TUGAS PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN ( PPK ) BERDASARKAN  PERPRES NO 16 TAHUN 2018

TUGAS PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN ( PPK )

BERDASARKAN  PERPRES NO 16 TAHUN 2018

 

 

OLEH :

OKVITALIA SANDRA, SKM., MM.

DINAS KESEHATAN KABUPATEN MUSI RAWAS

PROPINSI SUMATERA SELATAN

 

 

BIMBINGAN TEKNIS NASIONAL – ONLINE

“PEMBEKALAN TEKNIS BAGI PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (PPK)

DALAM RANGKA PELAKSANAAN PENGADAAN TAHUN ANGGARAN 2021

DAN PENYIAPAN KOMPETENSI PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN (PPK)”

GELOMBANG 1 18 – 30 JANUARI 2021

 

 

 

Tugas Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK )

Berdasarkan  Perpres No 16 Tahun 2018

Pejabat Pembuat Komitmen atau yang biasa disingkat PPK dalam dunia pengadaan barang dan jasa adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk pengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah (Pasal 1 angka 10 Perpres No.16 Tahun 2018). Sehingga PPK bertanggung jawab secara administrasi, teknis dan finansial terhadap pengadaan barang dan jasa.

Menurut Perpres No. 16 Tahun 2018 tersebut, PPK merupakan perwakilan dari OPD-nya dalam membuat perikatan atau perjanjian dengan pihak lain, tanpa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berarti instansi tersebut tidak bisa melakukan perjanjian dengan pihak lain dalam pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa yang berlangsung pada dinas tersebut. Berhasil dan tidaknya proses suatu pengadaan barang dan jasa pada satu instansi tergantung pada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kesalahan dalam pelaksanaan tugas PPK akan berakibat timbulnya kerugian negara yang berujung pada tuntutan ganti rugi atau tuntutan lainnya.

Personil kegiatan pengadaan sendiri antara lain PA/KPA, PPK, Unit Layanan Pengadaan, Panitia Pengadaan, Pejabat Pengadaan  dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah menjadi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebabkan adanya perubahan tugas Perjabat Pembuat Komitmen (PPK). Di bawah ini akan dijelaskan mengenai pembahasan tugas pokok dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasar Perpres No. 16 Tahun 2018.

Tugas Pokok dan Wewenang PPK (Perpres 16/2018, pasal 11)

(1). PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:

  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
  3. menetapkan rancangan kontrak;
  4. menetapkan HPS;
  5. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  6. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  7. menetapkan tim pendukung;
  8. menetapkan tim atau tenaga ahli;
  9. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  10. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  11. mengendalikan Kontrak;
  12. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
  13. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
  14. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  15. menilai kinerja Penyedia.

(2). Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA, meliputi:

  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
  2. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.

(3). PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

 

 

Kesimpulan :

Tugas PPK adalah sebagai berikut :

  • Menyusun Perencanaan pengadaan sebagai berikut : menyusun spesifikasi teknis, HPS dan Rancangan Kontrak
  • Menetapkan tim pendukung seperti tenaga administrasi, direksi lapangan, direksi teknis
  • Menetapkan tim atau tenaga ahli yaitu tim atau orang yang kompeten melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA, untuk Prepres 16/2018 serah terima dengan penyedia dilakukan oleh PPK ( bukan oleh PPHP lagi), maka PPK dapat melakukan sendiri, atau dibantu tim pendukung, tim atau tenaga ahli dan atau konsultan pengawas
  • Melaksanakan E-purchasing = PPK dapat langsung bertransaksi produk-produk katalaog. PPK bisa melakukan sendiri epurchasing. Sedangkan nilai s.d Rp 200jt oleh pejabat pengadaan
  • Menilai kinerja Penyedia yaitu menilai pelaksanaan kontrak oleh penyedia
  • PPK dapat dibantu oleh Pengelola pengadaan barang / jasa = dibantu oleh jabatan fungsional pengadaan.
  • PPK ditetapkan oleh PA (Pengguna Anggaran), Pasal 9 Ayat 1 huruf g Perpres 16/2108 ;
  • PPK memiliki kewenangan menandatangani kontrak sebagai pelimpahan kewenangan dari PA/KPA ;
  • Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk, KPA dapat merangkap sebagai PPK ;
  • PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa ;
  • Setelah Pekerjaan selesai 100%, PPK memeriksa, menerima Pekerjaan dan menandatangani Berita Acara Serah Terima.
  • PPK menetapkan Pengenaan sanksi denda keterlambatan dalam Kontrak sebesar 1 % (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan ;
  • PPK wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa paling lambat Desember 2023 ;
  • PPK dapat mengusulkan Pengenaan Sanksi Daftar Hitam ;
  • PPK dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan.

