PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DALAM MENGELOLA RISIKO PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN DALAM MENGELOLA RISIKO PENGADAAN BARANG DAN JASA

 

Oleh : Yoelyanto, S.T., M.T

  1. PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melaksanakan kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dalam rangka pengelolaan APBN atau APBD, untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa.

PPK dalam melaksanakan pembayaran harus menguji apakah telah memenuhi persyaratan atau belum, Wewenang yang diberikan kepada PPK melekat akan tanggung jawab. PPK yang tidak melaksanakan tanggung jawab akan terkena sanksi hukum berupa sanksi hukum administratif, sanksi hukum pidana, atau sanksi hukum perdata.

1.2 Rumusan Masalah

Pengadaan barang / jasa terutama pada pengadaan barang / jasa pemerintah selain mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya maupun pembangunan daerah pada khusunya, dalam rangka pemberiaan manfaat untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah, juga mempunyai risiko risiko teknis, risiko keuangan, risiko administratif, risiko pidana maupun perdata, dan risiko Keselamatn dan Kesehatan Kerja (K3) dan Lingkungan.

Pembahasan makalah ini dibatasi pada alternative tanggapan dan strategi penanganan risiko, Untuk menghindari hal-hal yang berlawanan dengan hukum, PPK harus memahami aspek hukum yang menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengelola keuangan negara pada satuan kerja bersangkutan.

1.3       Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan makalah ini adalah memahami risiko dalam pengaadaan barang/ jasa dengan memahami peraturan pengadaan barang/ jasa dan melakukan fungsi manajemen risiko dalam mencegah atau meminimalkan pengaruh yang tidak baik akibat kejadian yang tidak terduga melalui penghindaran risiko atau persiapan rencana kontinjensi yang berkaitan dengan risiko tersebut, dalam rangka untuk menghindari hal-hal yang berlawanan dengan hukum.

.

  1. ISI

2.1       Landasan Teori

Pengertian risiko menurut ISO 31000 (2009/ISO Guide 73) adalah “pengaruh ketidakpastian pada tujuan. Ketidakpastian meliputi peristiwa (yang mungkin atau tidak terjadi) dan ketidakpastian yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau ketidakjelasan”.

Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah “peluang” (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah “risiko” (risk). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan.

Emmett J. Vaughan dalam bukunya Fundamentals of Risk and Insurance (John Wiley & Sons, 2008) mengemukakan beberapa definisi risiko sebaga berikut:

  • Risk is the chance of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian);

Chance of loss, berhubungan dengan suatu exposure (pemaparan atau tingkat kedaruratan) terhadap kemungkinan kerugian atau kondisi yang tidak menguntungkan. Dalam ilmu statistik, chance digunakan untuk menunjukkan tingkat kemungkinan akan munculnya situasi tertentu. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.

  • Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian);

Uncertainty dapat bersifat subyektif dan obyektif. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Sedangkan pengertian objective uncertainty dapat dilihat dari dua definisi risiko sebagai berikut :

  • Risk is the dispersion of actual from expected results (Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan); dan
  • Risk is the probability of any outcome different from the one expected (Risiko adalah probabilitas suatu hasil berbeda dengan yang diharapkan).

Herman Darmawi dalam buku Manajemen Risiko (2005) mendefinisikan risiko sebagai berikut:

  • Risiko merupakan penyebaran/penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan; dan
  • Risiko adalah probabilitas sesuatu hasil/outcome yang berbeda dengan yang diharapkan.

Menurut Rowe (1997), risiko dan ketidakpastian memiliki pengertian yang berbeda, tetapi mempunyai dampak/konsekuensi yang sama terhadap kerugian atau kerusakan. Ketidakpastian lebih sebagai akibat dari ketiadaan informasi karena kemungkinan terjadinya tidak dapat ditentukan, sedangkan risiko dapat ditentukan kemungkinannya karena adanya data dan informasi yang memadai. Dengan kata lain, jika kemungkinannya dapat dihitung, maka hal tersebut merupakan risiko. Sebaliknya, jika tidak dapat dihitung, hal tersebut merupakan ketidakpastian.

