PERENCANAAN PENGADAAN, TUGAS KRUSIAL YANG SERING TERLEWATKAN OLEH PPK

PERENCANAAN PENGADAAN, TUGAS KRUSIAL YANG SERING TERLEWATKAN OLEH PPK

 

MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS

BIMBINGAN TEKNIS PPK

 

Disusun oleh:

FATKHUROHIM, S.E., M.Ec.Dev., M.Sc.

 

 

PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA PERTAMA

BAGIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

SEKRETARIAT DAERAH KOTA SALATIGA

2021

 

 

PENDAHULUAN

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/ KPA untuk mengambil keputusan dan/ atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah. Cakupan kewenangan PPK adalah sejak perencanaan hingga serah terima dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Perencanaan pengadaan dibuat oleh PPK dan ditetapkan oleh PA/KPA yang meliputi: identifikasi kebutuhan, penetapan B/J, Cara, jadwal, dan anggaran.

Tahap perencanaan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Pengadaan yang direncanakan dengan baik mampu meminimalisir potensi pelanggaran hukum. Namun yang seringkali terjadi terutama di Daerah adalah PPK kurang memahami pentingnya proses perencanaan sehingga tidak melakukan proses-proses tersebut dengan baik. Praktik-praktik copy-paste masih sering diterapkan dalam menyusun perencanaan sehingga dokumen DPA tahun lalu hanya diubah sedikit untuk perencanaan tahun depan. Hal ini terbukti dari belum diumumkannya RUP pada banyak OPD di Daerah pada tahun anggaran 2021 padahal sudah menginjak bulan Februari.

Makalah ini mencoba membahas mengenai pentingnya perencanaan pengadaan barang/jasa terutama di Pemerintah Daerah.

TINJAUAN PUSTAKA

  1. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah
  2. Peraturan LKPP Nomor 15 tahun 2018 tentang pelaku pengadaan barang/jasa beserta peraturan perubahaannya yaitu Peraturan LKPP No. 19 tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan LKPP No 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaaan Barang/jasa.
  3. Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  4. Keputusan Deputi Bidang Monitoring Evaluasi Dan Pengembangan Sistem Informasi No 10 Tahun 2019 Tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
  5. SE LKPP No. 8 Tahun 2020 tentang tipologi Pejabat Pembuat Komitmen dan Standar Kompetensi pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Pejabat Pembuat Komitmen.

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENULISAN

Makalah ini menggunakan metode analisis deskriptif. Metode ini merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PPK tidak terikat tahun anggaran

Untuk dapat menjadi PPK, diperlukan PNS yang memiliki beberapa syarat penting antara lain: 1. Integritas dan disiplin; 2. menandatangani Pakta Integritas; 3. memiliki sertifikat Kompetensi pengadaan barang/jasa (sertifikat tingkat dasar dapat digunakan hingga 31 Desember 2023); dan 4. Berpendidikan S1 atau setara (dapat diganti dengan golongan paling rendah IIIa atau yang setara)

Selain persyaratan-persyaratan tersebut, dapat ditambahkan syarat-syarat lain, misalnya:

  1. latar belakang keilmuan dan pengalaman;
  2. memiliki kompetensi teknis sesuai peraturan perundang-undangan.

Jika menambahkan dua syarat terakhir ini, maka OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang memiliki pekerjaan tertentu (misalnya konstruksi), yang mensyaratkan latar belakang keilmuan, pengalaman, dan kompetensi teknis tertentu, akan menghadapi kendala kelangkaan PPK. Jika demikian, maka PA/KPA sebaiknya bertindak selaku PPK dan menunjuk tim teknis pendukung yang memiliki latar belakang keilmuan, pengalaman dan kompetensi teknis tersebut.

Jika OPD memiliki tenaga teknis yang sesuai, maka PPK diangkat tidak terikat tahun anggaran. Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan menjadi PPK pada saat pergantian tahun anggaran, penetapan PPK pada tahun anggaran yang lalu masih berlaku (PP 45/2013), dengan demikian proses pengadaan barang/jasa pada tahun anggaran berikutnya dilakukan oleh PPK tahun anggaran berjalan saat ini (SE Kepala LKPP No. 30 Tahun 2020).

