STUDI KASUS RANGKAP JABATAN PPK DALAM KEGIATAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

 

TUGAS MAKALAH

 

JUDUL :

“STUDI KASUS RANGKAP JABATAN PPK DALAM KEGIATAN PENGADAAN BARANG DAN JASA”

 

DI SUSUN OLEH :

DOMY STEPHENS, ST

TAHUN 2021

 

Kata Pengantar

Puji Syukur ke hadirat Tuhan YME atas limpahan kasih dan lindungannya sehingga kita masih bisa menyelesaikan kegiatan Pelatihan Okupasi bagi PPK. Dan diakhir kelas kita diberikan tugas membuat makalah. Makalah yang saya susun ini adalah studi kasus dimana seorang PPK memiliki rangkap jabatan dalam kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa.

Saya secara pribadi juga bersyukur walapun terindikasi Covid-19 mulai tgl. 25 januari 2021 hingga sekarang namun masih bisa menyempatkan mengikuti kegiatan kelas baik e-learning maupun pertemuan melalui aplikasi “Zoom” dengan baik.

Terima kasih kepada Panitia dan Narasumber yang sudah membimbing selama kelas berlangsung dan telah memberikan ilmunya untuk melatih dan menggambleng kami sehingga kami lebih mengerti akan tugas dan kewajiban kami sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Semoga melalui kelas yang ada kita bisa selalu membangun tali silatuhrahmi dan memecahkan masalah bersama-sama dalam menghadapi tugas kita sehari-hari.

Demikian pengantar ini saya sampaikan, apabila ada koreksi dan masukan dalam penyusunan makalah ini kiranya bisa menghubungi saya lewat email di [email protected].

Penyusun

Domy Stephens, ST

 

BAB I

GAMBARAN UMUM PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

          Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya di singkat PPK adalah Pejabat yang diberi wewenang oleh PA / KPA untuk mengambil keputusan dan / atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara / anggaran belanja daerah. (Pasal 1 angka 10 Perpres 16 tahun 2018)

          PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas :

  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
  3. menetapkan rancangan kontrak;
  4. menetapkan HPS;
  5. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  6. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  7. menetapkan tim pendukung;
  8. menetapkan tim atau tenaga ahli;
  9. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  10. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  11. mengendalikan Kontrak;
  12. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
  13. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
  14. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  15. menilai kinerja Penyedia.

          Berdasarkan pengertian dan tugas PPK diatas, dipastikan peran PPK dalam pembangunan baik di daerah maupun ditingkat pusat sangat penting dalam menggerakkan perekonomian. Hubungan antara proyek dengan permasalahan hukum yang dihadapi oleh seorang PPK juga sangat besar, karena di daerah proyek berbanding lurus dengan kondisi politik oleh seorang kepala daerah.

          Namun dari semuanya, kondisi yang dirasakan PPK di daerah adalah tunjangan PPK yang belum memadai dibanding dengan resiko yang dihadapi oleh PPK. Padahal dengan bergeraknya proyek di suatu dinas sangat berdampak kepada kondisi perekonomian di daerah.

 

BAB II

RANGKAP JABATAN PPK

          Setelah kita mengetahui betapa besarnya peran PPK baik dalam pembangunan maupun dalam perekonomian, PPK didaerah masih bergumul dengan sedikitnya SDM dan pegawai di Dinas sehingga banyak PPK yang akhirnya memiliki peran ganda atau rangkap jabatan. Sebagai contoh PPK di daerah juga ditugaskan sebagai Panitia Peneliti Pelaksanaan Kontrak (Tim CCO), Tim PHO dan FHO, PPHP, Pejabat Pengadaan dan lain sebagainya.

          Dengan bertambahnya tugas seorang PPK, yang tadinya sudah berat menjadi semakin berat. Di dalam buku – buku peraturan memang tidak dijelaskan apakah diperbolehkan atau tidak seorang PPK memegang beberapa jabatan tertentu didalam kegiatan pengadaan barang / jasa. Tetapi seseorang PPK juga memiliki batas kemampuan dalam memegang suatu kegiatan, apalagi ini ditambah dengan tugas jabatan yang lain.

          Memang dalam pengaplikasiannya dilapangan, seorang PPK yang memiliki beberapa rangkap jabatan akan memeriksa kegiatan orang lain dan tidak memeriksa kegiatan dia sendiri. Karena sistem silang ini maka seorang PPK A akan memeriksa kegiatan dari PPK B dan PPK B akan memeriksa kegiatan dari PPK A.

