Manajemen Pengelolaan Sampah di Indonesia, Bisa Asal Serius Dan Konsisten

Sampai hari ini, sampah masih menjadi masalah besar di Indonesia. Permasalahan sampah di Indonesia ini meliputi, belum adanya pemilahan sampah yang tepat, tempat pembuangan akhir (TPA) yang sudah over kapasitas, dan belum adanya pengelolaan sampah yang baik. Tiga masalah ini belum lagi ditambah dengan masalah-masalah yang terjadi dengan warga di sekitar TPA, yang biasanya protes karena hak-hak mereka tidak terpenuhi, jalanan yang dilewati truk sampah banyak yang rusak dan lain sebagainya. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, bagaimana sebenarnya pengelolaan sampah di Indonesia? seburuk itukah praktiknya? Lalu, bagaimana sebaiknya pengelolaan sampah di Indonesia ini?.

Sampah di Indonesia selama ini sering kali lari pada dua tempat. Kalau tidak dibakar, ya dibuang ke TPA. Praktik membakar sampah masih sering kita jumpai di desa-desa. Mereka yang masih memiliki lahan yang luas, yang memiliki volume sampah tidak terlalu banyak biasanya membakar sampah-sampah mereka sendiri. Sementara di kota, dengan sampah yang bermacam-macam jenisnya, dan tidak adanya lahan membuat mereka membuang sampah pada TPA. Sistem ini dilakukan dengan membayar secara patungan kepada pengepul. Sampai di TPA, sampah-sampah sering kali hanya sebatas ditaruh. Dipilah oleh sebagian tukang sampah dan dimanfaatkan sebagian kecil yang bisa dimanfaatkan. Hanya sedikit sekali yang diolah, dan dimanfaatkan secara modern. Ini yang membuat sampah-sampah di TPA sering kali cepat menggunung.

Dari sampah yang semakin menggunung, berbagai masalah muncul. Terutama untuk ketersediaan tempat bagi sampah baru. Lamanya sampah-sampah tersebut terurai dengan tanah. Dan bau tak sedap yang ditimbulkannya. Soal sampah, ada baiknya Indonesia belajar dari negara-negara maju yang dianggap memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik, salah satunya Jepang. Di Jepang, pengelolaan sampah sudah dimulai sejak dari awal sampah tersebut dibuang. Di Jepang, sampah biasa dibedakan berdasarkan jenisnya. Ada sampah yang berupa sampah plastik ada pula yang berupa sampah organik.

Pembedaan jenis-jenis sampah tersebut difasilitasi oleh Pemerintah Jepang dengan banyaknya jenis tong sampah yang tersedia. Tong-tong tersebut dibuat sedemikian rupa agar masyarakat sadar untuk turut berperan serta dalam memilah jenis sampah. Dari sini kemudian pengelolaan bisa dilakukan dengan mudah. Hasilnya, Jepang kini tumbuh menjadi salah satu negara dengan pengelolaan sampah yang terbaik di dunia. Sedikit catatan, sebelum sampai pada tahap pengelolaan, Jepang telah membuat kebijakan yang bertujuan untuk meminimalkan keberadaan sampah plastik. Pengelolaan sampah telah dimulai dengan serius oleh Jepang sejak akhir 90-an. Pada tahun 1997, Jepang membuat sebuah Undang-undang yang mengatur tentang cara pembuangan sampah. Undang-undang ini mengatur tentang konsumen yang harus membeda-bedakan botol kemasan. Botol plastik, botol kaca, dan botol kaleng (baja dan aluminium). Setelah pembedaan ini, perusahaan diwajibkan untuk mendaur ulang botol-botol mereka untuk digunakan ulang. Aturan tentang sampah terus dikembangkan oleh Jepang. Pada tahun 2000, mereka kembali menyempurnakan Undang-undang tentang sampah. Kali ini mengatur tentang pembungkus dari kertas dan plastik yang berasal dari selain botol. Taichi Matsui, pimpinan H.I.S Travel Indonesia yang berasal dari Jepang, mengungkapkan bahwa dulu di Jepang juga menghadapi masalah sampah plastik yang sama seperti di Indonesia. Kemudian ia bicara mengenai sebagian contoh soal pengelolaan sampah plastik di negaranya.

Di Jepang, terutama di supermarket, plastik masih dibagikan secara gratis. Hanya saja di beberapa tempat, tas plastik mulai dihargai 200 rupiah per plastiknya. “Setelah 2020, Pemerintah Jepang akan mulai untuk tidak menggratiskan kantung plastik,” kata Taichi. Kebijakan ini terbukti banyak membantu masyarakat mengurangi volume sampah plastik yang banyak dihasilkan oleh toko-toko.

Hal yang mirip terjadi di Jerman. Di sana dikenal istilah ‘Pfandflaschen’. Ini adalah tentang pengembalian botol plastik yang telah dipakai. Setiap minuman yang berbungkus botol plastik di Jerman, diperlakukan dengan sistem jaminan. Setiap pembeli harus memberi jaminan uang atas botol minuman yang mereka beli. Setelah minumannya habis botol bisa dikembalikan kepada mesin yang biasa ditemukan di pasar swalayan. Setelah pengembalian tersebut, konsumen akan mendapat kembali uang jaminannya.

Pengelolaan ulang botol plastik yang baik di Jerman ini telah mengantarkan negara ini meraih predikat salah satu negara dengan pengelolaan sampah terbaik di dunia. Menurut data yang disampaikan oleh Eunomia, yang kemudian dikutip oleh World Economic Forum, Jerman dinyatakan sebagai negara dengan kemampuan mendaur ulang sampah hingga menyentuh lebih dari 50 persen. Sebagian besarnya tentu disumbang oleh botol plastik bekas.
Apa yang terjadi dengan Jepang dan Jerman tentu bukan hal yang langsung terjadi. Kesadaran masyarakat yang tinggi dalam memilah sampah menjadi organik dan organik di Jepang. Serta kerelaan mereka untuk memberikan uang jaminan atas botol plastik yang mereka gunakan, merupakan hasil edukasi dalam waktu yang tidak singkat dan tidak mudah dari pemerintahan di sana.

Di Jepang misalnya, sudah sejak tahun 2007 ada kampanye tentang penggunaan kantung belanja yang disiapkan sendiri. Mereka kerap menyebutnya dengan ecobag atau mybag. Kampanye ini dilakukan terus menerus dan intens. Baik melalui media elektronik maupun cetak. Sementara itu di Jerman, kampanye mereka akan pengelolaan sampah yang baik sampai pada cara pembagian buku kecil yang dibagi-bagikan ke tiap-tiap rumah. Buku itu berisi edukasi pada warga setempat. Tentu edukasi mereka adalah tentang apa yang bisa mereka lakukan terhadap sampah yang mereka hasilkan sendiri.

Di Indonesia kemarin pernah ada gerakan anti kantung plastik. Mirip dengan apa yang terjadi di Jepang saat awal mereka memulai kampanye anti sampah plastik. Namun tampaknya konsistensi membedakan keduanya. Jepang sabar. Mereka konsisten terus mengampanyekan gerakan anti kantung plastik. Sementara di Indonesia masih dilakukan setengah hati. Masalah-masalah yang timbul di lapangan sering membuat kita surut. Akhirnya, kembali ke kebiasaan lama adalah pelarian semua orang.

Ini baru tentang mengurangi penggunaan sampah plastik. Akan lebih baik lagi jika Indonesia juga mau belajar dari negara-negara maju tentang bagaimana mereka mengelola sampah. Selama ini, sampah di Indonesia masih belum dikelola dengan baik. Dalam catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari 64 juta ton sampah di Indonesia, 69 persennya hanya berakhir di TPA. Angka yang terlalu besar. Yang sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa pengelolaan sampah di Indonesia masih buruk. Ini tentu miris jika tidak segera dibenahi.

Masalah sampah yang terjadi pada Indonesia bukan tidak bisa diatasi. Selama langkah-langkah mengampanyekan penggunaan kantung plastik dan pengelolaan sampah plastik dilakukan dengan konsisten, maka bukan sangat tidak mungkin kesadaran warga akan sampah plastik akan tumbuh lebih baik. Akan jauh lebih baik lagi jika kesadaran warga tadi juga didukung dengan kualitas pelayanan sampah yang baik. Selama ini wadah sampah di Indonesia masih terkesan asal masuk tempat. Tempat sampah di Indonesia belum mendapatkan perhatian yang maksimal. Bahkan untuk tempat sampah yang berada di kota-kota besar.

Saya membayangkan, andai saja di Indonesia masalah tempat sampah ini diperhatikan dengan serius. Serta memiliki pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya, bukan tidak mungkin masalah sampah yang kian parah di Indonesia ini bisa terkendali dengan baik.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 53 = 57