Permasalahan yang sering dihadapi adalah masih banyak penetapan PPK yang dibatasi oleh tahun anggaran. Akibatnya adalah terputusnya proses perencanaan sehingga saat paket pekerjaan dieksekusi, risiko terjadi perubahan dan kegagalan menjadi besar. SIRUP akan terlambat diupload dan perubahan setelah diupload sangat mungkin terjadi. Hal ini wajar, karena PPK pelaksana bukan orang yang merencanakan pekerjaan tersebut.

Titik Kritis bagi PPK

Berangkat dari beberapa pengalaman dan ilmu yang diajarkan oleh para pengajar di beberapa webinar, titik kritis bagi PPK yang harus diperhatikan adalah:

  1. Memperhatikan Landasan Hukum (Waktu dan Ruang Lingkup): Seorang PPK harus selalu membaca dan memahami peraturan perundang-undangan terkait dengan tugas dan wewenangnya. Tidak hanya Perpres 16/2018 yang berbicara tentang pengadaan beserta aturan turunannya dari LKPP, namun juga peraturan lainnya seperti PermenPUPR mengenai konstruksi, serta peraturan keuangan. PPK yang tidak memperhatikan landasan hukum dalam melaksanakan tugasnya akan terjebak dalam masalah hukum.
  2. Bagian dari Organisasi Pengadaan: Seorang PPK adalah salah satu pelaku pengadaan seperti yang tertuang dalam Peraturan LKPP 15/2018 tentang pelaku pengadaan. Peran PPK sangat penting karena merupakan salah satu mata rantai dalam proses pengadaan. Jika PPK tidak memahami hal ini, ia justru menghambat proses pengadaan barang/jasa.
  3. Terikat dalam Kewenangan: seorang PPK dalam bertindak terikat oleh kewenangannya, oleh sebab itu, ia harus selalu membaca surat keputusan pengangkatannya. Apa saja tugas dan wewenang yang dibebankan kepadanya berdasarkan landasan hukum yang ada. PPK dapat terjebak dalam “melampaui kewenangan” dalam menjalankan tugas seperti contohnya: PPK yang mengintervensi proses pemilihan penyedia dalam proses tender, atau membuat syarat-syarat kualifikasi penyedia yang sebenarnya wewenang Pokja Pemilihan.
  4. Kehadiran dalam tahapan: Dalam menjalankan proses pengadaan barang/jasa, PPK dituntut kehadirannya dalam berbagai tahapan pengadaan. Absen-nya PPK dalam tahapan-tahapan tersebut dapat berimplikasi hukum yang tidak diinginkan, misalnya pada tahap pemeriksaan pekerjaan dan pengendalian kontrak.
  5. Proses Administrasi Keperdataan: PPK diharuskan melakukan pengadiministrasian yang baik atas seluruh proses pengadaan mulai dari perencanaan hingga serah terima pekerjaan. Dengan demikian, permasalahan-permasalahan yang berada dalam ranah keperdataan dapat diselesaikan dengan baik.
  6. Memiliki Pengukuran Kinerja: Setiap selesainya tahapa pengadaan barang/jasa, PPK harus melakukan penilaian kinerja. Apabila PPK tidak melakukan pengukuran kinerja, maka besar kemungkinan bahwa kesalahan akan terulang kembali di masa mendatang dengan memilih penyedia dengan kinerja buruk.
  7. Pengelolaan Risiko yang Berkelanjutan: Faktor keberlanjutan dalam pengelolaan risiko sangat penting karena bisa memitigasi berulangnya risiko yang sama pada masa mendatang. Setidaknya PPK memiliki catatan-catatan mengenai risiko yang pernah terjadi sehingga dapat menghindari terulangnya risiko tersebut.

Perencanaan oleh PPK

Salah satu kendala utama dalam managemen adalah lemahnya perencanaan. Sama halnya dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah, proses pengadaan merupakan hal yang fundamental. Beberapa hal yang menyebabkan lembahnya perencanaan antara lain:

  1. PPK yang terikat tahun anggaran

Masa kerja PPK yang terbatas pada tahun anggaran berakibat pada proses pengadaan mulai pada pelaksanaan pengadaan dan berhenti pada serah terima pekerjaan. Sedangkan proses perencanaan umumnya tidak dilaksanakan oleh PPK namun oleh pihak lain. PPK melaksanakan pekerjaan yang tidak direncanakan olehnya sehingga pada proses pelaksanaan pun rentan terjadi kendala. Solusi permasalahan ini adalah dengan membuat surat penugasan PPK yang tidak menyebut tahun anggaran. Dengan demikian, saat selesai proses pengadaan, PPK akan merencanakan pekerjaan pada tahun berikutnya, dan kemudian melaksanakan rencana tersebut, selama ia tidak dipindahtugaskan ke lingkungan kerja yang baru.

  1. Praktik Copy-Paste Perencanaan

Praktik ini sebenarnya merupakan akibat dari pembatasan penugasan PPK pada tahun anggaran. Saat tugas PPK selesai, tidak jelas siapa yang bertanggung jawab untuk merencanakan kegiatan. Pihak yang tidak melaksankaan pekerjaan pun akan kesulitan merencanakan kegiatan mendatang karena tidak memiliki basis data sama sekali untuk membuat estimasi. Solusi permasalahan ini adalah dengan membuat perencanaan sesuai yang diatur dalam Peraturan LKPP 7/2018 mengenai pedoman perencanaan barang/jasa pemerintah.

  1. Kompetensi yang kurang dari PPK

Pada kenyataannya, PPK dijabat oleh PNS yang memiliki sertifikat dasar pengadaan barang/jasa. Jarang sekali PPK yang memiliki sertifikat kompetensi PPK walaupun mereka menguasai teknis pekerjaan. Walaupun orang-orang seperti ini mampu melaksanakan pekerjaan dengan menggunakan kemampuan teknisnya, namun pada tahap perencanaan lemah karena kurang memahami kompetensi sebagai PPK. Solusinya adalah dengan meningkatkan kompetensi PPK dengan terlebih dahulu mendata personel yang menjabat sebagai PPK kemudian mengikutsertakan mereka ke diklat/bimtek okupasi PPK. Sesuai dengan SE LKPP No. 8 Tahun 2020 tentang tipologi Pejabat Pembuat Komitmen dan Standar Kompetensi pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk Pejabat Pembuat Komitmen, maka PPK dapat memiliki kompetensi yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

  1. Penyusunan RKA yang tidak mensyaratkan dokumen perencanaan

Hal terakhir yang penulis temukan adalah tidak adanya persyaratan penyertaan dokumen perencanaan sesuai Peraturan LKPP 7/2018 dalam menyusun RKA. Walaupun penyusunan Anggaran saat ini telah menggunakan aplikasi (SIPD misalnya), namun dasar penginputan data ke SIPD sepertinya perlu didukung oleh dokumen perencanaan seperti: identifikasi kebutuhan, dan penetapan kebutuhan barang. Dengan demikian, pihak-pihak yang merencanakan (seharusnya PPK) terbiasa membuat perencanaan dengan terlebih dahulu membuat identifikasi kebutuhan, bukan kebiasaan copy-paste.

PENUTUP

Berdasarkan analisis tersebut diatas, maka perencanaan merupakan hal penting yang perlu diperbaiki dan dilaksanakan oleh PPK. Kelamahan aspek perencanaan berakibat fatal mulai dari proses pengadaan yang berjalan kurang lancar hingga masalah hukum yang mengancam seluruh pelaku pengadaan, termasuk PPK.

Solusi yang mungkin dilaksanakan adalah dengan membuat surat penugasan PPK yang tidak terikat tahun anggaran. Dengan demikian diharapkan bahwa PPK juga melaksanakan perencanaan untuk pekerjaan pada tahun-tahun berikutnya. Selanjutnya adalah dengan mengikutsertakan PPK dalam diklat/bimtek okupasi PPK sehingga mereka memiliki pemahaman mengenai wewenang dan tanggung jawab sebagai PPK yang salah satunya adalah menyusun perencanaan untuk tahun mendatang. Kemudian dengan mensyaratkan adanya dokumen identifikasi kebutuhan dan dokumen lainnya dalam menyusun RKA sesuai Peraturan LKPP 7/2018.

Demikian karya tulis ini penulis susun sebagai hasil analisis mengenai lemahnya aspek perencanaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Semoga bermanfaat.

Salatiga,

Penulis

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 16 = 26