Cara Menyusun Harga Produk di Katalog agar Kompetitif

Pendahuluan

Menetapkan harga produk di katalog-apakah itu katalog fisik, online marketplace, atau e‑katalog pemerintah-bukan sekadar menuliskan angka yang diinginkan. Harga yang tepat harus mencerminkan biaya produksi, margin keuntungan, daya beli target pasar, harga pesaing, serta keunikan nilai (value proposition) produk itu sendiri. Jika terlalu tinggi, pelanggan potensial akan beralih; jika terlalu rendah, profitabilitas tergerus, bahkan merusak citra brand. Artikel ini membahas cara menyusun harga produk di katalog secara komprehensif, agar harga bukan hanya “menjual” tetapi juga “menguntungkan” dan “bertahan” dalam persaingan.

I. Memahami Struktur Biaya

Langkah paling krusial dalam menyusun harga yang kompetitif adalah memahami secara menyeluruh struktur biaya produksi. Tanpa perhitungan biaya yang tepat, harga jual bisa keliru-terlalu rendah sehingga merugikan, atau terlalu tinggi hingga membuat produk tak laku. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha, khususnya UMKM, perlu mendokumentasikan seluruh elemen biaya untuk membentuk Total Cost per Unit. Berikut penjabaran lebih lanjut:

  1. Biaya Bahan Baku (Direct Materials)
    Bahan baku adalah komponen fisik utama dalam proses produksi. Misalnya, untuk produk kuliner: tepung, gula, minyak, dan kemasan. Untuk kerajinan kayu: jenis kayu, pelitur, dan aksesoris pelengkap. Biaya bahan baku tidak hanya terbatas pada harga beli, tetapi harus mencakup:
  • Ongkos kirim bahan baku
  • Biaya pemborosan atau defect (produk cacat)
  • Biaya penyimpanan jika ada bahan yang mudah rusak atau perlu pendinginan

Contoh: Jika satu meter kain menghasilkan dua potong baju, dan harga kain Rp 40.000, maka biaya kain per unit baju adalah Rp 20.000. Jika ada 10% kerusakan, maka biaya per unit naik menjadi Rp 22.000.

  1. Biaya Tenaga Kerja Langsung (Direct Labor)
    Ini adalah biaya tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses produksi barang. Hitung berdasarkan waktu pengerjaan per unit dikalikan tarif per jam/gaji per hari.

Contoh: Seorang penjahit digaji Rp 100.000 per hari dan mampu membuat 10 produk, maka biaya tenaga kerja per unit adalah Rp 10.000. Jika ada lembur, masukkan tambahan tersebut ke dalam perhitungan.

  1. Biaya Overhead Pabrik (Manufacturing Overhead)
    Merupakan biaya tidak langsung yang tidak bisa ditelusuri ke satu unit tertentu, tetapi harus dialokasikan agar perhitungan adil. Ini mencakup:
  • Listrik dan air untuk pabrik atau workshop
  • Sewa tempat produksi
  • Penyusutan alat produksi (misalnya mesin press, oven)
  • Perawatan alat, alat tulis kantor, hingga keamanan

Overhead dihitung dengan membagi total overhead bulanan dengan kapasitas produksi bulanan.

  1. Biaya Operasional Tidak Langsung (Operating Expenses)
    Biaya ini muncul dalam aktivitas non-produksi seperti:
  • Promosi dan pemasaran digital
  • Gaji staf administrasi atau akuntansi
  • Biaya logistik dan pengiriman
  • Sewa gudang atau tempat penyimpanan
  • Biaya langganan aplikasi (kasir, katalog digital, desain)

Meskipun tidak langsung memengaruhi proses produksi, komponen ini tetap harus dihitung agar tidak menggerus keuntungan secara diam-diam.

  1. Biaya Tambahan atau Kontinjensi (Contingency Cost)
    Usaha yang sehat harus mengantisipasi risiko seperti lonjakan harga bahan baku, keterlambatan produksi, atau barang retur. Oleh karena itu, sisihkan 2-5% dari total biaya sebagai penyangga keuangan darurat.

