Kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebenarnya dibuat dengan tujuan baik: mendorong penggunaan produk lokal, memperkuat industri nasional, dan memastikan roda perekonomian bergerak di dalam negeri. Namun dalam praktiknya, banyak vendor—terutama skala kecil dan menengah—yang justru merasa kebingungan ketika harus memenuhi persyaratan TKDN dalam tender. Ada aturan yang berubah cepat, perhitungan yang rumit, hingga dokumen yang sulit diperoleh. Semua itu membuat kewajiban TKDN terasa seperti labirin tanpa petunjuk yang jelas.
TKDN: Antara Tujuan Mulia dan Realitas yang Rumit
Secara konsep, TKDN adalah kebijakan yang sangat positif. Vendor yang menggunakan produk dalam negeri akan memperoleh nilai tambah dalam penilaian tender. Pemerintah ingin mendorong kemandirian industri, dan vendor diberi insentif untuk memilih produk lokal. Di atas kertas, semuanya tampak ideal.
Namun ketika vendor mulai terjun langsung ke dunia tender, realitasnya jauh lebih rumit. Banyak vendor tidak benar-benar memahami bagaimana cara menghitung TKDN, bagaimana memastikan produk mereka memenuhi standar, atau bagaimana memperoleh dokumen sertifikat resmi. Ketidaktahuan ini membuat mereka merasa kesulitan bahkan sebelum proses tender dimulai.
Ada vendor yang baru tahu tentang kewajiban TKDN ketika membaca dokumen tender. Ada juga yang bingung karena setiap instansi menafsirkan persyaratan TKDN dengan cara berbeda. Semua ini membuat vendor seakan menghadapi aturan yang bergerak tanpa arah yang pasti.
Sertifikat TKDN yang Tak Selalu Mudah Didapatkan
Salah satu tantangan terbesar adalah memperoleh sertifikat TKDN dari produsen atau pabrikan. Vendor, terutama yang bertindak sebagai distributor, harus meminta dokumen kepada pihak produsen. Namun proses ini tidak selalu berjalan mulus.
Ada produsen yang lambat merespons, ada yang belum punya sertifikat, ada yang sedang melalui proses sertifikasi, dan ada pula yang meminta vendor menunggu terlalu lama. Di sisi lain, batas waktu tender tidak menunggu.
Bagi vendor, setiap keterlambatan dokumen bisa menjadi penyebab gugurnya penawaran. Mereka seperti berada dalam posisi serba salah: ingin mengikuti tender, tetapi dokumen yang dibutuhkan tidak kunjung datang.
Dalam banyak kasus, vendor baru menyadari bahwa memiliki relasi baik dengan produsen adalah bagian penting dari strategi pengadaan. Tanpa itu, mereka akan terus berhadapan dengan hambatan administratif yang menyulitkan.
Perhitungan TKDN yang Tidak Mudah Dipahami
Selain soal sertifikat, perhitungan TKDN juga sering membuat vendor bingung. Banyak vendor yang tidak tahu bagaimana menghitung nilai komponen lokal dalam suatu barang atau jasa. Mereka hanya tahu bahwa ada angka tertentu yang harus dipenuhi, tetapi tidak memahami cara mendapatkan angka tersebut.
Produsen biasanya sudah memiliki perhitungan berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, dan proses produksi. Namun vendor yang tidak bekerja di sektor manufaktur sering tidak tahu apa-apa tentang ini. Ketika panitia meminta klarifikasi, vendor sering panik karena tidak bisa menjelaskan bagaimana angka TKDN diperoleh.
Kebingungan ini semakin besar ketika jenis barang yang ditawarkan terdiri dari berbagai komponen impor dan lokal. Vendor harus bisa memastikan bahwa barang tersebut benar-benar memenuhi batas minimal TKDN, tetapi mereka sering tidak memiliki data yang cukup.
Ketidaksamaan Interpretasi TKDN di Lapangan
Salah satu penyebab vendor bingung adalah perbedaan interpretasi TKDN antara satu panitia tender dengan panitia lainnya. Ada panitia yang sangat ketat, meminta sertifikat resmi dari lembaga pemerintah. Namun ada pula yang hanya meminta surat pernyataan dari produsen.
Vendor sering kebingungan karena standar yang tidak konsisten. Pada satu tender, dokumen sederhana cukup. Pada tender lain, vendor diminta sertifikat resmi yang membutuhkan waktu dan biaya besar untuk mendapatkannya.
Ketidaksamaan ini membuat vendor harus menyesuaikan diri setiap kali menghadapi tender baru, meskipun produknya sama. Ini menambah beban mental sekaligus pekerjaan administratif yang tidak sedikit.
Vendor Kecil yang Tersingkir Karena TKDN
Vendor kecil sering kali berada di posisi paling sulit. Mereka tidak memiliki hubungan langsung dengan produsen besar, tidak punya akses cepat ke sertifikat TKDN, dan tidak mampu mengikuti perubahan regulasi dengan cepat.
Ada vendor kecil yang sebenarnya memiliki harga kompetitif dan kualitas yang baik, tetapi gugur hanya karena dokumen TKDN tidak lengkap. Bukan karena mereka tidak ingin mengikuti aturan, tetapi karena keterbatasan akses dan pengetahuan membuat mereka tertinggal.
Dalam beberapa kasus, vendor kecil bahkan memutuskan tidak mengikuti tender tertentu karena persyaratan TKDN dianggap terlalu rumit atau tidak mungkin dipenuhi dalam waktu singkat. Di sinilah muncul kekhawatiran bahwa aturan yang dibuat untuk mendukung industri lokal justru menjadi beban bagi pelaku usaha lokal itu sendiri.
Integrasi TKDN ke Sistem E-Purchasing yang Belum Mulus
Digitalisasi pengadaan melalui e-katalog dan e-purchasing membuat TKDN semakin menjadi sorotan. Banyak produk di e-katalog kini wajib mencantumkan nilai TKDN. Masalahnya, tidak semua vendor memahami cara mengunggah atau memperbarui informasi tersebut.
Ada vendor yang produknya sudah bersertifikat TKDN, tetapi mereka tidak tahu bagaimana memasukkan data ke dalam sistem e-katalog. Ada pula yang bingung ketika sistem menolak upload karena format tidak sesuai.
Di sisi lain, pembeli dalam sistem e-purchasing kadang hanya melihat nilai TKDN tanpa memahami proses di baliknya. Vendor yang kesalahan input angka bisa kehilangan peluang hanya karena kesalahan kecil pada sistem.
Digitalisasi seharusnya memudahkan, tetapi bagi vendor kecil yang baru belajar, justru terasa menambah beban baru.
Ketakutan Vendor Saat TKDN Menjadi Syarat Mutlak
Ketika TKDN masuk sebagai persyaratan absolut dalam tender, vendor semakin tertekan. Mereka takut gugur hanya karena dokumen yang kurang sempurna. Ketakutan ini membuat beberapa vendor mulai ragu memilih produk tertentu, atau bahkan ragu mengikuti tender.
Di sisi lain, vendor juga takut salah mengisi data TKDN. Kesalahan input bisa dianggap manipulasi, yang berpotensi menimbulkan sanksi serius. Ketakutan ini membuat vendor harus bekerja ekstra hati-hati.
Kondisi ini menciptakan tekanan psikologis tersendiri. Vendor memikirkan TKDN bukan hanya sebagai angka, tetapi sebagai faktor penentu hidup matinya peluang usaha mereka di satu tender.
Apakah TKDN Selalu Membingungkan Vendor?
Tidak selalu. Vendor yang sudah berpengalaman biasanya bisa menghadapi persyaratan TKDN dengan lebih tenang. Mereka sudah memiliki jaringan produsen, memahami pola tender, dan memiliki staf khusus untuk menangani dokumen. Namun bagi vendor baru atau vendor kecil, TKDN tetap menjadi tantangan yang menguras energi.
Masalahnya bukan pada tujuan kebijakan, tetapi pada cara implementasi yang belum seragam dan proses teknis yang tidak selalu mudah diikuti. Inilah yang membuat TKDN terlihat rumit di mata vendor.
Bagaimana Vendor Bisa Menghadapi Tantangan TKDN?
Untuk mengurangi kebingungan, vendor bisa mengambil beberapa langkah penting:
membangun komunikasi dengan produsen sejak awal
memastikan produk yang dijual sudah memiliki sertifikat TKDN resmi
mengikuti pelatihan atau konsultasi terkait aturan TKDN
menyimpan semua dokumen pendukung dengan rapi
mempelajari pola permintaan TKDN pada tender di instansi tertentu
menginput data TKDN dengan teliti di platform digital
memastikan harga penawaran mempertimbangkan aspek TKDN
Dengan persiapan yang baik, vendor bisa menghadapi persyaratan TKDN dengan lebih percaya diri dan tidak terjebak kebingungan yang tidak perlu.
TKDN Adalah Tantangan, Tetapi Juga Peluang
Meskipun membingungkan, TKDN sebenarnya membuka peluang besar bagi vendor lokal. Produk dalam negeri semakin diperhatikan, nilai tambah diberikan kepada vendor yang menggunakan barang lokal, dan banyak industri yang mulai meningkatkan kualitasnya berkat dorongan TKDN.
Vendor yang bisa beradaptasi justru akan diuntungkan. Mereka akan lebih mudah memenangkan tender, lebih dihargai, dan lebih siap menghadapi arah kebijakan pengadaan nasional yang semakin fokus pada kemandirian industri.
Pada akhirnya, TKDN bukan hanya tentang dokumen, tetapi tentang masa depan industri lokal. Vendor yang mampu memahami dan mengelola TKDN dengan baik akan berdiri di garis depan kompetisi. Kebingungan mungkin ada di awal, tetapi perlahan akan berubah menjadi kekuatan jika vendor mampu belajar dan menyesuaikan diri.
Kewajiban TKDN mungkin membingungkan, tetapi bukan sesuatu yang tidak bisa diatasi. Dengan ketekunan, waktu, dan pemahaman yang terus diperbarui, vendor bisa menjadikan TKDN bukan sebagai hambatan, melainkan sebagai keuntungan strategis dalam memenangkan tender.







