PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DALAM MENGELOLA RISIKO PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DALAM MENGELOLA RISIKO PENGADAAN BARANG DAN JASA

Oleh : MINHARWAN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa.

Dalam suatu instansi pemerintah atau perusahaan swasta pengadaan barang/jasa sangat mempengaruhi proses jalannya suatu instansi swasta maupun pemerintah dan keberhasilan suatu perusahaan. Untuk mendapatkan suatu barang atau jasa hasil yang maksimal harus melalui pengadaan barang terlebih dahulu. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagai peraturan yang mendasari dalam pengadaan barang jasa di Negara Republik Indonesia menhyebutkan “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan’.

1.2 Rumusan Masalah

Pengadaan barang / jasa terutama pada pengadaan barang /jasa pemerintah selain mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya maupun pembangunan daerah pada khusunya, dalam rangka pemberiaan manfaat untuk peningkatan pelayanan public dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah, juga mempunyai risiko risiko teknis, risiko keuangan, risiko administratif, risiko pidana, dan risiko Keselamatn dan Kesehatan Kerja (K3) dan Lingkungan.

Pembahasan makalah ini dibatasi pada alternative tanggapan dan strategi penanganan risiko.

1.3 Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan makalah ini adalah memahami risiko dalam pengaadaan barang/ jasa dengan memahami peraturan pengadaan barang/ jasa dan melakukan fungsi manajemen risiko dalam mencegah atau meminimalkan pengaruh yang tidak baik akibat kejadian yang tidak terduga melalui penghindaran risiko atau persiapan rencana kontinjensi yang berkaitan dengan risiko tersebut.

  1. ISI

2.1 Landasan Teori

Pengertian risiko menurut ISO 31000 (2009/ISO Guide 73) adalah “pengaruh ketidakpastian pada tujuan. Ketidakpastian meliputi peristiwa (yang mungkin atau tidak terjadi) dan ketidakpastian yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau ketidakjelasan”.

Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah “peluang” (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah “risiko” (risk). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan.

Emmett J. Vaughan dalam bukunya Fundamentals of Risk and Insurance (John Wiley & Sons, 2008) mengemukakan beberapa definisi risiko sebaga berikut:

  • Risk is the chance of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian);

Chance of loss, berhubungan dengan suatu exposure (pemaparan atau tingkat kedaruratan) terhadap kemungkinan kerugian atau kondisi yang tidak menguntungkan. Dalam ilmu statistik, chance digunakan untuk menunjukkan tingkat kemungkinan akan munculnya situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.

  • Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian);

Uncertainty dapat bersifat subyektif dan obyektif. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Sedangkan pengertian objective uncertainty dapat dilihat dari dua definisi risiko sebagai berikut :

  • Risk is the dispersion of actual from expected results (Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan); dan
  • Risk is the probability of any outcome different from the one expected (Risiko adalah probabilitas suatu hasil berbeda dengan yang diharapkan).

Menurut definisi di atas, risiko bukan probabilitas dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilitas dari beberapa hasil yang berbeda dari yang diharapkan.

Herman Darmawi dalam buku Manajemen Risiko (2005) mendefinisikan risiko sebagai berikut:

  • Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan; dan
  • Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan.

Menurut Rowe (1997), risiko dan ketidakpastian memiliki pengertian yang berbeda, tetapi mempunyai dampak/konsekuensi yang sama terhadap kerugian atau kerusakan. Ketidakpastian lebih sebagai akibat dari ketiadaan informasi karena kemungkinan terjadinya tidak dapat ditentukan, sedangkan risiko dapat ditentukan kemungkinannya karena adanya data dan informasi yang memadai. Dengan kata lain, jika kemungkinannya dapat dihitung, maka hal tersebut merupakan risiko. Sebaliknya, jika tidak dapat dihitung, hal tersebut merupakan ketidakpastian.