Simulasi Total Cost per Unit:

Komponen Biaya per Unit (Rp)
Bahan Baku 20.000
Tenaga Kerja 10.000
Overhead Pabrik 5.000
Operasional & Distribusi 7.000
Kontinjensi (3%) 1.260
Total Biaya 43.260

Mengetahui angka total ini memberikan dasar yang kuat sebelum menyusun strategi penetapan harga yang tepat dan kompetitif.

II. Menentukan Margin Keuntungan yang Sehat

Setelah mengetahui biaya produksi, langkah selanjutnya adalah menentukan margin keuntungan yang realistis dan berkelanjutan. Margin ini akan menentukan apakah bisnis bisa bertahan jangka panjang, berkembang, atau justru stagnan. Namun, margin tidak bisa ditentukan sembarangan-perlu mempertimbangkan daya beli konsumen, posisi pasar, dan tujuan bisnis.

  1. Pengertian Margin dan Rumus Dasar Margin adalah persentase keuntungan yang ingin diperoleh di atas total biaya produksi. Rumus umum untuk menghitung harga jual adalah:

Harga Jual = Total Cost ÷ (1 – Margin)

Contoh:

  • Total cost: Rp 43.260
  • Margin target: 30%
  • Maka harga jual: Rp 43.260 ÷ 0,70 ≈ Rp 61.800

Dengan cara ini, harga jual mencakup seluruh biaya produksi dan menyediakan ruang keuntungan sesuai target.

  1. Simulasi Margin untuk Analisis Sensitivitas UMKM sebaiknya tidak hanya mengandalkan satu margin tetap. Lakukan simulasi margin pada beberapa tingkat untuk memahami dampaknya terhadap harga jual dan potensi penerimaan pasar:
Margin Harga Jual
20% Rp 54.075
30% Rp 61.800
40% Rp 72.100

Dari simulasi di atas, terlihat bahwa selisih harga antar margin cukup signifikan. Artinya, penetapan margin harus diseimbangkan dengan daya saing di pasar.

  1. Break-Even Point (BEP) Break-even point adalah titik di mana pendapatan menutupi seluruh biaya. Di bawah titik ini, bisnis mengalami kerugian. Dengan mengetahui BEP, UMKM bisa menetapkan target minimum penjualan dan menyusun strategi promosi agar mencapai titik impas secepat mungkin.

Contoh:

  • Total biaya tetap bulanan: Rp 5.000.000
  • Margin per unit: Rp 18.540 (dari harga Rp 61.800 – biaya Rp 43.260)
  • BEP = Rp 5.000.000 ÷ Rp 18.540 ≈ 270 unit

Artinya, minimal 270 unit harus terjual setiap bulan agar bisnis tidak rugi.

  1. Faktor Eksternal Penentu Margin Produk baru yang ingin cepat dikenal bisa memakai margin tipis.
  • Produk eksklusif atau custom bisa memakai margin tinggi karena memiliki nilai tambah.
  • Jika pesaing banyak, margin perlu ditekan agar tidak kalah bersaing.

Penentuan margin yang sehat tidak hanya menjaga kelangsungan bisnis, tetapi juga memberi ruang bagi pengembangan usaha seperti investasi alat produksi atau perluasan distribusi.

III. Riset Harga Pasar dan Pesaing

Riset harga pasar dan kompetitor adalah elemen penting dalam menyusun harga yang kompetitif namun tetap menguntungkan. Produk dengan harga terlalu tinggi dibanding kompetitor bisa ditinggalkan calon pembeli, sementara harga terlalu murah bisa membuat konsumen meragukan kualitas atau membuat bisnis merugi. Berikut pendekatan riset harga yang bisa diterapkan oleh UMKM:

  1. Benchmarking Harga Lakukan riset menyeluruh terhadap:
  • Produk serupa di marketplace besar (Shopee, Tokopedia, Blibli, dsb.)
  • E-Katalog pemerintah melalui https://e-katalog.lkpp.go.id/
  • Toko retail offline atau pusat grosir

Amati:

  • Harga jual produk serupa
  • Perbedaan fitur, bahan, kemasan, dan bonus
  • Jenis diskon atau bundling yang mereka tawarkan
  • Apakah mereka menjual satuan atau grosiran

Gunakan data tersebut untuk memetakan rentang harga pasar, dan tempatkan harga Anda di posisi yang strategis berdasarkan nilai tambah produk Anda.

