Perlindungan Hukum Terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Perlindungan Hukum Terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

 

Oleh:
Ir. Wahyu Hidayat, ST

 

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan anugerah-Nya makalah Perlindungan Hukum Terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah  ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah yang telah kami susun masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran sangat kami harapkan dalam penyempurnaan  makalah  kami yang akan datang. Kami berharap apa yang telah kami susun dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Akhir kata, kami selaku penyusun memohon maaf apabila terdapat kesalahan. Terimakasih.

Tabalong,     Februari  2021

Penyusun

 

 

DAFTAR ISI

Hal

COVER.. 1

KATA PENGANTAR.. 2

DAFTAR ISI. 3

BAB I (PENDAHULUAN) 4

BAB II (TINJAUAN PUSTAKA) 6

BAB III (PEMBAHASAN) 10

BAB IV (PENUTUP) 11

DAFTAR PUSTAKA.. 13

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  • Latar Belakang

Di era lama, orang menganggap jabatan PPK merupakan “lahan basah”, karena ‘memakmurkan’ orang yang menjabatnya. Sehingga banyak pejabat struktural kadang berlomba-lomba untuk menjadi PPK. Tetapi di era reformasi saat ini, jabatan PPK menjadi momok bagi birokrat. Alasannya tidak lain karena PPK sangat rentan dengan masalah hukum, terkait dengan pelaksanaan kontrak. Akan sangat lazim kita jumpai kasus tindak pidana korupsi terkait Pengadaan Barang/Jasa, pastilah menyeret PPK dan penyedia barang/jasa. Hal ini merupakan konsekuensi yuridis dari dokumen kontrak yang dibuat oleh PPK dan Penyedia, sehingga perlu adanya perlindungan hukum  terhadap PPK.

Menjadi sebuah realita bahwa dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya di singkat PBJP muncul persoalan baik dari sesi administrasi, teknis maupun hukum. PPK merasa tidak nyaman dan terusik serta was- was akibat kerapkali aparat penegak hukum (baik oknum polisi dan/atau oknum kejaksaan) melakukan pemanggilan dan/atau pemeriksaan terhadap penyelenggara yang  tengah menyelenggarakan PBJP. Mereka beralasan bahwa adanya laporan dari pihak-pihak (masyarakat, LSM ataupun pihak yang  terkait dalam PBJP) yang mengindikasikan adanya penyimpangan prosedur dan pelanggaran hukum dalam penyelenggaraan PBJP.

Untuk itu, apabila ada PPK yang terjerat permasalahan hukum, maka instansinya wajib memberikan bantuan pelayanan hukum sejak  proses penyelidikan sampai dengan putusan pengadilan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 pasal 84 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan bahwa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada pelaku pengadaan barang/jasa dalam menghadapi permasalahan hukum terkait pengadaan barang/jasa. Pelayanan hukum sebagaimana dimaksud diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan.

  • Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang  di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah:

  1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap PPK dalam kontrak Pengadaan Barang/Jasa pemerintah?
  2. Apa faktor – faktor yang mengakibatkan ASN tidak bersedia menjabat sebagai PPK?
  • Batasan Masalah

Dalam penulisan makalah ini, ditentukan batasan permasalahan yaitu seperti apa bentuk perlindungan hukum terhadap PPK dan factor faktor yang mengakibatkan ASN tidak bersedia menjabat sebagai PPK sebagai salah satu langkah agar kedepannya  bisa menarik minat ASN untuk menjabat sebagai PPK.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

  • Pengertian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 1 Ayat 10, Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.

  • Tugas dan Kewenangan PPK

Secara garis besar, tugas dan kewenangan PPK terbagi ke dalam 2(dua) kelompok besar, yaitu:

  1. Tugas dan Kewenangan dalam pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa. Sesuai Perpres 16 Tahun 2018 tugas dan kewenangan PPK adalah :
  2. menyusun perencanaan pengadaan barang dan jasa;
  3. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
  4. menetapkan rancangan kontrak;
  5. menetapkan HPS;
  6. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  7. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  8. menetapkan tim pendukung;
  9. menetapkan tim atau tenaga ahli;
  10. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  11. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  12. mengendalikan Kontrak;
  13. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
  14. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
  15. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  16. menilai kinerja Penyedia.
  17. Tugas dan Kewenangan dalam pengelolaan Perbendaharaan/Anggaran sesuai PMK 190 Tahun 2012 adalah :
  18. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA;
  19. menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;
  20. membuat dan menandatangani SPP;
  21. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA;
  22. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
  23. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;

Dari rincian tersebut, tugas dan kewenangan PPK terdiri dari 21 butir tugas vital dan berbagai sub butir lain yang dapat dipelajari lebih rinci dalam peraturan dimaksud. Sebagaimana uraian terdahulu, PPK dituntut harus memiliki sertifikat kompetensi. Kompetensi pada poin 1 dilaksanakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ( LKPP ) dan kompetensi poin 2 dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan.

  • Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula dari munculnya maksud perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.

Fitzgerald menjelaskan bahwa perlindungan hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.Kepentingan hokum adalah mengurusi hak dan kepentingan  manusia, sehingga hukummemiliki otoritas tertinggi untuk menentukankepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum  dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.

