. E-signature menjadi bukti bahwa penyedia menyetujui konsekuensi hukum dari pernyataannya.
  • Surat Dukungan atau Komitmen Bank (Jaminan Penawaran): Jika diterbitkan secara digital oleh bank, maka e-signature dari pihak bank dan penyedia menjadi penguat legalitasnya.

Dokumen yang Masih Sering Menggunakan Tanda Tangan Basah (Scan):

  • Lampiran teknis atau brosur produk: Yang hanya bersifat informatif dan tidak memuat pernyataan hukum.
  • Dokumen referensi pengalaman kerja: Dalam beberapa kasus, cukup dilampirkan sebagai hasil scan saja.

Vendor yang ingin unggul dalam evaluasi teknis dan administratif sebaiknya memilih untuk menandatangani dokumen-dokumen kunci secara elektronik tersertifikasi, walaupun dokpil tidak mewajibkannya secara eksplisit. Hal ini mencerminkan komitmen dan kesiapan penyedia dalam menjalankan praktik pengadaan yang profesional dan transparan.

SPSE juga memberikan fitur validasi otomatis terhadap dokumen yang telah dibubuhi e-signature tersertifikasi. Vendor akan mendapatkan notifikasi apakah tanda tangan berhasil diverifikasi atau tidak. Jika tidak valid, vendor bisa mengganti dokumen atau menghubungi PSrE terkait.

Kesadaran vendor terhadap pentingnya membaca instruksi teknis SPSE, memahami batas waktu upload, serta memverifikasi ulang status dokumen sebelum submit menjadi sangat penting dalam menghindari kegagalan administratif yang sebenarnya dapat dicegah dengan mudah.

V. Keuntungan Vendor Menggunakan E-Signature

Meskipun dalam praktiknya e-signature belum menjadi persyaratan yang sepenuhnya wajib dalam semua bentuk pengadaan, kenyataannya terdapat sejumlah keuntungan strategis yang signifikan bagi vendor yang telah mengadopsi teknologi ini secara penuh. Keuntungan tersebut tidak hanya bersifat teknis atau administratif, tetapi juga menyentuh aspek reputasi, efisiensi, dan kesiapan menghadapi perubahan digital ke depan.

1. Efisiensi Proses Administratif

Penggunaan tanda tangan elektronik memungkinkan vendor untuk menandatangani dokumen kontrak, penawaran, surat pernyataan, dan formulir lainnya tanpa harus melalui proses manual yang panjang dan rentan kesalahan. Jika sebelumnya sebuah dokumen perlu dicetak, ditandatangani secara fisik, kemudian dipindai kembali untuk diunggah ke sistem SPSE, maka dengan e-signature, seluruh proses tersebut bisa diselesaikan secara digital dalam hitungan menit. Proses ini juga bisa dilakukan dari lokasi mana pun-tidak harus di kantor pusat atau di depan mesin printer dan scanner-sehingga memberikan fleksibilitas tinggi bagi vendor yang memiliki mobilitas tinggi atau sedang menangani beberapa tender sekaligus. Efisiensi ini berdampak langsung pada kecepatan pemrosesan dokumen dan ketepatan waktu pengunggahan, dua aspek penting yang menentukan kelolosan administrasi dalam proses evaluasi.

2. Kredibilitas dan Profesionalisme

Vendor yang sudah terbiasa menggunakan e-signature cenderung menunjukkan bahwa mereka memiliki infrastruktur digital yang lebih matang dan budaya kerja yang modern. Hal ini menjadi indikator penting bagi Pokja maupun Panitia Pengadaan dalam menilai keseriusan dan kapabilitas vendor dalam mengelola proyek secara profesional. Di tengah upaya pemerintah mendorong transformasi digital dalam sektor pengadaan, vendor yang bisa menunjukkan bahwa mereka telah siap dan mampu beradaptasi dengan proses digital akan lebih mudah membangun citra positif. Kredibilitas ini tidak hanya memengaruhi keberhasilan dalam satu tender, tetapi juga memperbesar peluang untuk dipercaya dalam proyek-proyek selanjutnya.