Wujud dari risiko itu dapat bermacam-macam, antara lain :

  • Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya;
  • Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit/cacat karena kecelakaan;
  • Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan orang lain; dan
  • Berupa kerugian karena perubahan keadaan pasar, misalnya karena terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen dan sebagainya.

2.2 Ulasan Materi

Pengadaan barang jasa secara aturan meliputi pengadaan barang, jasa pekerjaan konstruksi, jasa konsukltansi dan jasa lainnya, yang dapat dilakukan secara terintegrasi dan dapat dilaksanakan secara swakelola dan/ atau penyedia. Pengadaan Barang/ jasa harus menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengguna dalam hal ini dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen akan memproses dari sejak perencanaan, persiapan, proses hingga barang itu diterima, sesuai pasal 11 peraturan tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 16 Tahun 18, yang berbunyi :

  • PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
  3. menetapkan rancangan kontrak;
  4. menetapkan HPS;
  5. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  6. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  7. menetapkan tim pendukung;
  8. menetapkan tim atau tenaga ahli;
  9. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  10. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  11. mengendalikan Kontrak;
  12. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
  13. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan;
  14. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  15. menilai kinerja Penyedia.
  • Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
  2. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
  • PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

Peran Pejabat Pembuat Komitmen sesuai dengan peraturan memiliki tugas menetapkan bentuk Kontrak dengan memperhatikan nilai kontrak, jenis barang/jasa, metode pemilihan Penyedia dan/atau risiko pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundangan, sehingga Pejabat Pembuat Komitmen harus dapat mengantisipasi kemungkinan akan datang, sehingga Pejabat Pembuat Komitmen harus mampu melakukan proses identifikasi risiko, melakukan pengendalian risiko dan memonitor pelaksanaan pengendalian risiko kinerja pengadaan barang/jasa pada berbagai jenis pengadaan. Pengelolaan risiko merupakan bagian yang penting dan sangat strategis dalam pengadaan barang/jasa, terutama dalam upaya mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.

Risiko dalam proses pengadaan barang/jasa merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan, yang dapat disebabkan karena berbagai faktor dan dapat terjadi pada setiap tahapan pengadaan. Pada umumnya dan tanpa mengabaikan perlunya memperhitungkan klasifikasi risiko lainnya, risiko yang sering dijumpai pada proses pengadaan lebih merupakan risiko operasional dan risiko stratejik.

Secara umum, risiko pada pengadaan, terutama pengadaan barang/jasa publik, dapat dikelompokkan atas beberapa kategori sebagai berikut:

  1. Risiko Teknis, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif, tetapi bisa juga merupakan risiko khusus, dan termasuk dalam klasifikasi risiko operasional. Risiko teknis pada dasarnya berhubungan dengan perubahan atau ketidakpastian terkait aspek kelengkapan/kecukupan desain serta spesifikasi, efisiensi operasional, dan keandalan (termasuk keusangan teknik). Risiko teknis mengancam kualitas dan ketepatan waktu pelaksanaan yang akan dihasilkan, yang bisa berdampak pada biaya. Bila risiko teknis menjadi kenyataan maka implementasinya bisa sangat sulit atau bahkan tidak mungkin
  2. Risiko Keuangan, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif dan termasuk klasifikasi risiko finansial/ekonomi. Risiko keuangan mencakup seluruh risiko yang akan berdampak pada kinerja dan kemampuan keuangan para pihak yang terlibat, termasuk diantaranya kejadian risiko akibat fluktuasi nilai mata uang, krisis likuiditas, inflasi, perubahan tingkat suku bunga, krisis moneter dan perubahan harga pasar.
  3. Risiko Administratif, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif dan termasuk dalam klasifikasi risiko kepatuhan atau bisa juga termasuk risiko operasional, yang lebih disebabkan karena kelemahan sistem/kelalaian aspek administrasi, kelengkapan dokumen, dan lain sebagainya yang bisa berdampak pada keterlambatan pelaksanaan, kerugian, dan bahkan aspek legalitas seperti tuntutan hukum dan litigasi.
  4. Risiko Pidana, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif dan termasuk dalam klasifikasi risiko hukum, antara lain karena aspek keamanan, perusakan (vandalism), pencurian, penipuan/pemalsuan dan korupsi. Dalam pengadaan barang/jasa publik, risiko pidana korupsi perlu mendapat perhatian khusus karena akan berdampak pada penghentian atau kegagalan proses pengadaan, hukuman pidana bagi para pihak yang terlibat, mapun terhadap kinerja dan reputasi organisasi/unit kerja pemangku risiko. Risiko pidana korupsi dapat terjadi pada hampir setiap tahapan pengadaan, dari mulai tahap penilaian/penentuan kebutuhan, persiapan pengadaan, pemilihan peserta dan penentuan pemenang, sampai dengan tahapan pelaksanaan dan bahkan pelaporan keuangan.
  5. Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Lingkungan,terutama secara khusus diterapkan pada jenis pekerjaan konstruksi, yang berdasarkan sifatnya bisa merupakan risiko spekulatif ataupun risiko murni, dan umumnya termasuk klasifikasi risiko operasional.