  1. Survey Kesediaan Bayar Konsumen (Willingness to Pay) Untuk produk baru atau unik, lakukan riset langsung ke target pasar:
  • Kuesioner digital (Google Form, Instagram Poll, WA Broadcast)
  • Tanya langsung di booth pameran atau titik penjualan

Gunakan metode seperti:

  • Van Westendorp Price Sensitivity Meter: Pelanggan ditanya 4 hal – harga terlalu murah, wajar, mahal, dan terlalu mahal.

Dari data tersebut, Anda dapat mengetahui harga psikologis optimal, yaitu kisaran harga yang dianggap paling masuk akal oleh target konsumen.

  1. Segmentasi Pasar Berdasarkan Sensitivitas Harga Tidak semua konsumen menilai harga dengan cara yang sama. Oleh karena itu, penting untuk memetakan segmen konsumen:
  • Price-sensitive: Sangat sensitif terhadap harga, cocok diberi promo atau bundling.
  • Quality-sensitive: Fokus pada mutu dan tidak terlalu keberatan membayar lebih.
  • Convenience-sensitive: Mengutamakan kepraktisan, cocok diberi layanan antar cepat atau kemasan praktis.

Strategi harga bisa disesuaikan per segmen. Misalnya, satu produk ditawarkan dalam dua kemasan: hemat dan premium.

  1. Analisis SWOT Harga Lakukan analisis SWOT spesifik pada strategi harga Anda:
Faktor Pertanyaan Kunci
Strength Apakah harga Anda sesuai dengan kualitas dan fitur yang ditawarkan?
Weakness Apakah biaya produksi terlalu tinggi dibanding pesaing?
Opportunity Apakah ada tren peningkatan permintaan yang bisa mendukung harga lebih tinggi?
Threat Apakah pesaing menawarkan harga lebih rendah untuk produk sejenis?

Dengan hasil riset ini, Anda bisa menetapkan harga jual yang berada dalam batas bawah dan atas harga pasar, sehingga tetap kompetitif namun tetap mencerminkan nilai produk Anda.

IV. Strategi Penetapan Harga

Penetapan harga tidak sekadar menambahkan margin di atas biaya. Ini adalah bagian dari strategi pemasaran yang mencerminkan positioning produk di benak konsumen. Berikut berbagai pendekatan strategi harga yang bisa dipilih, disesuaikan dengan tujuan bisnis dan karakteristik pasar:

  1. Penetration Pricing Strategi ini menetapkan harga rendah saat peluncuran produk dengan tujuan menarik perhatian pasar secara cepat dan mendorong adopsi awal. Setelah pasar terbentuk dan volume meningkat, harga secara bertahap dinaikkan.

Kelebihan:

  • Menarik pembeli yang sensitif harga
  • Meningkatkan awareness dan penetrasi pasar dengan cepat
  • Cocok untuk produk baru atau UMKM yang ingin masuk ke katalog pemerintah atau e-commerce

Catatan: Perlu strategi exit (kenaikan harga secara bertahap) dan pengendalian margin agar tidak terus merugi di awal.

  1. Skimming Pricing Berbanding terbalik dengan penetration pricing, strategi ini menetapkan harga tinggi di awal, khusus untuk menarget segmen premium. Biasanya digunakan saat produk memiliki keunikan, teknologi baru, atau nilai tambah yang sulit ditiru.

Kelebihan:

  • Mengambil keuntungan maksimal dari pelanggan premium
  • Memberikan kesan eksklusivitas
  • Menarik konsumen yang menghargai inovasi

Risiko: Harga harus diturunkan bertahap setelah market awal jenuh, agar bisa menjangkau segmen massal.