 

Adapun Tugas-tugas lain dari PPK

selain tersebut di atas antara lain Mengusulkan kepada PA/KPA :

  • Perubahan paket pekerjaan, dan/atau
  • Perubahan jadwal kegiatan pengadaan
  • Menetapkan tim pendukung
  • Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas Unit Layanan Pengadaan
  • Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.

 

TUGAS PPK DALAM TAHAPAN PEKERJAAN PENGADAAN BARANG/JASA

  1. Tahap Perencanaan Kontrak

Pada tahap awal sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan, sebagai seorang yang ditunjuk sebagai PPK pengadaan barang/jasa, PPK dapat mengundang UKPBJ/pejabat pengadaan dan tim teknis untuk mengkaji ulang tentang Rencana Umum Pengadaan yang telah ditetapkan oleh PA/KPA dalam rapat koordinasi awal. Dalam rangka mengkaji ulang kebijakan umum tersebut PPK bersama tim teknis maupun Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dapat mere-view hal-hal :

Apakah kajian ulang pemaketan pekerjaan sudah mengakomodir unsur-unsur prinsip pengadaan seperti dalam pasal 5 Perpres 54 tahun 2010 antara lain unsur effisiensi, effektifitas, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel serta mendorong persaingan sehat, meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.

Apakah kajian ulang biaya yang tercantum didalam rencana umum pengadaan masih layak untuk dilaksanakan pada saat pekerjaan fisik dilaksanakan. Hal ini dipertimbangkan karena proses pengajuan anggaran (pagu) biasanya memerlukan waktu yang cukup lama hingga persetujuan anggaran. Pengkajian ulang pemaketan pekerjaan dapat dilakukan berdasarkan survei pasar.

Apakah kajian ulang paket-paket sebagaimana rencana umum pengadaan masih dapat digabungkan dan/atau dipecah demi effektifitas dan effisiensi sejauh tidak untuk menghindari pelelangan dan tidak menghalangi pengusaha kecil untuk ikut serta.

Apakah kajian tentang Kerangka Acuan Kerja, Spesifikasi teknis dan Gambar, waktu pelaksanaan dan hal-hal lain yang dapat merubah lingkup dan output pekerjaan.

Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara.Apabila PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah Rencana Umum Pengadaan (RUP_ maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;

Apabila ada perbedaan pendapat antara PPK dengan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan putusan PA/KPA bersifat final.

Berdasarkan kesepakatan PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA, maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang meliputi: kebijakan  umum, rencana penganggaran biaya dan Kerangka Acuan Kerja. Dan selanjutnya PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagai bahan untuk menyusun Dokumen Pengadaan (Perpres 54 tahun 2010, hal 177).

  1. Menyusun Spesifikasi Teknis Barang/ Jasa

Dalam Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat  1.a.1. menyebutkan bahwa salah satu tugas PPK adalah menetapkan spesifikasi teknis barang/jasa. Penyusunan spesifikasi teknis merupakan hak PPK dan tugas ini adalah sangat riskan dan krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan barang/jasa dan tidak boleh mengarah pada merek/brand tertentu. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.

Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa bila dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK.Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pikiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK.PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya. Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK (Khalid Mustafa).

  1. Menyusun Harga Perkiraan Sendiri ( HPS )

Tugas lainnya dari PPK adalah menyusun HPS.PPK menyusun HPS yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan dan riwayat HPS harus didokumentasi oleh PPK secara baik.

Untuk mengetahui lebih detail mengenai langkah dalam penyusunan HPS dan fungsi HPSsendiri bisa dibaca disini.

Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) Perpres 70 tahun 2012 menyebutkan bahwa penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan meliputi :

  • Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa dilokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang dan jasa.
  • Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
  • Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan
  • Daftar biasa/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal
  • Biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya
  • Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia
  • Hasil perbandingan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain
  • Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate)
  • Norma index, dan/atau
  • Informasi lain yang dapat dipertanggung jawabkan.

Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus mark up dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS. Mengenai Panduan Penyusunan HPS agar Tidak Terkena Kasus Mark-up dan Tidak Gagal Lelang. Memang dalam menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar.

Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi.Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau aparat hukum lainnya, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara.Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.

  1. Memilih Jenis Kontrak yang akan Digunakan

Tugas lain dari PPK adalah membuat rancangan kontrak sesuai dengan Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.3. Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia barang/jasa dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia.

Ada beberapa jenis kontrak dalam pengadaan barang/jasa yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK.Hal ini bertujuan agar PPK mampu memastikan kesesuaian antara jenis kontrak dengan jenis pekerjaan.Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum, kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, dan kontrak tahun jamak. Itu baru dari sisi jenis kontraknya.Belum membahas mengenai syarat-syarat umum kontrak (SSUK) dan syarat-syarat khusus kontrak (SSKK).Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin.Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

 

  1. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa (SPPBJ)

Unit Layanan Pengadaan/Panitia Lelang menyampaikan Berita Acara Hasil Pemeriksaan kepada PPK sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ). PPK menerbitkan SPPBJ dengan ketentuan tidak ada sanggahan dari peserta, maupun sanggahan banding.

Walaupun ketentuan penerbitan SPPBJ telah dipersiapkan secara matang oleh ULP/panitia pengadaan, sebaiknya PPK meneliti ulang Berita Acara Hasil Pelelangan yang diserahkan oleh Unit Layanan Pengadaan/Panitia Pengadaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan mere-view Berita Acara Hasil Pemeriksaan diantaranya :

  • Cek proses pelaksanaan pemilihan. Jika PPK melihat adanya kesalahan prosedur pemilihan yang dihasilkan oleh Unit Layanan Pengadaan /Panitia Pengadaan dengan data dan bukti, PPK berhak mengembalikannya kepada Unit Layanan Pengadaan.
  • Cek Harga Penawaran dengan Total HPS. Nilai penawaran di bawah 80% dari HPS, atau di atas 80% dari HPS.
  • Cek Kemampuan Personil. Jika PPK memandang personil tidak kompeten, PPK berhak meminta pengganti personil dengan tenaga yang dipersyaratkan.

Jika proses pemilihan yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan/Panitia Pengadaan sudah dianggap memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan terutama yang berkaitan dengan spesifikasi teknis, HPS dan kontrak, selanjutnya PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang. Penerbitan SPPBJ yang dikeluarkan oleh PPK berisikan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan pembuatan kontrak antara lain :

  1. Besarnya Jaminan Pelaksanaan yang harus dibuat oleh penyedia jasa;

Nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus) dari nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;

Nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS.

  1. Jaminan Pelaksanaan sudah harus diberikan oleh Penyedia Jasa kepada PPK paling lambat 14 hari sejak diterbitkannya Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.
  2. Jaminan Pelaksanaan berlaku sejak tanggal Kontrak sampai serah terima Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi atau pekerjaan selesai untuk pengadaan barang/jasa lainnya.
  1. Menandatangani Kontrak

Setelah SPPBJ diterbitkan, PPK melakukan finalisasi terhadap rancangan kontrak, dan menandatangani kontrak pelaksanaan pekerjaan, apabila dananya cukup tersedia dalam dokumen anggaran, dengan ketentuan:

  1. Penandatangan kontrak dilakukan paling lambat 14 hari (empat belas) hari kerja setelah diterbitkan SPPBJ, dan setelah penyedia menyerahkan jaminan pelaksanaan dengan ketentuan :

Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100 % (seratus persen) nilai total HPS adalah sebesar 5 % (lima perseratus) dari nilai kontrak.

Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi atau di bawah 80% (delapan puluh perseratus) nilai HPS adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS, dan

Masa berlaku jaminan pelaksanaan sejak tanggal penandatangan kontrak sampai serah terima barang berdasarkan kontrak.

  1. Sebelum menandatangani kontrak PPK dan Penyedia Barang/Jasa berkewajiban untuk memeriksa konsep kontrak yang meliputi substansi, bahasa/redaksional, angka, huruf serta membubuhkan paraf pada lembar demi lembar dokumen kontrak.

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgeriijk Wetboek) menyebutkan: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

  • Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
  • Suatu pokok persoalan tertentu;
  • Suatu sebab yang tidak terlarang.

PPK harus memperhatikan hal ini, karena apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka penandatanganan kontrak menjadi tidak sah. Sebelum penandatanganan, PPK harus yakin bahwa yang mewakili penyedia adalah benar-benar direktur atau kuasa direktur yang nama penerima kuasa ada dalam akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar perusahaan berhak untuk mengikat perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah untuk mengikat perjanjian, pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang melanggar hukum, baik perdata maupun pidana, dalam isi perjanjian.

  1. Melaksanakan Kontrak

Kontrak adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat para pihak.Namun, terkadang karena kesibukan secara struktural, Pejabat Pembuat Komitmen hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya.Penyedia barang/jasa dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya menyerahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas.Mereka lupa, bahwa pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK.Apabila terjadi permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru kalang kabut apabila pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan.Ini yang sering terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran. Sudah menjadi aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang kabut akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum selesai 100% bahkan tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31 Desember.Bahkan sebagian kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.

Keterlambatan pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi hanya dalam semalam.Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat dideteksi.Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal keterlambatan, misalnya material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau curah hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan.Apabila setelah dicoba ditanggulangi tetap tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak kritis dapat diberlakukan.Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus dipersiapkan pada saat perencanaan atau penyusunan draft kontrak.Namun, alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak seakan-akan melupakan adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah tanggungjawabnya.Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek pembangunan gedung kalau atasannya hendak berkunjung.Sehingga, saat menghadapi masalah menjadi ‘gelagapan’ dan kebingungan.PPK wajib memiliki kemampuan untuk membaca time shedule dan berbagai jenis bentuk dan mekanisme kontrol pekerjaan (rahmanmokoginta).

  1. Melaporkan Pelaksanaan/Penyelesaian Pengadaan Barang/ Jasa

Seorang PPK akan menyampaikan pelapor pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang telah dilaksanakan. Dalam penyampaian laporan tersebut tidak sekedar membuat laporan asal bapak senang, tetapi PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian antara kontrak yang ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan. Selain laporan kemajuan fisik, yang sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap anggaran serta kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tersebut.

Yang harus diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala harus dibarengi dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala yang dihadapi tersebut.

  1. Serah Terima Hasil Pekerjaan

Salah satu temuan yang paling serring terjadi adalah pengadaan barang jasa yang bersifat fiktif. Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat barang/jasa yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check, recheck and crosscheck. Atau barang yang disediakan tidak sesuai dengan spesifikasi tehnik yag diminta.

Karena tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia. Walaupun ada panitia penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab pekerjaan tetap berada di tangan PPK, sehingga pemeriksaan atas barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada PA/KPA.

Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar menyerahkan secara fisik, melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan kemampuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak. Oleh sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi sesuai ketentuan. Dari keterangan tersebut di atas jelas, bahwa beberapa tugas pokok dan fungsi PPK, bahwa tugas PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 + 6 =