Menurut Satjipto Raharjo manfaat perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Selain itu menurut Muktie, A. Fadjar Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.

Menurut R.La Porta dalam Jurnal of Financial Economics, bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction). Bentuk perlindungan hukum yang paling nyata        adalah adanya institusi-institusi penegak     hukum seperti  pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-lembaga penyelesaian         sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya. Perlindungan yang dimaksud dengan bersifat pencegahan (prohibited) yaitu membuat peraturan, sedangkan perlindungan yang dimaksud bersifat hukuman (sanction) yaitu menegakkan peraturan.

BAB III

PEMBAHASAN

 

  • Perlindungan Hukum Terhadap Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK ) dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap PPK berupa sarana perlindungan hukum preventif dan represif. perlindungan hukum preventif dapat dilakukan pada tahapan proses pengambilan keputusan atau kebijakan, dimana keputusan belum definitif atau keputusan sudah definitif tapi belum terjadi sengketa yang bertujuan mencegah terjadinya sengketa kontrak di kemudian hari. Seluruh potensi sengketa dilakukan mitigasi risiko dan akan ditangani di luar pengadilan. Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa kontrak. Pelayanan hukum kepada PPK dalam menyelesaikan permasalahan hukum diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan berupa pendampingan hukum oleh jaksa, Biro Hukum Pemerintah Pusat/Daerah, Konsultan Hukum/Advocat untuk menjadi kuasa hukum. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa adanya intervensi dari pihak internal yaitu atasan langsung PPK maupun pihak ekternal yaitu  aparat penegak hukum, Pejabat Pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM dan lain- lain mengakibatkan PPK tidak mandiri dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, selain itu adanya ketakutan terkena risiko pidana dan  beban kerja yang berat merupakan faktor – faktor yang membuat Aparatur Sipil Negara tidak bersedia menjabat sebagai PPK.

Faktor- Faktor yang mengakibatkan ASN tidak bersedia menjadi PPK diantaranya adalah adanya intervensi dari pihak internal yaitu atasan langsung PPK maupun pihak ekternal yaitu aparat penegak hukum, Pejabat Pemerintahan, Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM dan lain- lain sehingga PPK tidak mandiri dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, selain itu adanya faktor ketakutan terkena risiko pidana dan faktor beban kerja yang berat karena   PPK   bertanggung   jawab terhadap pengeluaran keuangan Negara.

BAB IV

PENUTUP

 

  • Kesimpulan

Bentuk – bentuk perlindungan hukum terhadap PPK dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa pemerintah terdiri atas perlindungan hukum Preventif, dilakukan dengan cara mengoptimalkan pengawasan terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Pengawasan yang dimaksud dilakukan secara internal oleh Inspektorat/Satuan Pemeriksaan Internal bagi instansi pemerintah dengan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum dan juga dilakukan pengawasan oleh lembaga independen seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) berupa probity Audit yang dilakukan sejak perencanaan sampai serah terima pekerjaan. Selain itu bentuk perlindungan Refresif dilakukan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan berupa pelayanan hukum sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan. Terkait perkara perdata, pelayanan hukum kepada PPK dapat diberikan oleh jaksa. Selain itu Biro           Hukum Pemerintah Daerah dan konsultan hukum/advocate dapat          menjadi kuasa hukum dalam setiap tahapan perkara perdata dan tata usaha negara.

  • Saran

Hendaknya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat mengusulkan kembali Rancangan Undang–Undang Pengadaan Barang/Jasa masuk ke dalam Program Legislasi Nasional kepada Dewan Perwakilan Rakyat agar dapat mendorong peran serta masyarakat dan transparansi dalam pengadaan  barang/jasa pemerintah. Selain itu agar dapat memberikan perlindungan hukum secara preventif dan represif bagi pengelola pengadaan barang dan jasa pemerintah secara maksimal.

Selain itu, agar Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran di dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) / Dokumen Pelaksanaan Anggaran Organisasi Perangkat Daerah untuk memberikan pelayanan hukum kepada PPK apabila yang bersangkutan menghadapi permasalahan hukum kontrak Pengadaan            Barang/Jasa yang penyelesaiannya melalui pengadilan maupun penyelesaian sengketa kontrak diluar pengadilan melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Marlina, Heni., (2020), Perlindungan Hukum Terhadap Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK ) dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah , [online], (https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjqycTE4OPuAhWR7XMBHTiHBX4QFjACegQIAxAC&url=https%3A%2F%2Fjurnal.um-palembang.ac.id%2Fdoktrinal%2Farticle%2Fdownload%2F2910%2F2077&usg=AOvVaw0qqrhWhZCWAgPkXDp6kSIG, diakses pada tanggal 12 Februari 2021).

Mudjisantosa, 2014, Memahami Kontrak Pengadaan Pemerintah Indonesia, Penerbit Primaprint, Yogyakarta

Mudjisantosa, 2017, Kesalahan Pengadaan ( Perspektif Hukum ), PenerbitPrimaprit

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Sukri Almarosy., (2018), Perlindungan Hukum dalam Pelaksanaan PBJP, [online] (https://www.sukrialmarosy.com/2 01 8/07/perlindungan-hukum- dalam pelaksanaan.html?m=0, diakses pada tanggal 12 Februari 2021).

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 + 3 =