  1. Cost-Plus Pricing Strategi paling umum: tambahkan markup tetap di atas total biaya produksi. Markup ditentukan berdasarkan margin target.

Kelebihan:

  • Sederhana dan mudah dikalkulasi
  • Menghindari risiko rugi karena biaya tak tertutup
  • Cocok untuk produk yang pasarnya stabil

Kekurangan: Bisa tidak kompetitif jika pesaing menekan harga, atau tidak relevan dengan nilai yang dirasakan konsumen.

  1. Value-Based Pricing Harga ditentukan berdasarkan nilai persepsi konsumen, bukan semata biaya. Misalnya:
  • Produk dengan sertifikasi organik atau halal
  • Produk handmade atau bersumber lokal
  • Produk dengan desain eksklusif atau kemasan premium

Kelebihan:

  • Memberi ruang margin lebih tinggi
  • Meningkatkan brand positioning
  • Cocok untuk UMKM yang punya cerita atau keunikan produk
  1. Dynamic Pricing Harga berubah tergantung waktu, lokasi, permintaan, atau stok. Digunakan oleh banyak platform e-commerce dan logistik.

Kelebihan:

  • Mengoptimalkan pendapatan di berbagai kondisi
  • Menyesuaikan harga secara real-time

Syarat: Butuh sistem otomatisasi dan data pasar yang kuat agar perubahan harga tetap logis dan adil.

  1. Bundle Pricing Menjual beberapa produk dalam satu paket dengan diskon tertentu. Contoh: “Paket 3 produk Rp 100.000 (hemat Rp 20.000)”.

Manfaat:

  • Meningkatkan average order value (AOV)
  • Mengurangi stok lambat jalan
  • Menyasar instansi yang butuh pembelian volume
  1. Psychological Pricing Menggunakan angka yang tampak lebih murah secara psikologis, seperti Rp 99.900 dibanding Rp 100.000.

Kelebihan:

  • Memberi ilusi harga lebih murah
  • Sangat efektif di pasar ritel atau platform publik

Catatan: Sesuaikan dengan format e-katalog jika menggunakan harga psikologis.

V. Mengintegrasikan Diskon dan Promosi

Harga dasar bisa ditentukan dengan cermat, namun insentif tambahan seperti diskon dan promosi tetap penting untuk mendorong pembelian, terutama pada saat-saat tertentu atau kondisi persaingan tinggi.

Namun perlu diingat, diskon bukan sekadar potong harga. Tanpa strategi, diskon bisa membuat margin tergerus dan konsumen hanya menunggu promo.

  1. Diskon Musiman Sesuaikan promosi dengan momen besar atau hari nasional, seperti:
  • Ramadan & Lebaran untuk produk makanan, pakaian, dan parsel
  • Hari Kartini untuk produk perempuan
  • Hari Kemerdekaan atau Harbolnas untuk produk lokal

Selain menaikkan penjualan, ini menciptakan urgensi pembelian.

  1. Diskon Volume (Quantity Discount) Untuk pelanggan seperti instansi pemerintah atau reseller, tawarkan potongan untuk pembelian dalam jumlah banyak:
  • “Beli 10 diskon 5%”
  • “Gratis 1 untuk setiap 50 unit”

Keuntungan: Meningkatkan volume penjualan sekaligus efisiensi distribusi.

  1. Voucher dan Cashback Tawarkan voucher potongan harga atau cashback untuk:
  • Pembelian pertama
  • Pembelian di atas nominal tertentu (misalnya: belanja ≥ Rp 300.000 dapat cashback Rp 30.000)

Strategi ini mendorong kenaikan nilai transaksi (Average Order Value) dan memancing pembelian berulang.

  1. Flash Sale Diskon besar dalam waktu singkat, misalnya hanya 2 jam. Efektif untuk:
  • Menghabiskan stok
  • Meningkatkan traffic
  • Meningkatkan engagement saat peluncuran produk baru

Tips: Pastikan stok cukup dan promosi disebar lebih awal agar tidak mengecewakan pelanggan.

  1. Program Loyalitas Berikan poin reward untuk setiap pembelian yang bisa ditukar dengan potongan harga, produk gratis, atau merchandise. Selain meningkatkan retensi, ini memperpanjang siklus hidup pelanggan (customer lifetime value).
  2. Simulasi Margin dan Keuangan Sebelum menjalankan diskon, gunakan simulasi spreadsheet untuk menghitung:
  • Harga diskon
  • Margin setelah diskon
  • Jumlah unit minimal agar tetap untung

Contoh: Jika margin produk adalah 30% dan diskon 10%, maka margin bersih turun menjadi hanya 20%. Pastikan Anda tetap untung dalam kondisi diskon.

VI. Monitoring, Analisis, dan Penyesuaian Harga

Harga bukan angka mati. Di pasar yang dinamis, harga perlu dimonitor dan dievaluasi secara berkala agar tetap relevan, kompetitif, dan sesuai dengan perubahan biaya serta perilaku konsumen.

  1. Pantau Kinerja Penjualan Gunakan laporan penjualan mingguan atau bulanan untuk mengidentifikasi:
  • Produk dengan penjualan stagnan
  • Produk dengan konversi rendah meskipun trafik tinggi
  • Produk dengan margin bagus tapi penjualan minim

Tindak Lanjut:Lakukan investigasi: apakah harga terlalu tinggi? Apakah ada produk substitusi yang lebih murah?

  1. Kumpulkan Feedback Pelanggan unakan berbagai cara untuk memperoleh masukan:
  • Review pembeli di marketplace
  • Survey Google Form setelah transaksi
  • Komentar media sosial atau WhatsApp pelanggan tetap

Tanyakan langsung:

  • Apakah harga produk terasa pantas?
  • Produk mana yang dirasa overprice?
  • Apakah mereka bersedia beli kembali?
  1. Pantau Harga Pesaing Secara rutin (setidaknya bulanan), lakukan perbandingan harga:
  • Di e-commerce (fitur “bandingkan harga”)
  • Di e-katalog lokal dan nasional
  • Di lapangan: toko fisik, distributor, pameran

Jika pesaing menurunkan harga, pertimbangkan:

  • Apakah Anda bisa menyesuaikan?
  • Apakah ada fitur/layanan tambahan yang bisa menjadi pembeda?
  1. Gunakan Alat Analitik Beberapa tools yang bisa dimanfaatkan:
  • Google Analytics (untuk website dan katalog digital): lihat bounce rate di halaman produk mahal
  • Shopee/Tokopedia seller center: analisis produk favorit, konversi
  • Microsoft Excel atau BI Tools: perbandingan data harga vs volume vs margin
  1. Penyesuaian Harga dan A/B Testing Jika diperlukan, lakukan uji coba dua harga berbeda untuk produk serupa di dua channel berbeda (misalnya Shopee vs katalog lokal). Lihat:
  • Mana yang lebih laku?
  • Mana yang memberi margin lebih baik?

Gunakan prinsip PDCA (Plan – Do – Check – Act) dalam evaluasi:

  • Plan: Susun rencana perubahan harga
  • Do: Uji coba
  • Check: Evaluasi hasil
  • Act: Terapkan atau sesuaikan lagi

VII. Studi Kasus: Penyusunan Harga Berhasil

Studi Kasus 1: Bakpia Jogja “Rasa Asli”

Bakpia “Rasa Asli” adalah UMKM makanan khas Yogyakarta yang semula menjual produknya dengan markup konvensional sebesar 25% dari total biaya produksi. Dengan biaya pokok Rp 8.000, harga jual ditetapkan Rp 10.000. Namun, setelah mengikuti pelatihan pemasaran digital dan memanfaatkan fitur riset harga di e-Katalog, pemilik usaha menyadari bahwa banyak produk sejenis dengan kualitas premium dijual di kisaran Rp 12.000 hingga Rp 15.000. Ini membuka mata mereka bahwa pendekatan harga berbasis nilai atau value-based pricing dapat lebih menguntungkan.

Mereka kemudian melakukan rebranding kecil-kecilan: mengganti kemasan menjadi kotak eksklusif dengan desain modern, mencantumkan informasi gizi, dan menambahkan logo sertifikasi halal dan izin edar dari BPOM. Harga jual dinaikkan menjadi Rp 13.500, tetapi produk diposisikan sebagai oleh-oleh premium dengan cita rasa otentik dan jaminan kualitas. Hasilnya luar biasa: margin keuntungan meningkat hingga 45%, dan volume penjualan naik sebesar 20% dalam tiga bulan pertama. Ini menunjukkan bahwa pelanggan instansi bersedia membayar lebih untuk produk yang menunjukkan nilai dan kredibilitas.

Studi Kasus 2: Kerajinan Kayu “Sentuhan Jawa”

Sementara itu, “Sentuhan Jawa”, sebuah UMKM pengrajin kayu dari Solo, menghadapi masalah lambatnya perputaran stok karena harga satuan yang kurang menarik untuk pengadaan instansi. Produk andalan mereka-gantungan kunci kayu ukir-dijual Rp 18.000 per unit. Setelah melakukan benchmarking dan konsultasi dengan pembeli dari instansi pariwisata daerah, mereka mengubah strategi menjadi bundle pricing. Paket berisi 3 gantungan kunci unik dijual seharga Rp 45.000, setara dengan diskon 15% dari harga normal Rp 54.000.

Paket tersebut ternyata sangat diminati karena efisiensi anggaran dan kesan “oleh-oleh khas lokal” yang cocok untuk acara resmi dan cenderamata tamu pemerintah. Dalam waktu satu bulan setelah bundling diluncurkan di e-Katalog lokal, penjualan meningkat tiga kali lipat dan stok produk dapat diputar lebih cepat. Efisiensi logistik dan pengemasan juga meningkat, memperkuat kemampuan produksi massal dengan biaya lebih rendah per unit.

VIII. Kesimpulan dan Rekomendasi

Menyusun harga produk di e-Katalog agar kompetitif bukan sekadar menentukan angka markup dari biaya produksi. Ini adalah proses strategis yang membutuhkan pemahaman mendalam atas berbagai komponen biaya, perilaku pasar, dinamika persaingan, serta psikologi pembeli institusi. Tanpa pendekatan menyeluruh, UMKM rentan terjebak antara margin tipis dan harga yang tak kompetitif.

  1. Penting untuk mengidentifikasi total cost secara menyeluruh. Bukan hanya bahan baku dan tenaga kerja, tetapi juga termasuk biaya distribusi, pengemasan, biaya platform e-Katalog (seperti kurir rekanan), serta overhead lain seperti listrik, promosi, dan tenaga admin. Pemahaman akan biaya ini membantu menetapkan break-even point dengan akurat dan menghindari penetapan harga yang terlalu rendah yang justru merugikan usaha sendiri.
  2. Riset pesaing wajib dilakukan secara berkala. UMKM sebaiknya mengamati harga produk serupa dari daerah lain, serta nilai tambah yang ditawarkan. Perlu dipahami bahwa dalam pasar katalog, tidak selalu harga terendah yang dipilih, tetapi nilai terbaik dengan harga yang rasional.
  3. Strategi penetapan harga harus fleksibel dan relevan dengan produk. Gunakan pendekatan value-based pricing untuk produk khas, penetration pricing untuk produk baru, dan bundle pricing untuk produk kecil bernilai agregat. Tambahkan diskon berbatas waktu secara selektif, misalnya saat pameran atau awal tahun anggaran.
  4. Setelah harga ditetapkan dan diunggah ke katalog, proses belum selesai. Perlu monitoring berkala atas penjualan dan feedback dari pembeli. Bila harga dianggap terlalu tinggi atau terlalu rendah, penyesuaian dapat dilakukan melalui fitur revisi produk.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, UMKM tidak hanya akan tampil kompetitif di katalog, tetapi juga membangun fondasi keuangan yang sehat dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Harga yang tepat bukan hanya soal angka, melainkan strategi membangun nilai dan kepercayaan jangka panjang.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *