Pentingnya SNI pada Pengadaan Barang/Jasa

Di tengah era perdagangan bebas seperti saat ini, membuat arus transaksi pengadaan barang dan jasa berputar semakin cepat, tak hanya skala lokal tapi mencakup skala global. Perdagangan antar negara semakin tak terbendung arusnya, hingga banyak produk-produk luar negeri membanjiri negeri, bersaing bersama barang-barang buatan anak negeri.

Untuk meningkatkan mutu dan kualitas sebuah produk, juga untuk melindungi konsumen dari dampak buruk barang-barang yang digunakan, maka pemerintah memandang perlu mengatur standardisasi produk demi memberikan perlindungan hukum kepada konsumen, terlebih terhadap produk yang bergerak di bidang kesehatan, keamanan, keselamatan dan lingkungan hidup. Atas dasar ini, disusun dan diterbitkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Apa Itu Standardisasi Nasional?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar artinya adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Sementara, secara istilah di dalam pengadaan barang dan jasa, standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak yang terkait dengan memerhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

Standardisasi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas dan sebagainya) dengan pedoman (standar) yang ditetapkan.

Agar produk-produk dari penyedia pengadaan barang dan jasa memenuhi standardisasi nasional, maka diperlukan adanya tanda SNI, yaitu tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya Standar Nasional Indonesia.

Berdasarkan pasal 18 PP 102/2000 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang telah diberlakukan secara wajib. Baik itu dengan cara menawarkan, mempromosikan atau mengiklankannya. Perusahaan penyedia barang dan jasa wajib menjamin mutu dan kehandalan produk-produk yang disediakannya demi keamanan, kesehatan dan keselamatan pengguna.

Latar belakang yang memicu munculnya standardisasi nasional karena adanya kerjasama internasional bersama World Trade Organization (WTO), Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), Asean China Trade Area (ACFTA). Yang mana di dalam perjanjian WTO, mengenai Agreement on Technical Barrier to Trade (TBT) telah diatur mengenai standardisasi yang menegaskan bahwa setiap negara anggota termasuk Indonesia, diwajibkan menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang standardisasi.

Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement merupakan salah satu perjanjian dalam GATT yang mengatur agar peraturan teknis, prosedur penilaian kesesuaian dan standar, termasuk didalamnya pengemasan, penandaan dan labeling, tidak disusun dengan maksud untuk menimbulkan hambatan teknis yang tidak diperlukan dalam perdagangan internasional.

Tujuan Standardisasi Nasional

Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan semakin besarnya kebutuhan masyarakat terhadap suatu barang, membuat perusahaan berlomba-lomba untuk berinovasi dan menawarkan produk-produk andalan mereka. Akan tetapi, seringkali, demi meraih keuntungan semata, banyak perusahaan yang tidak memerhatikan aspek-aspek keselamatan pengguna barang dan jasa yang mereka tawarkan.

Untuk itu, melalui pertimbangan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian dinyatakan:
a. bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;
b. bahwa dalam rangka melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup diperlukan standardisasi dan penilaian kesesuaian;
c. bahwa standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian yang ada belum selaras sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Berdasarkan rumusan undang-undang tersebut di atas, dapat disimpulkan, bahwa tujuan pelaksanaan kegiatan Standardisasi Nasional adalah:
1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup;
2. Membantu kelancaran perdagangan;
3. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangItu

Tanpa adanya Standardisasi Nasional, maka negara akan kesulitan dalam menjamin mutu dan kualitas produk yang dihasilkan dari dalam maupun luar negeri. Standardisasi Nasional ini memudahkan perusahaan untuk mengukur mutu produk dalam perdagangan dan pengadaan barang atau jasa karena adanya acuan tunggal dalam pembuatan dan pengadaan produk.

Lalu, siapa yang berhak untuk menetapkan acuan tunggal dalam bentuk standardisasi nasional ini?

Badan Standardisasi Nasional

Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang ditugaskan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi nasional sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan.

Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional – DSN. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang standardisasi nasional.

Pada pasal 25 dan 26 Keppres 103/2001 disebutkan bahwa fungsi dari BSN adalah:
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang standardisasi nasional.
b. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BSN.
c. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang standardisasi nasional.
d. Penyelenggaraan kegiatan kerja sama dalam negeri dan internasional di bidang standardisasi
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.

Kemudian, berdasarkan Pasal 27 Keppres 103/2001 kewenangan BSN dalam menjalankan fungsinya adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro.
c. Penetapan sistim informasi di bidangnya.
d. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
1. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang standardisasi nasional
2. Perumusan dan penetapan kebijakan sistem akreditasi lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium.
3. Penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
4. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidangnya.
5. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidangnya.

Penerapan SNI diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Untuk mendapatkan SNI bisa diperoleh melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi. Artinya, semua barang /jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis SNI bisa mendapatkan sertifikat dan dibubuhi tanda SNI.

Secara umum ada tiga (3) klasifikasi kegiatan sertifikasi berdasarkan SNI yang dapat dilakukan:

  1. Sertifikasi Sistem Manajemen, yaitu sertifikasi terhadap sistem manajemen perusahaan misalnya berdasarkan SNI ISO (9001, 14001, 22000, HACCP,dll)
  2. Sertifikasi Produk, yaitu sertifikasi terhadap produk yang dihasilkan perusahaan berdasarkan SNI produk tertentu misalnya SNI 1811:2007 untuk Helm, SNI 3554:2015 untuk Air minum dalam kemasan, SNI 2054:2014 untuk baja tulangan beton, dan produk – produk lainnya
  3. Sertifikasi Personnel, yaitu sertifikasi terhadap kompetensi personel misalnya Auditor, PPC, Tenaga Migas, Tenaga Kelistrikan, dll.

Keberadaan SNI sangat penting dalam menjamin mutu dan kualitas barang/jasa yang disediakan oleh vendor. Untuk itulah wajib kiranya memperhatikan dan memenuhi syarat Standar Nasional bagi sebuah produk sebelum digunakan oleh pengguna jasa agar mereka mendapat barang yang layak dan aman digunakan demi terjaganya kesehatan dan keselamatan pengguna layanan pengadaan barang/jasa.[]

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

8 + 2 =