Risiko K3 sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 26 Tahun 2014 adalah semua potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa manusia, terganggunya proses produksi dan/atau pencemaran lingkungan kerja, yang meliputi bahaya benda bergerak, bahaya benda diam, bahaya benda fisik, bahaya listrik, bahaya kimiawi, bahaya biologis, bahaya ergonomis dan bahaya psikologis. Sedangkan risiko lingkungan terkait dengan potensi pencemaran atau gangguan tehadap lingkungan akibat kegiatan yang dilakukan, termasuk pemenuhan ketentuan dan persyaratan sesuai kebijakan lingkungan yang ada.

Akibat kurang memahami, lalai, atau ketidak pedulian terhadap peraturan pengadaan barang jasa dari proses perencanaan barang/ jasa, persiapan pengadaan barang/ jasa, pelaksanaan dan serah terima, tidak jarang Pejabat Pembuat Komitmen mengalami permasalahan hukum.

2.3 Penyelesaian Masalah

Hal penting yang harus dilakukan dalam antisipasi terhadap risiko  pengadaan barang/ jasa, ialah dengan :

  1. Mengidentifikasi risiko yang meliputi kegiatan mengidentifikasi potensi dan karakteristik risiko dan mengidentifikasi para pihak yang terlibat dalam terjadinya risiko.
  2. Melakukan Pengendalian Risiko yang meliputi kegiatan menginventarisasi alternatif program/kegiatan pengendalian risiko secara cermat dan lengkap,menetapkan program/ kegiatan pengendalian risiko secara cermat dan lengkap data, dan Melaksanakan program pengendalian risiko yang ditetapkan.
  3. Memonitor pelaksanaan program pengendalian risiko yang meliputi kegiatan, melaksanakan monitoring pengendalian risiko secara tepat dan berkesinambungan dan Menganalisa hasil monitoring pengendalian risiko sebagai dasar untuk melakukan perbaikan atau mitigasi risiko.

Adapun beberapa alternatif tanggapan dan strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan, adalah sebagai berikut:

  1. Menghindari Risiko (risk avoidance), yaitu meniadakan risiko dengan tidak melakukan aktivitas yang berisiko, baik dengan melakukan perubahan rencana kegiatan, membatalkan kegiatan atau memilih alternatif kegiatan lain dengan tingkat risiko yang lebih rendah;
  2. Mengurangi Risiko (reducing the risk) atau dikenal juga dengan mitigasi risiko (risk mitigation), yaitu melakukan tindakan mitigasi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan, baik dengan mengurangi tingkat kemungkinan risiko maupun mengurangi dampak/ konsekuensi risiko, atau gabungan keduanya;
  3. Transfer Risiko (risk transfer), yaitu mengalihkan risiko ke pihak lain.
  4. Menerima Risiko (accepting the risk), yaitu menerima terjadinya risiko (biasanya risiko yang kecil) dengan tetap melaksanakan kegiatan dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan, atau tanpa melakukan perubahan apapun namun menyiapkan rencana kontinjensi jika risiko terjadi;

Strategi tanggapan dan penanganan risiko tersebut di atas bisa dilakukan sendiri-sendiri sesuai kategori, kondisi dan tingkat risikonya, ataupun diaplikasikan secara bersamaan, seperti berbagi risiko (sharing the risk) yang merupakan gabungan atau kombinasi dari menerima atau mengurangi risiko dengan mengalihkan sebagian dari risiko.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses penentuan tanggapan dan strategi penanganan risiko adalah waktu dan tempat terjadinya risiko. Karena sifat risik yang dinamis, ketidaktepatan atau keterlambatan waktu penanganan dapat mengurangi efektivitas rencana penanganan yang telah disusun.

Pada dasarnya, rencana tanggapan dan penanganan risiko harus ditujukan untuk mengurangi tingkat risiko berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

  • Efisien dari segi biaya;
  • Proporsional, sepadan dengan tingkat paparan risiko dengan memperhatikan
  • biaya dan manfaat;
  • SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time bound)
  • Spesisfik, untuk setiap risiko sesuai dengan karakteristiknya;
  • Terukur, hasilnya dapat/mudah diukur;
  • Dapat dicapai, harus dapat dilaksanakan dengan target/sasaran yang dapat dicapai; dan
  • Realistis, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas sumber daya yang ada
  • Ada batasan waktu, dan dilaksanakan pada waktunya (timing);
  • Ditujukan pada penyebab timbulnya risiko;
  • Bukan untuk mengurangi jumlah risiko tetapi hanya untuk menurunkan tingkat (level) risiko;
  • Disepakati bersama, dengan para pihak yang terlibat; dan
  • Dikelola oleh seorang penanggung jawab.

KESIMPULAN

Adapun manfaat yang akan diperoleh para pihak yang terkait dengan penerapan

manajemen risiko dalam pengadaan barang/jasa, termasuk antara lain:

  1. Memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa selama proses pengadaan;
  2. Mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian/ekonomi biaya tinggi;
  3. Meningkatkan kemungkinan pemenuhan kebutuhan yang tepat waktu;
  4. Meningkatkan hasil pengadaan yang strategis;
  5. Melindungi kredibilitas dan reputasi;
  6. Memberikan perlindungan yang lebih baik bagi aset dan sumber daya manusia;
  7. Mengurangi kemungkinan terjadinya tuntutan litigasi;
  8. Meningkatkan kemampuan pengendalian ketidakpastian;
  9. Mereduksi dampak risiko yang mungkin terjadi;
  10. Meningkatkan kualitas dan efektivitas pengambilan keputusan;
  11. Memudahkan estimasi biaya yang lebih tepat dan realistis; dan
  12. Meningkatkan komunikasi diantara tim pengelola dan antar para pihak.

Serta hal utama yang akan dicapai, yaitu :

  • Keputusan-keputusan pengadaan yang lebih cerdas (smarter), dalam upaya mencapai manfaat aspek finansial maupun non-finansial;
  • Meminimalkan timbulnya kejutan (surprises), dan terpenuhinya harapan para pemangku kepentingan secara lebih baik melalui identifikasi dan pemahaman risiko potensial; dan
  • Pencapaian hasil yang lebih optimal, bagi pihak pengguna (buyer) maupun pihak penyedia (supplier), dalam hal pemenuhan kebutuhan proses bisnis atau operasional dan dalam konteks hubungan (relationship) antara keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. LKPP, 2016, Unit Kompetensi 20 : Mengelola Risiko.
  2. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  3. Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia
Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

7 + 2 =