          Berita terbaru muncul di awal bulan Februari 2021 dimana dengan dikeluarkannya PMDN No. 77 Tahun 2020 yang berbunyi “PA/KPA berperan sebagai PPK dan diluar itu tidak dimungkinkan untuk mengangkat PPK” dengan demikian maka peran PPK yang selama ini dimungkinkan dijalankan oleh seorang staf apabila memiliki sertifikat tingkat dasar pengelolaan pengadaan barang dan jasa maka dengan peraturan tersebut tidak ada lagi staf yang menjadi PPK di daerah.

Dikutip dari ulasan Bp. Christian Gamas

Perpres 16/2018, PMDN 70/2020 dan PPK?

Langsung saja ke Lampiran halaman 11 PMDN 70/2020 bahwa Kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas :

  • menyusun RKA-SKPD;
  • menyusun DPA-SKPD;
  • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan;
  • melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
  • melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
  • melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
  • mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batasanggaran yang telah ditetapkan;
  • menandatangani SPM;
  • mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
  • menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
  • mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
  • menetapkan PPTK dan PPK-SKPD;
  • menetapkan pejabat lainnya dalam SKPD yang dipimpinnya dalam rangka pengelolaan keuangan daerah; dan
  • melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Apakah hal ini sinkron dengan Perpres 16/2018? mari lihat tugas PA dalam Pasal 9 PBJP pada Perpres 16/2018 :

  • (1) PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan :
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
    • mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan;
    • menetapkan perencanaan pengadaan;
    • menetapkan dan mengumumkan RUP;
    • melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
    • menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal;
    • menetapkan PPK;
    • menetapkan Pejabat Pengadaan;
    • menetapkan PjPHP/PPHP;
    • menetapkan Penyelenggara Swakelola;
    • menetapkan tim teknis;
    • menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui Sayembara/Kontes;
    • menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan
    • menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:
      • Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasinguntuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
      • Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
    • (2) PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    • (3) PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f kepada KPA.

Poin yang saya cetak tebal diatas sudah menunjukkan bahwa Perpres 16/2018 dan PP 12/2019 beserta PMDN 77/2020 tidak bertentangan sama sekali. Dalam hal Ikatan untuk pengadaan barang/jasa Pemerintah tentunya ikatan disini adalah yang dimaksud dengan Kontrak, yaitu yang menurut Perpres 16/2018 tahun 2020 pada Pasal 1 angka 44 berbunyi :

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.

Perhatikan bahwa definisi Kontrak diatas adalah Definisi Kontrak / Ikatan Pengadaan berdasarkan Perpres 16/2018 yang ruang lingkupnya berlaku untuk APBN / APBD. PA/KPA/PPK dapat melakukan perikatan dan disebut sebagai Pejabat Penandatangan Kontrak, namun ketentuannya adalah adanya pemberian kewenangan tersebut.

Perhatikan beberapa hal sebagai berikut :

  • Pada pasal 9, pembuka dari pembahasan PA diawali dengan disebutkan “Tugas dan Kewenangan”;, yang utama dalam PBJP PA memiliki tugas :
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
    • mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan
  • KPA pada Pasal 10 ayat (1) : “KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai dengan pelimpahan dari PA.” dan seperti halnya KPA yang menerima delegasi tugas dari PA, sebagian tugas KPA bila di delegasikan adalah :
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
    • mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan
  • PPK memiliki 15 tugas sebagaimana di Pasal 11 ayat (1), namun tidak tertera tugas :
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
    • mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan
  • PA/KPA kepada PPK dapat melimpahkan kewenangan :
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
    • mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan
  • Pelimpahan kewengan dari PA/KPA ini diatur dalam Pasal 11 ayat (2) yang bunyinya : Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
    • mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.

Ingat ruang Lingkup Perpres 16/2018 ini mengatur APBN/APBD/PHLN/PHDN sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2, maka dalam melaksanakannya kata “dapat” menjadi pilihan dalam Perpres 16/2018 yang perlu diselaraskan dengan PP12/2019 dan PMDN 77/2020. Pada Lampiran I halaman 13 angka 8 PMDN 77/2020 disebutkan :

Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, PA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Demikian juga dalam Lampiran halaman 14 angka 10, dalam hal KPA menerima limpahan kewenangan Kepada Kepala Unit SKPD selaku KPA maka :

Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, KPA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jajaran di bawah PA/KPA pada baris-baris dan halaman berikutnya tidak ada pelaku pengelola Keuangan Daerah lainnya yang dapat mengadakan ikatan.

Dengan demikian maka :

  • PA/KPA dalam Perangkat Daerah dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa PA/KPA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • Dalam PA/KPA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen dapat dibantudalam hal :
    • Lampiran halaman 13 angka 9 : PA yang bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen dapat dibantuoleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
    • Lampiran halaman 14 angka 11 : KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dapat dibantuoleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Dapat Dibantu disini bukan melimpahkan kewenangan, contoh kalimat melimpahkan kewenangan dalam PMDN 77/2020 dapat dilihat pada kalimat pada halaman 13 huruf F angka 1 yang bunyinya sebagai berikut : PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala Unit SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Dengan demikian Sangat berbeda antara “dapat dibantu” dengan “melimpahkan kewenangan”
  • Apakah Perpres 16/2018 bertentangan dengan PP 12/2019 dan PMDN 77/2020? Jawabannya Tidakkarena Perpres ini mengatur tidak hanya APBN, dengan terbitnya PP 12/2019 dan PMDN 77/2020 maka pemberlakuan Pasal 11 ayat (2) yang memberikan pilihan dengan bunyi regulasi : Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
    • mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.

Menjadi bersifat Pilihan bagi Pengadaan dari Pelaksanaan di APBN dan menjadi mutlak tidak dapat digunakan di APBD.

Konklusi Pembahasan

  • Maknai DAPAT DIBANTU….. bukan DAPAT DIGANTIKAN/DAPAT MELIMPAHKAN.
  • PA Ketika melimpahkan pun, yang dilimpahkan adalah ke KPA sesuai ketentuan dalam PMDN 77/2020.
  • Hirarki Peraturan Keuangan Daerah lebih tinggi, dan tegas diatur bahwa di Keuda dalam melakukan berkontrak/yang melakukan perikatan adalah PA/KPA di APBD, maka seandainya di Daerah melakukan perikatan dan mengangkat PPK, status PPK hanya sebagai Pembantu dan menjalankan tugas membantu ataupun kalau masih ngeyel maksa maka SK PPK di Daerah cuma bisa sebatas Pasal 11 ayat (1) saja, dan sebagai pembantu maka Pasal 11 ayat (2) di Perpres 16/2018 lah yang tidak diterapkan di Pemda sehingga tidak dapat melakukan :
    • melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
    • mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
  • Jadi….. kalau pun masih keukeuh mau ada PPK di Daerah…. tidak bisa dipaksakan PPK berkontrak/melakukan Perikatan di Daerah. PA/KPA yang mempunyai kekuasaan karena ex officio dengan Jabatan Strukturalnya maka wajib berkontrak/melakukan perikatan, dengan kata lain, jangan mau kekuasaan dan jabatannya, tapi tak mau melaksanakan kewajibannya. PPK Apakah di Daerah bisa dibemtuk? SEHARUSNYA TIDAK BISA! Tapi dalam kondisi yang tidak semuanya bisa kita ketahui, ada 34 Pemda Provinsi dan ada ratusan Pemda Kota/Kabupaten dengan keragaman, kondisi, silahkan dikonsultasikan kepada Kementerian terkait, jangan memutuskan sendiri.
  • Kalau masih mau dipaksa ada PPK yang bertanda-tangan kontrak? Kalau keputusan itu dilakukan tanpa produk hukum yang kuat maka terjadi maladministrasi bagi yang menerbitkan SK PPK tersebut. Selain itu azas Kecakapan Berkontrak tidak terpenuhi dari sisi PPK, sebagaimana menurut KUHPer 1320, karena tidak ada Kecakapan maka Kontrak nya bisa tidak berlaku.
  • Seandainya ada izin atau produk berkekuatan hukum di Daerah untuk melakukan Pengangkatan PPK PBJP, boleh PPK tsb melakukan perikatan? Ngga boleh, mentok cuma di Pasal 11 ayat (1) saja, dan saya sebenernya ngga yakin kalau tidak terjadi kondisi ekstrim maka Daerah diperbolehkan melakukan pembentukan PPK.
  • Apakah perpres 16/2018 langsung jadi rendered useless bagi Pemda? Jawabannya tidak…. PA/KPA di APBD yang bertindak sebagai PPK ya bertugas dengan merujuk pada Perpres 16/2018, tapi beberapa kewenangan mendelegasikan di Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (2) tidak bisa dilaksanakan di APBD, pasal dan ayat tersebut menjadi instrumen APBN saja.

Kesimpulan

  • Tanggung-Jawab Berkontrak di APBD PA/KPA, PMDN 77/2020 membuat PA/KPA di APBD mutlak menjad PPK;
  • Kalau masih maksa ada PPK maka PPK itu hanya membantu PA/KPA;
  • Perpres 16/2018 menjadi pedoman bertindak dan melaksanakan tugas PPK bagi PA/KPA di Pemda yang melaksanakan APBD.
  • Boleh ada PPK yang berkontrak di Pemda? kalau ada tugas Dekonsentrasi dengan APBN, maka Dekonsentrasinya tetap merujuk DIPA-APBN dan bukan DPA APBD, tulisan ini bermaksud supaya saat menerima tugas Dekon-TP jangan sampai kita memaksa Peraturan Keuda di Dekon-TP yang masih APBN.
  • Bagi para PA/KPA, dalam waktu singkat perlu sih menurut saya memperbanyak staf nya untuk kompeten PBJP, tidak ada salahnya mendorong Stafnya menjadi jabfung PPBJ, supaya lebih banyak yang bisa membantu.
  • Saya berprasangka baik saja dari aturan ini, mungkin para penyusun nya harapannya ketika memikirkan paket dalam tahun anggaran, mungkin sudah memikirkan kemampuan organisasinya berbasiskan kapasitas, kapabilitas, dan risiko.
  • Standar Kompetensi Jabatan berdasarkan Kamus Jabatan yang diterbitkan oleh LKPP bisa saja kedepannya menjadi poin plus merit system dalam assesment Pejabat Struktural yang menjadi PA/KPA. Menurut saya perlu diprioritaskan oleh para Panitia Seleksi di Daerah.
  • Mengutip penulis blog Catatan Pengadaan Barang/Jasa The power of Sharing (https://samsulramli.net/), yang saya sukai adalah kalimat :

Bisa jadi syarat menjadi PA/KPA harus memiliki sertifikat kompetensi siapa tau.. kan bagus pejabat-pejabat itu ngerti dan paham pengadaan daripada punya kuasa tapi gak punya kompetensi.

  • Para PA/KPA/Jajaran dibawahnya maka sebaiknya mengalokasikan anggaran / sumber daya keuangan yang memadai untuk Pelatihan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah alih-alih studi komparatif berkedok jalan-jalan ehh……. maksud saya jalan-jalan berkedok studi komparatif, untuk tingkat dasar saja rate kelulusan based on pengalaman saya mengajar PBJP tingkat dasar bersama fasilitator lain itu berkisar di angka 17%-35% saja.
  • Penerapan PP12/2019 dan PMDN 77/2020 tidak meniadakan ketentuan dalam Perpres 16/2018 namun membuat Perpres 16/2018 yang mengatur APBN/APBD/PHLN/PHDN dalam hal Pengadaan Barang/Jasa dilakukan mengikuti kerangka pikir PP12/2019 dan PMDN 77/2020 dan tidak menerapkan apa yang seharusnya hanya bisa diterapkan di APBN kepada APBD dalam hal Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah maupun sebaliknya.
  • Pak, kalau semua tugas PPK dilaksanakan PA/KPA, berat!!!!!! ya kurangi paketnya….. PP 12/2019 ini sudah mengadopsi praktik yang baik (goodpractices), Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berhasil menunjang keberhasilan sub-Kegiatan, Sub-Kegiatan yang baik menunjang Kegiatan yang baik, Kegiatan yang baik menunjang keberhasilan Program, Perangkat Daerah yang melaksanakan keberhasilan Program berarti ber-Kinerja baik, Kinerja yang baik maka Pembangunan Pemerintahan Daerah berhasil dan berdayaguna.

Kesimpulan untuk staf dengan golongan III/a dan memiliki sertifikat pengadaan barang dan jasa yang selama ini menjabat sebagai PPK di daerah, dengan adanya aturan baru ini maka pupus sudah untuk bisa berkarir sebagai seorang PPK karena PPK di daerah langsung di jabat PA dan dapat dirangkap oleh KPA.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 + 3 =