Wujud dari risiko itu dapat bermacam-macam, antara lain :

  • Berupa kerugian atas harta milik/kekayaan atau penghasilan, misalnya yang diakibatkan oleh kebakaran, pencurian, pengangguran dan sebagainya;
  • Berupa penderitaan seseorang, misalnya sakit/cacat karena kecelakaan;
  • Berupa tanggungjawab hukum, misalnya risiko dari perbuatan atau peristiwa yang merugikan orang lain; dan
  • Berupa kerugian karena perubahan keadaan pasar, misalnya karena terjadinya perubahan harga, perubahan selera konsumen dan sebagainya.

2.2     Ulasan Materi

Pengadaan barang jasa secara aturan meliputi pengadaan barang, jasa pekerjaan konstruksi, jasa konsukltansi dan jasa lainnya, yang dapat dilakukan secara terintegrasi dan dapat dilaksanakan secara swakelola dan/ atau penyedia. Pengadaan Barang/ jasa harus menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengguna dalam hal ini dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen akan memproses dari sejak perencanaan, persiapan, proses hingga barang itu diterima, sesuai pasal 11 peraturan tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 16 Tahun 18, berbunyi :

  • PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
  1. menyusun perencanaan pengadaan;
  2. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
  3. menetapkan rancangan kontrak;
  4. menetapkan HPS;
  5. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
  6. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
  7. menetapkan tim pendukung;
  8. menetapkan tim atau tenaga ahli;
  9. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
  10. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  11. mengendalikan Kontrak;
  12. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
  13. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan;
  14. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
  15. menilai kinerja Penyedia.
  • Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
  2. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
  • PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

Tugas dan wewenang PPK lainnya yaitu menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara, dilakukan dengan menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak tagih kepada negara, dan/atau menguji kebenaran dan keabsahan dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai.

Tugas dan wewenang lainnya yang harus dipikul oleh PPK yaitu (a) menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa, (b) memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara, (c) mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan, (d) memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara, dan (e) menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.

Peran Pejabat Pembuat Komitmen sesuai dengan peraturan memiliki tugas menetapkan bentuk Kontrak dengan memperhatikan nilai kontrak, jenis barang/jasa, metode pemilihan Penyedia dan/atau risiko pekerjaan sesuai ketentuan peraturan perundangan, sehingga Pejabat Pembuat Komitmen harus dapat mengantisipasi kemungkinan akan datang, sehingga Pejabat Pembuat Komitmen harus mampu melakukan proses identifikasi risiko, melakukan pengendalian risiko dan memonitor pelaksanaan pengendalian risiko kinerja pengadaan barang/jasa pada berbagai jenis pengadaan. Pengelolaan risiko merupakan bagian yang penting dan sangat stratejik dalam pengadaan barang/jasa, terutama dalam upaya mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.

Risiko dalam proses pengadaan barang/jasa merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan, yang dapat disebabkan karena berbagai faktor dan dapat terjadi pada setiap tahapan pengadaan. Pada umumnya dan tanpa mengabaikan perlunya memperhitungkan klasifikasi risiko lainnya, risiko yang sering dijumpai pada proses pengadaan lebih merupakan risiko operasional dan risiko stratejik.

Secara umum, risiko pada pengadaan, terutama pengadaan barang/jasa publik, dapat dikelompokkan atas beberapa kategori sebagai berikut:

  1. Risiko Teknis, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif, tetapi bisa juga merupakan risiko khusus, dan termasuk dalam klasifikasi risiko operasional. Risiko teknis pada dasarnya berhubungan dengan perubahan atau ketidakpastian terkait aspek kelengkapan/kecukupan desain serta spesifikasi, efisiensi operasional, dan keandalan (termasuk keusangan teknik). Risiko teknis mengancam kualitas dan ketepatan waktu pelaksanaan yang akan dihasilkan, yang bisa berdampak pada biaya. Bila risiko teknis menjadi kenyataan maka implementasinya bisa sangat sulit atau bahkan tidak mungkin
  2. Risiko Keuangan, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif dan termasuk klasifikasi risiko finansial/ekonomi. Risiko keuangan mencakup seluruh risiko yang akan berdampak pada kinerja dan kemampuan keuangan para pihak yang terlibat, termasuk diantaranya kejadian risiko akibat fluktuasi nilai mata uang, krisis likuiditas, inflasi, perubahan tingkat suku bunga, krisis moneter dan perubahan harga pasar.
  3. Risiko Administratif, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif dan termasuk dalam klasifikasi risiko kepatuhan atau bisa juga termasuk risiko operasional, yang lebih disebabkan karena kelemahan sistem/kelalaian aspek administrasi, kelengkapan dokumen, dan lain sebagainya yang bisa berdampak pada keterlambatan pelaksanaan, kerugian, dan bahkan aspek legalitas seperti tuntutan hukum dan litigasi.
  4. Risiko Pidana, yang berdasarkan sifatnya merupakan risiko spekulatif dan termasuk dalam klasifikasi risiko hukum, antara lain karena aspek keamanan, perusakan (vandalism), pencurian, penipuan/pemalsuan dan korupsi. Dalam pengadaan barang/jasa publik, risiko pidana korupsi perlu mendapat perhatian khusus karena akan berdampak pada penghentian atau kegagalan proses pengadaan, hukuman pidana bagi para pihak yang terlibat, mapun terhadap kinerja dan reputasi organisasi/unit kerja pemangku risiko. Risiko pidana korupsi dapat terjadi pada hampir setiap tahapan pengadaan, dari mulai tahap penilaian/penentuan kebutuhan, persiapan pengadaan, pemilihan peserta dan penentuan pemenang, sampai dengan tahapan pelaksanaan dan bahkan pelaporan keuangan.
  5. Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Lingkungan,terutama secara khusus diterapkan pada jenis pekerjaan konstruksi, yang berdasarkan sifatnya bisa merupakan risiko spekulatif ataupun risiko murni, dan umumnya termasuk klasifikasi risiko operasional. Risiko K3 sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 26 Tahun 2014 adalah semua potensi bahaya yang dapat mengakibatkan kecelakaan yang merugikan jiwa manusia, terganggunya proses produksi dan/atau pencemaran lingkungan kerja, yang meliputi bahaya benda bergerak, bahaya benda diam, bahaya benda fisik, bahaya listrik, bahaya kimiawi, bahaya biologis, bahaya ergonomis dan bahaya psikologis. Sedangkan risiko lingkungan terkait dengan potensi pencemaran atau gangguan tehadap lingkungan akibat kegiatan yang dilakukan, termasuk pemenuhan ketentuan dan persyaratan sesuai kebijakan lingkungan yang ada.

Adapun aspek hukum yang terkait dengan tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen antara lain :

  1. Bidang Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing hubungan satu dengan yang lainnya.

Dalam hal ini, Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum antara PPK dan Pihak Ketiga terkait dengan keputusan pejabat yang berwenang. Sanksi administratif dikenakan kepada PPK yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya. Pemberian sanksi administratif dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi hukum dapat berupa hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PPK yang terbukti melanggar aturan yang berlaku. Semua keputusan yang dikeluarkan pada proses ini merupakan keputusan pejabat negara/daerah atau publik. Apabila ada pihak yang dirugikan (Penyedia barang/jasa, atau masyarakat) akibat dikeluarkannya keputusan tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan secara tertulis atas keputusan tersebut melalui PTUN dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi.

  1. Bidang Hukum Perdata, Hukum Perdata adalah Peraturan-peraturan yang memberi perlindungan atas kepentingan pribadi dalam masyarakat tertentu, terutama yang bertalian dengan hubungan kekeluargaan, lalu lintas hubungan individu dan perjanjian-perjanjian antarindividu. Terdapat pula batasan yang lebih singkat: Hukum perdata adalah segala ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara warga dari suatu masyarakat/golongan tertentu mengenai kepentingan pribadi. Dengan demikian, hukum perdata mengatur hubungan hukum antara PPK dengan Pihak Ketiga/Penyedia Barang/Jasa sejak penandatanganan kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak pengadaan barang/jasa. Dalam proses ini PPK sebagai individu/pribadi. Sedangkan Penyedia barang/jasa adalah orang atau badan hukum (privat). Hubungan hukum antara PPK dengan Penyedia terjadi pada proses penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa sampai dengan proses berakhirnya kontrak merupakan hubungan hukum perdata khususnya hubungan kontraktual. Apabila terjadi perselisihan antara PPK dengan Penyedia barang/Jasa, misalnya Penyedia wanprestasi/ingkar janji maka diselesaikan melalui aturan-aturan keperdataan.
  2. Bidang Hukum Pidana, Hukum pidana adalah mengatur tentang persoalan mengenai tindakan-tindakan terhadap kejahatan-kejahatan dan hal-hal yang bersangkut paut dengan kejahatan perilaku anggota masyarakat dalam pergaulan hidup.Dengan demikian, hukum pidana mengatur hubungan hukum antara PPK dengan Pihak Ketiga/Penyedia barang/jasa sejak tahap persiapan pengadaan sampai dengan selesainya kontrak pengadaan barang dan jasa, sehingga PPK dan Pihak Ketiga/Penyedia barang/jasa terdapat hubungan hukum pidana. Hukum pidana atau The Criminal Law lazim disebut pula sebagai hukum Kriminal, karena memang persoalan yang diaturnya adalah mengenai tindakan-tindakan terhadap kejahatan-kejahatan pidana dan hal-hal yang bersangkut paut dengan kejahatan.

Ruang lingkup Tindakan/perbuatan yang dilakukan baik PPK maupun Penyedia barang/jasa adalah segala perbuatan atau tindakan yang melawan hukum/tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku mulai tahap persiapan sampai dengan selesainya kontrak. Aspek hukum pidana dalam proses pengadaan barang/jasa adalah bahwa hukum pidana diterapkan kalau sudah ada pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pihak PPK maupun pihak Penyedia barang/jasa dalam proses pengadaan barang/jasa. Hal ini sesuai dengan asas-asas hukum “Geen straf zonder schuld”, tiada hukuman tanpa kesalahan. Terkait dengan pengadaan barang/jasa tindak pidana dalam pengadaan barang/jasa titik rawan terjadinya penyimpangan seperti pada tahap perencanaan pengadaan adanya indikasi penggelembungan anggaran atau mark-up, rencana pengadaan yang diarahkan, rekayasa pemaketan untuk KKN, penentuan jadual pengadaan yang tidak realistis. Selanjutnya terkait dengan dokumen pelaksanaan anggaran, Apabila PPK tidak menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Pasal 83 dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Akibat kurang memahami, lalai, atau ketidak pedulian terhadap peraturan pengadaan barang jasa dari proses perencanaan barang/ jasa, persiapan pengadaan barang/ jasa, pelaksanaan dan serah terima, tidak jarang Pejabat Pembuat Komitmen mengalami permasalahan hukum, baik pidana maupun perdata.

2.3     Penyelesaian Masalah

Hal penting yang harus dilakukan dalam antisipasi terhadap risiko  pengadaan barang/ jasa, ialah dengan :

  1. Mengidentifikasi risiko yang meliputi kegiatan mengidentifikasi potensi dan karakteristik risiko dan mengidentifikasi para pihak yang terlibat dalam terjadinya risiko.
  2. Melakukan Pengendalian Risiko yang meliputi kegiatan menginventarisasi alternatif program/kegiatan pengendalian risiko secara cermat dan lengkap,menetapkan program/ kegiatan pengendalian risiko secara cermat dan lengkap data, dan Melaksanakan program pengendalian risiko yang ditetapkan.
  3. Memonitor pelaksanaan program pengendalian risiko yang meliputi kegiatan, melaksanakan monitoring pengendalian risiko secara tepat dan berkesinambungan dan Menganalisa hasil monitoring pengendalian risiko sebagai dasar untuk melakukan perbaikan atau mitigasi risiko.

Adapun beberapa alternatif tanggapan dan strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan, adalah sebagai berikut:

  1. Menghindari Risiko (risk avoidance), yaitu meniadakan risiko dengan tidak melakukan aktivitas yang berisiko, baik dengan melakukan perubahan rencana kegiatan, membatalkan kegiatan atau memilih alternatif kegiatan lain dengan tingkat risiko yang lebih rendah;
  2. Mengurangi Risiko (reducing the risk) atau dikenal juga dengan mitigasi risiko (risk mitigation), yaitu melakukan tindakan mitigasi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan, baik dengan mengurangi tingkat kemungkinan risiko maupun mengurangi dampak/ konsekuensi risiko, atau gabungan keduanya;
  3. Transfer Risiko (risk transfer), yaitu mengalihkan risiko ke pihak lain.
  4. Menerima Risiko (accepting the risk), yaitu menerima terjadinya risiko (biasanya risiko yang kecil) dengan tetap melaksanakan kegiatan dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan, atau tanpa melakukan perubahan apapun namun menyiapkan rencana kontinjensi jika risiko terjadi;

Strategi tanggapan dan penanganan risiko tersebut di atas bisa dilakukan sendiri-sendiri sesuai kategori, kondisi dan tingkat risikonya, ataupun diaplikasikan secara bersamaan, seperti berbagi risiko (sharing the risk) yang merupakan gabungan atau kombinasi dari menerima atau mengurangi risiko dengan mengalihkan sebagian dari risiko.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses penentuan tanggapan dan strategi penanganan risiko adalah waktu dan tempat terjadinya risiko. Karena sifat risik yang dinamis, ketidaktepatan atau keterlambatan waktu penanganan dapat mengurangi efektivitas rencana penanganan yang telah disusun.

Pada dasarnya, rencana tanggapan dan penanganan risiko harus ditujukan untuk mengurangi tingkat risiko berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

  • Efisien dari segi biaya;
  • Proporsional, sepadan dengan tingkat paparan risiko dengan memperhatikan
  • biaya dan manfaat;
  • SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic, Time bound)
  • Spesisfik, untuk setiap risiko sesuai dengan karakteristiknya;
  • Terukur, hasilnya dapat/mudah diukur;
  • Dapat dicapai, harus dapat dilaksanakan dengan target/sasaran yang dapat dicapai; dan
  • Realistis, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas sumber daya yang ada
  • Ada batasan waktu, dan dilaksanakan pada waktunya (timing);
  • Ditujukan pada penyebab timbulnya risiko;
  • Bukan untuk mengurangi jumlah risiko tetapi hanya untuk menurunkan tingkat (level) risiko;
  • Disepakati bersama, dengan para pihak yang terlibat; dan
  • Dikelola oleh seorang penanggung jawab.

  1. KESIMPULAN

Adapun manfaat yang akan diperoleh para pihak yang terkait dengan penerapan manajemen risiko dalam pengadaan barang/jasa, termasuk antara lain:

  1. Memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa selama proses pengadaan;
  2. Mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian/ekonomi biaya tinggi;
  3. Meningkatkan kemungkinan pemenuhan kebutuhan yang tepat waktu;
  4. Meningkatkan hasil pengadaan yang strategis;
  5. Melindungi kredibilitas dan reputasi;
  6. Memberikan perlindungan yang lebih baik bagi aset dan sumber daya manusia;
  7. Mengurangi kemungkinan terjadinya tuntutan litigasi;
  8. Meningkatkan kemampuan pengendalian ketidakpastian;
  9. Mereduksi dampak risiko yang mungkin terjadi;
  10. Meningkatkan kualitas dan efektivitas pengambilan keputusan;
  11. Memudahkan estimasi biaya yang lebih tepat dan realistis; dan
  12. Meningkatkan komunikasi diantara tim pengelola dan antar para pihak.

Serta hal utama yang akan dicapai, yaitu :

  • Keputusan-keputusan pengadaan yang lebih cerdas (smarter), dalam upaya mencapai manfaat aspek finansial maupun non-finansial;
  • Meminimalkan timbulnya kejutan (surprises), dan terpenuhinya harapan para pemangku kepentingan secara lebih baik melalui identifikasi dan pemahaman risiko potensial; dan
  • Pencapaian hasil yang lebih optimal, bagi pihak pengguna (buyer) maupun pihak penyedia (supplier), dalam hal pemenuhan kebutuhan proses bisnis atau operasional dan dalam konteks hubungan (relationship) antara keduanya.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Duswara, Dudu, M. Pengantar Ilmu Hukum, Bandung, PT Refika Aditama, 2000.
  2. LKPP, 2016, Unit Kompetensi 20 : Mengelola Risiko.
  3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
  4. Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia
  5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
  6. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kearsipan

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 50 = 57