3. Menghindari Kesalahan Teknis

Kesalahan kecil dalam penandatanganan dokumen, seperti tidak menandatangani halaman terakhir surat penawaran atau lupa membubuhkan tanda tangan pada form isian harga, kerap menjadi penyebab vendor digugurkan dari evaluasi administrasi, meskipun substansi penawarannya sangat kompetitif. Dengan sistem e-signature yang terintegrasi dan otomatis, risiko tersebut dapat ditekan secara signifikan. Beberapa platform bahkan memiliki fitur verifikasi sebelum pengiriman yang akan memperingatkan pengguna jika terdapat halaman yang belum ditandatangani. Fitur-fitur seperti ini membuat proses administrasi lebih akurat dan meminimalkan human error yang tidak jarang merugikan vendor secara fatal.

4. Legalitas yang Lebih Kuat

Berbeda dengan tanda tangan hasil pindai (scan), tanda tangan elektronik yang menggunakan sertifikat digital dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) seperti BSrE, PrivyID, atau VIDA, memiliki kekuatan pembuktian hukum yang sah dan diakui berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) beserta perubahannya. Setiap tanda tangan digital memiliki jejak autentikasi, waktu penandatanganan (timestamp), dan identitas pengguna yang terenkripsi, sehingga tidak mudah dipalsukan atau dimanipulasi. Dalam situasi sengketa hukum atau keberatan administrasi, dokumen yang ditandatangani secara digital akan lebih mudah diverifikasi keasliannya di hadapan hukum maupun auditor internal.

5. Siap Menghadapi Digitalisasi Lanjutan

Seiring dengan arah kebijakan pemerintah pusat yang semakin menekankan pentingnya transformasi digital, termasuk di dalam sistem pengadaan barang/jasa, vendor yang telah mengadopsi e-signature akan lebih cepat menyesuaikan diri terhadap pembaruan sistem, baik dari sisi teknologi, regulasi, maupun prosedur. SPSE, SIKAP, e-Kontrak, dan e-Katalog kini semakin terintegrasi dalam satu ekosistem digital yang membutuhkan validasi identitas berbasis tanda tangan elektronik. Vendor yang tidak segera menyiapkan diri akan tertinggal, tidak hanya secara teknis tetapi juga dari sisi akses peluang yang semakin terdigitalisasi.

VI. Tantangan dan Kendala Implementasi

Namun demikian, meskipun manfaat penggunaan e-signature sangat menjanjikan, tidak dapat dipungkiri bahwa implementasinya di kalangan vendor, khususnya pelaku usaha mikro dan kecil, masih menghadapi sejumlah tantangan serius. Kendala ini bisa bersifat teknis, struktural, maupun kultural, sehingga diperlukan pendekatan bertahap dan solutif dari berbagai pemangku kepentingan.

1. Kurangnya Informasi dan Sosialisasi

Salah satu hambatan paling awal dan mendasar adalah kurangnya pemahaman vendor terhadap konsep dan mekanisme e-signature itu sendiri. Banyak pelaku usaha masih menganggap tanda tangan elektronik identik dengan tanda tangan hasil scan atau hanya berupa gambar tanda tangan dalam file PDF. Mereka belum mengetahui bahwa tanda tangan elektronik yang sah dan diakui secara hukum harus dilengkapi dengan sertifikat digital yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, serta dilindungi oleh sistem autentikasi dan enkripsi. Kurangnya sosialisasi dari LPSE daerah, ULP, atau Pokja Pengadaan membuat banyak vendor ragu untuk berinvestasi pada e-signature karena tidak memahami urgensi dan legalitasnya.

2. Biaya Sertifikat Elektronik

Meskipun e-signature memiliki banyak kelebihan, proses pendaftarannya sering kali membutuhkan biaya tambahan. Untuk memperoleh sertifikat elektronik dari PSrE, vendor perlu mengikuti prosedur verifikasi identitas yang memerlukan waktu dan biaya tertentu, meskipun relatif terjangkau. Beberapa PSrE memang menawarkan layanan gratis untuk jangka waktu terbatas atau bagi vendor yang menjadi mitra proyek tertentu. Namun bagi pelaku UMK, tambahan biaya ini tetap menjadi pertimbangan-terutama jika mereka belum melihat manfaat langsungnya dalam tender berskala kecil atau lokal.

3. Hambatan Teknis dan Akses Internet

Proses penandatanganan elektronik umumnya dilakukan secara daring melalui platform tertentu. Di daerah dengan koneksi internet terbatas, terutama di wilayah non-perkotaan, penggunaan platform e-signature bisa menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, tidak semua vendor memiliki SDM yang akrab dengan teknologi digital, terutama mereka yang masih beroperasi secara konvensional. Ketergantungan pada jaringan dan infrastruktur digital membuat implementasi e-signature menjadi tidak merata, menciptakan kesenjangan antara vendor yang berbasis di kota besar dengan mereka yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

4. Perubahan Prosedur Internal

Adopsi e-signature tidak cukup hanya pada level penandatanganan dokumen. Ia membutuhkan perubahan prosedur internal dalam organisasi vendor, mulai dari alur verifikasi, pencatatan, hingga arsip dokumen secara digital. Vendor harus mengembangkan kebijakan internal baru, SOP, dan pelatihan karyawan agar seluruh proses bisnis selaras dengan ekosistem digital. Perubahan ini tidak mudah, terutama bagi vendor kecil yang belum memiliki divisi IT atau manajemen dokumen digital yang baik. Tanpa kesiapan institusional, e-signature bisa menjadi beban alih-alih menjadi solusi.

VII. Apakah E-Signature Akan Menjadi Wajib Sepenuhnya?

Jika dicermati dari arah kebijakan pemerintah, khususnya LKPP dan instansi pembina pengadaan, dapat dilihat bahwa transformasi digital pengadaan tidak hanya merupakan tren, tetapi telah menjadi pilar utama reformasi birokrasi dan efisiensi belanja negara. Maka sangat besar kemungkinan bahwa dalam waktu dekat, e-signature akan menjadi persyaratan wajib dalam seluruh jenis pengadaan, tanpa memandang besar kecilnya nilai paket.

Bukti paling nyata dari arah kebijakan ini adalah berkembangnya sistem e-kontrak dan SPSE yang semakin terintegrasi. Di sejumlah LPSE daerah, mulai diberlakukan kebijakan bahwa dokumen penawaran, surat pernyataan, hingga dokumen pembuktian wajib ditandatangani secara elektronik oleh pejabat berwenang yang telah terdaftar dan terverifikasi di sistem. Bahkan beberapa e-procurement daerah sudah mengunci kolom unggah dokumen, sehingga hanya bisa diterima jika dokumen tersebut memiliki metadata sertifikat digital dari PSrE resmi.

Selain itu, peraturan perundang-undangan seperti Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) juga memperkuat arah penggunaan autentikasi digital dalam seluruh layanan publik. E-signature menjadi bagian dari identitas digital yang akan menjadi prasyarat layanan elektronik di masa depan, termasuk dalam proses verifikasi pengguna, pelaporan kegiatan, hingga pembuatan kontrak dan pencairan pembayaran.

Mengingat hal tersebut, maka vendor yang masih belum mengadopsi e-signature sebaiknya tidak menunggu hingga kewajiban formal diberlakukan. Justru dengan memulai lebih awal, vendor bisa melakukan proses adaptasi secara bertahap, membangun sistem internal yang teruji, serta menghindari tergesa-gesa saat kebijakan baru resmi diimplementasikan. Investasi awal dalam sistem tanda tangan elektronik akan menjadi keunggulan kompetitif di tengah pasar pengadaan yang semakin digital dan terintegrasi.

VIII. Panduan Praktis Memulai Penggunaan E-Signature

Meskipun konsep tanda tangan elektronik tersertifikasi terdengar teknis dan rumit di awal, sebenarnya implementasinya dapat dijalankan dengan cukup mudah apabila vendor memahami tahapan-tahapan dasarnya secara sistematis dan menyeluruh. Langkah-langkah praktis berikut dirancang untuk membantu para pelaku usaha, khususnya vendor yang aktif mengikuti proses pengadaan pemerintah melalui SPSE, agar dapat segera mengadopsi e-signature dengan tepat dan sesuai regulasi yang berlaku.

1. Memilih Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) yang Diakui Resmi oleh Pemerintah

Langkah pertama yang sangat penting adalah memilih penyelenggara sertifikasi elektronik (PSrE) yang telah mendapatkan pengakuan dan akreditasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Validitas legal dari tanda tangan elektronik hanya diakui apabila diterbitkan oleh PSrE yang terdaftar. Beberapa contoh PSrE yang sudah populer dan terbukti digunakan luas oleh instansi pemerintah maupun swasta antara lain adalah Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) BSSN, PrivyID (Privy), VIDA, dan Peruri Digital Security. Masing-masing PSrE ini memiliki keunggulan, jenis layanan, biaya, dan kemudahan integrasi yang berbeda-beda, sehingga vendor disarankan untuk melakukan riset terlebih dahulu mengenai fitur, skema langganan, dan tingkat dukungan teknis yang mereka butuhkan.

Vendor juga perlu memperhatikan apakah PSrE yang dipilih telah menyediakan fitur integrasi langsung dengan sistem SPSE atau hanya memberikan layanan mandiri untuk menandatangani dokumen PDF. Semakin lengkap dan terintegrasi layanan yang ditawarkan, semakin mudah pula proses pengunggahan dokumen penawaran nantinya.

2. Mendaftar dan Melakukan Verifikasi Identitas Diri Secara Daring

Setelah menentukan pilihan PSrE, tahap selanjutnya adalah mendaftar secara daring di platform penyedia layanan tersebut. Proses pendaftaran umumnya memerlukan pengisian data identitas pemilik tanda tangan, seperti nomor KTP, NPWP, alamat email, nomor ponsel aktif, serta unggahan dokumen pendukung seperti foto diri dan dokumen legalitas usaha (misalnya akta perusahaan, NIB, dan surat kuasa apabila diwakilkan oleh pegawai atau direktur perusahaan).

Salah satu ciri khas dari e-signature tersertifikasi adalah adanya proses verifikasi identitas digital yang ketat, yang dilakukan menggunakan teknologi biometric verification (verifikasi wajah), OCR (pembacaan teks dari dokumen resmi), dan cross-check dengan database Dukcapil atau lembaga otoritatif lainnya. Proses ini menjamin bahwa hanya pihak yang benar-benar berwenang yang bisa menandatangani dokumen, sehingga keabsahannya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses ini berkisar antara 15 menit hingga 1 hari kerja tergantung kecepatan validasi dari masing-masing PSrE. Jika dokumen lengkap dan data sesuai, maka vendor akan segera mendapatkan sertifikat digital pribadi yang akan digunakan untuk menandatangani dokumen elektronik.

3. Mengunduh Sertifikat Digital dan Menginstalnya di Perangkat Kerja

Setelah proses verifikasi selesai dan sertifikat digital telah diterbitkan, vendor perlu mengunduh sertifikat tersebut ke dalam perangkat yang akan digunakan untuk menyusun dan menandatangani dokumen pengadaan, seperti laptop atau komputer kantor. Sertifikat digital ini biasanya berbentuk file berekstensi .pfx atau .pem, dan dilindungi dengan password yang hanya diketahui oleh pemiliknya.

Instalasi sertifikat dapat dilakukan dengan mengikuti petunjuk dari masing-masing PSrE, baik melalui software khusus yang mereka sediakan maupun melalui plugin browser jika e-signature dilakukan secara daring. Di beberapa platform, sertifikat bisa juga langsung digunakan melalui cloud signing, tanpa perlu instalasi fisik di perangkat lokal.

Setelah berhasil diinstal, pastikan sertifikat bisa digunakan untuk membuka aplikasi PDF (seperti Adobe Acrobat Reader) atau sistem lain yang digunakan untuk memproses dokumen tender. Jangan lupa untuk menyimpan cadangan sertifikat di tempat yang aman, seperti external drive terenkripsi, untuk menghindari risiko kehilangan atau kerusakan file yang dapat menghambat proses tanda tangan selanjutnya.

4. Uji Coba Tanda Tangan Elektronik pada Dokumen PDF

Langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba tanda tangan elektronik untuk memastikan bahwa proses sudah berjalan lancar. Vendor bisa mengambil contoh dokumen dummy, seperti surat penawaran atau surat pernyataan, kemudian mencoba menambahkan e-signature menggunakan sertifikat digital yang telah diperoleh.

Dalam proses ini, pastikan bahwa:

  • Lokasi tanda tangan berada pada tempat yang sesuai dengan format baku dokumen SPSE.
  • Nama dan cap digital muncul dengan jelas dan dapat diverifikasi.
  • File yang telah ditandatangani masih dapat dibaca dan tidak rusak.
  • Aplikasi pembaca PDF seperti Adobe Acrobat bisa memverifikasi tanda tangan sebagai “valid” dan tidak ada peringatan error.

Uji coba ini sangat penting agar vendor tidak menghadapi kendala saat mengunggah dokumen sesungguhnya ke dalam sistem LPSE/SPSE. Selain itu, melalui proses uji coba, vendor dapat menentukan preferensi visualisasi e-signature, misalnya apakah ingin menampilkan logo perusahaan, waktu tanda tangan, atau hanya teks nama.

5. Melatih Tim Internal agar Siap Menggunakan E-Signature Secara Mandiri

Langkah terakhir namun tak kalah penting adalah melatih sumber daya manusia (SDM) internal di dalam perusahaan vendor agar mereka memiliki kompetensi teknis dan administratif dalam menggunakan e-signature. Meskipun hanya satu orang yang memiliki hak atas sertifikat digital, pada praktiknya proses pembuatan dan penandatanganan dokumen sering kali melibatkan beberapa staf, seperti bagian legal, administrasi tender, atau sekretaris direksi.

Vendor sebaiknya menyusun prosedur operasional standar (SOP) internal mengenai penggunaan e-signature, mulai dari siapa yang berwenang meminta sertifikat digital, bagaimana menyusun dokumen tender agar siap ditandatangani, hingga bagaimana menyimpan dan mengelola sertifikat dengan aman. Pelatihan dasar dapat dilakukan secara daring melalui video tutorial dari PSrE atau secara langsung dalam bentuk workshop internal.

Dengan pelatihan yang baik, risiko kesalahan teknis seperti salah penempatan tanda tangan, kegagalan validasi tanda tangan, atau pengunggahan dokumen yang tidak sah secara hukum bisa diminimalkan. Selain itu, membangun kompetensi ini akan mempercepat proses penyiapan dokumen penawaran, memperkecil ketergantungan pada jasa luar, dan meningkatkan efisiensi partisipasi dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.

IX. Kesimpulan: Wajib atau Opsional?

Secara de jure, penggunaan e-signature dalam pengadaan pemerintah belum sepenuhnya wajib untuk semua dokumen dan jenis pengadaan, tergantung pada metode pemilihan, nilai paket, dan ketentuan dalam dokumen pemilihan. Namun secara de facto, tren dan kebijakan nasional menunjukkan bahwa penggunaan e-signature semakin mengarah menjadi kewajiban dalam waktu dekat.

Vendor yang hanya menunggu sampai semuanya wajib akan terlambat beradaptasi, sedangkan vendor yang sejak dini mengadopsi teknologi ini akan lebih siap, efisien, dan kompetitif. Maka, meskipun dalam beberapa pengadaan e-signature masih bersifat opsional, bijaknya adalah memperlakukannya sebagai investasi strategis, bukan sekadar beban administratif tambahan.

Dengan pemahaman yang tepat, kesiapan teknologi, dan kemauan untuk beradaptasi, vendor dapat memanfaatkan e-signature sebagai alat untuk memperkuat posisi mereka dalam sistem pengadaan pemerintah yang makin transparan, efisien, dan akuntabel.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *