Cara Mengatur Arus Kas Saat Menang Tender

I. Pendahuluan

Menang tender adalah pencapaian penting bagi setiap vendor karena sekaligus membuka aliran pendapatan signifikan. Namun bagi banyak perusahaan-terutama UMKM dan vendor skala menengah-kemenangan ini sering kali justru memicu tantangan arus kas. Pembayaran termin yang terlambat, modal kerja tergerus untuk biaya produksi dan logistik, serta potensi denda konsekuensi keterlambatan pelaksanaan dapat membuat arus kas terhambat, padahal komitmen untuk menyelesaikan pekerjaan tetap berjalan. Artikel ini mengupas tuntas bagaimana menyusun dan mengeksekusi strategi pengelolaan arus kas yang komprehensif, mulai dari tahap negosiasi (pra-kontrak), perencanaan anggaran, manajemen termin pembayaran, optimalisasi modal kerja, hingga mitigasi risiko keuangan, agar proyek tender berjalan mulus tanpa menghantui kesehatan keuangan perusahaan.

II. Perencanaan Keuangan Pra-Kontrak 

Perencanaan keuangan pra-kontrak merupakan fondasi utama yang menentukan kelancaran pelaksanaan proyek dan kestabilan arus kas perusahaan selama masa pelaksanaan kontrak. Kesalahan dalam tahap ini dapat menyebabkan vendor kekurangan likuiditas di tengah proyek, gagal menyelesaikan pekerjaan, atau terjerat masalah hukum akibat wanprestasi. Oleh karena itu, perencanaan arus kas dan struktur pembiayaan harus dilakukan dengan cermat, rasional, dan memperhitungkan berbagai skenario.

1. Analisis Cash Flow Proyek

Sebelum menandatangani kontrak atau menyetujui perintah kerja (SPK), vendor wajib melakukan analisis proyeksi arus kas secara spesifik untuk proyek tersebut. Ini bukan sekadar menyusun anggaran biaya, melainkan benar-benar mengukur bagaimana aliran uang masuk dan keluar akan terjadi sepanjang masa proyek.

Langkah pertama adalah menyusun daftar seluruh sumber penggunaan kas (cash outflows):

  • Kebutuhan modal kerja: meliputi pembelian bahan baku, pembayaran gaji pekerja, biaya transportasi dan logistik, serta sewa alat berat bila diperlukan. Biaya ini perlu dirinci berdasarkan fase pengerjaan.
  • Biaya tetap (fixed costs): seperti biaya operasional kantor proyek, pembayaran sewa kantor atau gudang, gaji staf tetap, dan overhead perusahaan. Biaya tetap ini harus tetap dibayar bahkan jika proyek terhenti sementara.
  • Biaya variabel: berubah-ubah tergantung volume produksi atau pelaksanaan pekerjaan, misalnya konsumsi bahan habis pakai, honor lembur, atau biaya tambahan akibat perubahan desain.

Di sisi lain, vendor juga harus memetakan sumber penerimaan kas (cash inflows). Penerimaan ini biasanya berasal dari termin pembayaran yang telah disepakati, tetapi harus dicocokkan waktunya dengan jadwal belanja besar. Jika ada keterlambatan pembayaran, vendor harus sudah menyiapkan cadangan likuiditas atau fasilitas pembiayaan.

Agar proyeksi ini realistis, gunakan perangkat lunak spreadsheet yang memungkinkan simulasi berbagai skenario:

  • Skenario optimis: semua pembayaran termin dilakukan tepat waktu, tanpa gangguan logistik.
  • Skenario moderat: ada keterlambatan pembayaran 1-2 minggu dan sedikit kenaikan harga bahan.
  • Skenario pesimis: pembayaran termin mundur lebih dari 30 hari, terjadi lonjakan harga bahan pokok, atau alat berat rusak di tengah pekerjaan.

Dengan simulasi ini, vendor bisa mengidentifikasi titik-titik kritis di mana cash flow defisit mungkin terjadi dan mempersiapkan strategi mitigasi lebih dini.

2. Negosiasi Termin Pembayaran

Setelah memahami kebutuhan kas dan potensi tekanan likuiditas di tiap fase proyek, vendor harus aktif bernegosiasi dengan PPK atau pengguna jasa terkait skema termin pembayaran. Hal ini bukan hanya menyangkut hak vendor, tapi juga strategi bertahan agar proyek bisa berjalan lancar tanpa risiko keuangan.

Idealnya, skema termin minimal mencakup tiga fase:

  • DP (Down Payment) sebesar 20-30% nilai kontrak, dibayarkan sebelum pekerjaan dimulai. Dana ini penting untuk membiayai mobilisasi awal, pembelian material utama, dan biaya administratif.
  • Termin kedua, biasanya sebesar 40-50%, dibayarkan setelah progres pekerjaan mencapai titik krusial, misalnya 50% pekerjaan selesai atau sebagian output sudah dikirim.
  • Termin ketiga atau termin akhir, sebesar 20-30%, dibayarkan setelah seluruh pekerjaan selesai dan dokumen serah terima (BAST) diterima.

Selain besaran, waktu pencairan tiap termin harus jelas. Usahakan tercantum dalam kontrak bahwa pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu setelah invoice dan dokumen lengkap diterima-misalnya “dalam waktu maksimal 30 hari kerja sejak invoice diverifikasi dan BAST ditandatangani.” Jangan biarkan waktu pencairan termin bergantung pada frasa ambigu seperti “sesuai ketersediaan anggaran.”

Vendor juga harus mendorong pencantuman klausul bunga keterlambatan, misalnya 1% per bulan dari nilai termin jika pembayaran melewati batas waktu tanpa alasan sah. Meski belum tentu dapat diklaim, klausul ini menunjukkan keseriusan vendor dan dapat menjadi dasar etik negosiasi saat pencairan macet.

3. Penjaminan Jaminan (Performance Bond)

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan arus kas adalah kebutuhan menyediakan jaminan pelaksanaan (performance bond), yang umumnya sebesar 5-10% dari nilai kontrak. Jaminan ini biasanya diberikan dalam bentuk bank garansi (BG) atau surety bond, dan biaya premi penerbitannya bisa mencapai 1-2% dari nilai jaminan per tahun.

Vendor harus menghitung biaya ini sebagai bagian dari cash outflow proyek, karena premi biasanya dibayar di muka. Bila proyek berlangsung lebih dari satu tahun, maka perlu dianggarkan biaya perpanjangan.

Selain biaya, vendor juga perlu mempertimbangkan dampak penahanan dana jaminan terhadap arus kas, karena dana pengganti (biasanya dari termin terakhir) bisa tertahan hingga beberapa bulan setelah proyek selesai.

Solusi untuk mengurangi tekanan ini antara lain:

  • Meminta jadwal pelepasan jaminan bertahap sesuai progress pekerjaan.
  • Mengajukan grace period pada bank penerbit BG jika penagihan belum terjadi.
  • Menegosiasikan penggunaan jaminan non-tunai atau jaminan dari lembaga penjamin pemerintah.

Vendor juga sebaiknya berkonsultasi dengan pihak perbankan sedari awal, agar penyiapan jaminan tidak mengganggu plafon kredit atau kas operasional perusahaan.

III. Optimalisasi Modal Kerja (Working Capital Management)

Pengelolaan modal kerja yang efisien menjadi kunci utama dalam menjaga kelangsungan proyek setelah menang tender. Banyak vendor gagal bukan karena proyek tidak menguntungkan, tetapi karena arus kas harian terganggu akibat pengeluaran mendahului penerimaan. Oleh karena itu, optimalisasi modal kerja adalah fondasi untuk kelangsungan operasional.

1. Invoice Financing dan Factoring

Salah satu strategi untuk mempercepat likuiditas adalah invoice financing atau factoring. Dalam skema ini, vendor menjual invoice yang belum jatuh tempo ke lembaga pembiayaan (multifinance atau bank), biasanya dengan diskon sebesar 1-3% dari nilai invoice.

Contoh: Jika vendor memiliki invoice senilai Rp500 juta dengan jatuh tempo 45 hari, maka dengan factoring, bisa menerima dana tunai sekitar Rp485 juta secara instan (setelah potongan diskonto). Dana ini bisa digunakan untuk membayar gaji, membeli material, atau menyewa alat berat tanpa harus menunggu pencairan termin.

Strategi ini sangat efektif untuk mengatasi kesenjangan waktu antara pembayaran termin dan kebutuhan modal di lapangan, khususnya saat menjalankan beberapa proyek secara paralel.

2. Kredit Modal Kerja (KUR)

Bagi vendor berskala UMKM, Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan instrumen pembiayaan yang sangat potensial. Program ini menawarkan suku bunga rendah (±3-6% per tahun) dengan plafon hingga Rp500 juta atau lebih, serta syarat agunan yang lebih fleksibel dibanding kredit modal kerja konvensional.

KUR bisa dimanfaatkan untuk mendanai kebutuhan awal proyek sebelum pencairan DP, seperti:

  • Pembelian bahan baku awal
  • Biaya logistik mobilisasi
  • Sewa alat berat
  • Pembayaran gaji tim teknis

Vendor hanya perlu memastikan bahwa proyeksi cash flow proyek mampu meng-cover cicilan KUR dalam jangka pendek, agar tidak menambah beban keuangan di tengah proyek.

3. Manajemen Persediaan dan Negosiasi dengan Supplier

Pengelolaan persediaan juga mempengaruhi efisiensi modal kerja. Metode Just-in-Time (JIT) dapat diterapkan agar vendor tidak menumpuk bahan terlalu awal yang mengakibatkan dana terikat di gudang.

Contoh strategi JIT:

  • Membeli semen setiap minggu sesuai kebutuhan lapangan, bukan sekaligus untuk 2 bulan ke depan.
  • Mengatur jadwal pengiriman material berdasarkan progres mingguan lapangan.

Selain itu, negosiasi dengan supplier sangat krusial:

  • Minta fasilitas kredit pembayaran 7-14 hari, agar vendor sempat menyelesaikan pekerjaan sebelum membayar bahan.
  • Ajukan sistem bayar sebagian di depan dan sisanya setelah penerimaan, untuk menjaga cash flow tetap longgar.

Dengan strategi-strategi ini, vendor bisa menjalankan proyek secara efisien tanpa tekanan modal kerja berlebih, bahkan saat pembayaran termin mengalami keterlambatan.

IV. Mitigasi Risiko Keuangan dan Kontinjensi

Dalam proyek tender, risiko keuangan bisa datang dari berbagai arah-baik eksternal maupun internal. Oleh karena itu, vendor harus memiliki sistem mitigasi yang matang agar tidak terjebak dalam krisis likuiditas mendadak.

1. Cadangan Kontinjensi

Dalam setiap penyusunan anggaran proyek, penting untuk menyisihkan minimal 5-10% dari total nilai proyek sebagai cadangan kontinjensi. Dana ini disiapkan untuk menghadapi:

  • Fluktuasi harga bahan baku (semen, baja, solar, dll.)
  • Biaya tambahan akibat perubahan desain (VO – variation order)
  • Perbaikan kerusakan alat berat
  • Klaim atau penalti jika progres terlambat

Cadangan kontinjensi bukan berarti kelebihan anggaran, melainkan strategi untuk memastikan proyek tetap berjalan dalam kondisi tak terduga. Dana ini sebaiknya ditempatkan dalam akun terpisah agar tidak tercampur dengan pengeluaran rutin.

2. Asuransi Proyek

Risiko lain yang sering dilupakan vendor adalah kerugian akibat kerusakan alat, kecelakaan kerja, atau kerusakan material di lokasi proyek. Untuk proyek bernilai besar, sangat disarankan untuk mengambil:

  • Asuransi Contractor’s All Risk (CAR) untuk pekerjaan konstruksi
  • Asuransi Property All Risk untuk pengadaan alat/mesin
  • Asuransi tanggung jawab hukum (liability insurance) untuk proteksi terhadap klaim pihak ketiga

Biaya premi asuransi ini biasanya sekitar 0,3-0,5% dari nilai pekerjaan, namun manfaatnya jauh lebih besar dalam menjaga keuangan jika risiko benar-benar terjadi.

3. Klausul Force Majeure

Kondisi darurat seperti pandemi, kebakaran besar, demo besar-besaran, pemblokiran jalan proyek, atau perubahan regulasi pemerintah bisa mengganggu progres proyek. Oleh karena itu, kontrak proyek harus secara eksplisit memuat klausul force majeure yang mencakup:

  • Bencana alam (gempa, banjir, longsor)
  • Keadaan kahar karena keputusan pemerintah (lockdown, embargo, perubahan tarif)
  • Kegagalan logistik karena faktor non-manusia

Dengan adanya klausul ini, vendor bisa mengajukan perpanjangan waktu (EOT) tanpa dikenakan denda keterlambatan atau penalti. Pastikan juga dokumentasi dampak force majeure lengkap, agar proses klaim perpanjangan tidak ditolak.

V. Teknologi dan Alat Bantu Pengelolaan Arus Kas

Di era digital, vendor tidak bisa lagi hanya mengandalkan spreadsheet manual untuk mengatur arus kas. Kesalahan input, keterlambatan pelaporan, dan kurangnya visibilitas real-time dapat menyebabkan gangguan besar dalam pengambilan keputusan keuangan.

1. ERP dan Financial Management Software

Gunakan perangkat lunak Enterprise Resource Planning (ERP) yang memiliki modul khusus keuangan, seperti:

  • Accounts Receivable (AR): untuk memonitor termin pembayaran yang akan masuk, status invoice, dan aging piutang.
  • Accounts Payable (AP): untuk mengatur jadwal pembayaran supplier, utang, dan tagihan internal.

Beberapa ERP populer untuk skala UKM-menengah termasuk: Odoo, Jurnal, Accurate, atau Zoho Books. Dengan sistem ini, semua data keuangan proyek dapat diakses secara real-time oleh manajemen.

2. Dashboard Cash Flow Interaktif

Bangun dashboard proyeksi arus kas berbasis mingguan dan bulanan, yang menyajikan:

  • Arus kas masuk yang dijadwalkan dari termin
  • Pengeluaran mingguan dari pekerjaan lapangan
  • Proyeksi saldo akhir kas mingguan
  • Indikator efisiensi seperti Days Sales Outstanding (DSO)

Visualisasi ini membantu manajemen membuat keputusan cepat, seperti menunda pembelian, mempercepat penagihan, atau mencari pendanaan jangka pendek.

3. Sistem Pengingat Otomatis (Automated Reminder)

Terlambat menagih invoice adalah kesalahan klasik yang bisa dihindari. Aktifkan sistem pengingat otomatis via email atau WhatsApp:

  • 7 hari sebelum jatuh tempo invoice
  • 3 hari sebelum deadline PR/PO supplier
  • Notifikasi jika cash flow menyentuh ambang minimum

Pengingat ini akan memastikan tim keuangan selalu tanggap terhadap kewajiban dan hak, serta meminimalkan risiko penalti atau kehilangan termin.

VI. Studi Kasus: Sukses Menjaga Arus Kas Proyek 

CV TeknoMandiri adalah contoh nyata bagaimana manajemen arus kas yang cermat dapat menentukan keberhasilan proyek pengadaan. Perusahaan ini memenangkan tender proyek pengadaan sistem jaringan IT di instansi pemerintah senilai Rp2 miliar. Sejak awal, mereka tidak hanya fokus pada aspek teknis dan harga penawaran, tetapi juga menyusun strategi keuangan yang solid.

Langkah pertama adalah melakukan cash flow projection secara detail. Berdasarkan kebutuhan proyek selama 5 bulan, mereka mengidentifikasi titik-titik krusial kebutuhan likuiditas, terutama saat pembelian komponen utama dan pelaksanaan instalasi jaringan. Untuk itu, CV TeknoMandiri melakukan negosiasi kontrak pembayaran dalam skema termin: 30% di awal sebagai uang muka, 40% saat progres mencapai 70%, dan 30% sisanya setelah serah terima final.

Pada tahap kedua, CV TeknoMandiri menghadapi tantangan berupa kenaikan mendadak harga kabel serat optik dan perangkat switch sebesar 8%. Namun, karena telah menyisihkan pos contingency fund sebesar 5% dari total nilai proyek, mereka mampu menyerap kenaikan tersebut sebagian, dan sisanya di-cover dengan efisiensi pada komponen minor.

Untuk menjaga arus kas tetap sehat di tengah beban pembelian barang pada termin kedua, mereka memanfaatkan skema invoice financing dari koperasi simpan pinjam mitra mereka. Dengan menjaminkan tagihan senilai Rp800 juta yang belum cair, mereka memperoleh dana talangan Rp500 juta-cukup untuk menutup kebutuhan pembelian peralatan tahap kedua tanpa harus mengganggu dana operasional perusahaan.

Sebagai dukungan administratif, CV TeknoMandiri menggunakan aplikasi ERP sederhana berbasis cloud untuk mengelola anggaran proyek, mencatat pengeluaran harian, dan memantau cash flow. Dashboard harian memungkinkan tim keuangan mendeteksi potensi cash crunch lebih awal, dan melakukan koreksi cepat.

Hasilnya, proyek rampung tepat waktu dengan margin akhir 15%, sesuai target awal. Tidak ada keterlambatan pembayaran kepada vendor dan tidak terjadi pinjaman darurat. Kunci kesuksesan mereka adalah sinergi antara perencanaan keuangan pra-proyek, adaptasi terhadap dinamika harga, serta pemanfaatan teknologi dan fasilitas pembiayaan alternatif.

VII. Kesimpulan

Mengelola arus kas setelah menang tender bukan sekadar tugas akuntansi, melainkan bagian integral dari strategi kelangsungan bisnis. Kemenangan dalam pengadaan justru membuka fase risiko keuangan yang lebih besar, sebab adanya time gap antara belanja modal dan pencairan pembayaran dari pengguna jasa. Oleh karena itu, vendor harus menempatkan manajemen arus kas sebagai prioritas utama sejak proses perencanaan.

Perencanaan pra-kontrak adalah tahap krusial. Penyusunan cash flow projection, simulasi risiko keterlambatan termin, dan negosiasi skema pembayaran harus dilakukan secara realistis. Banyak vendor terjebak pada penawaran murah tanpa mempertimbangkan likuiditas selama pengerjaan. Padahal, ketidaksiapan kas di tengah jalan bisa berdampak pada keterlambatan pelaksanaan, penalti, bahkan blacklist.

Penganggaran yang detail dan fleksibel menjadi penopang berikutnya. Alokasi untuk contingency fund, antisipasi fluktuasi harga material, serta buffer untuk pengeluaran tak terduga harus menjadi bagian dari struktur biaya. Untuk itu, vendor wajib mencatat pengeluaran secara real-time, bukan hanya saat audit akhir proyek.

Dalam proses pencairan termin, vendor harus aktif melakukan billing management dan follow-up ke PPK atau bendahara instansi, sembari menyiapkan dokumen tagihan secara rapi dan sesuai ketentuan. Apabila pembayaran molor, opsi seperti invoice financing, modal kerja dari koperasi, atau pinjaman berbunga rendah seperti KUR bisa dijadikan solusi jangka pendek.

Pemanfaatan teknologi seperti ERP, spreadsheet berbasis cloud, atau dashboard keuangan membantu tim manajemen untuk memantau kas proyek secara harian. Hal ini memungkinkan deteksi dini terhadap potensi krisis likuiditas.

Dengan langkah-langkah ini, vendor tidak hanya mampu menyelesaikan proyek secara lancar, tetapi juga menjaga kesehatan neraca perusahaan, membangun reputasi profesional, dan meningkatkan peluang lolos di tender berikutnya. Pengelolaan kas bukan sekadar reaktif, tetapi strategi proaktif menuju keberlanjutan bisnis.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *