Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Sanksi Hukum dalam Pelaksanaan Anggaran

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Sanksi Hukum dalam Pelaksanaan Anggaran

 

Oleh: Drs. H. Malindung Capah, MM*

 

Dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melaksanakan kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara atas beban APBN. PPK dalam melaksanakan pembayaran harus menguji apakah telah memenuhi persyaratan atau belum, Apakah penetapan rancangan kontrak telah memenuhi persyaratan atau belum. Wewenang yang diberikan kepada PPK melekat akan tanggung jawab. PPK yang tidak melaksanakan tanggung jawab akan terkena sanksi hukum berupa sanksi hukum administratif, sanksi hukum pidana, atau sanksi hukum perdata.

Kata kunci: Tanggung Jawab PPK dan Sanksi Hukum

1.   LATAR BELAKANG

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pengelolaan keuangan negara terdapat pemisahan fungsi, yaitu Menteri Keuangan sebagai Comptabel berfungsi sebagai Bendahara Umum Negara (BUN) atau Chief Financial Officer (CFO), dan Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai administrative beheer/Chief Operational Officer (COO) berfungsi sebagai ordonansering yang mempunyai kewenangan antara lain kewenangan melakukan pengujian atas tagihan kepada negara, kewenangan memerintahkan pembayaran dan pembebanan atas beban anggaran di lingkungan kementerian negara/lembaga yang bersangkutan. Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk memberikan kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Di samping itu, pemisahan ini dilakukan untuk menegaskan terlaksananya mekanisme check and balances.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menegaskan bahwa menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Dengan demikian menteri/pimpinan lembaga yang menguasai bagian anggaran mempunyai kewenangan atas penggunaan anggaran di lingkungan kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Namun dalam prakteknya wewenang pengujian dan pembebanan tagihan dapat didelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk.

Sejalan dengan pelimpahan kewenangan administratif sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang Perbendaharaan. Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). KPA atas pendelegasian wewenang dari PA menunjuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Bendahara; dan

Pejabat Penguji/Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) melalui surat keputusan. Dengan demikian dana anggaran pada satuan kerja dikelola oleh pejabat- pejabat pengelola anggaran yang terdiri dari KPA, PPK, Bendahara Pengeluaran, dan PPSPM.

PPK melaksanakan kewenangan KPA untuk melaksanakan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara. PPK melaksanakan kewenangan sesuai dengan kewenangan diberikan oleh KPA. Apabila PPK melaksanakan kewenangan yang melebihi kewenangan yang diberikan oleh KPA, PPK telah menyalahgunakan kewenangan dan hal tersebut melanggar peraturan, dan dapat dijerat berdasarkan hukum yang berlaku.

Pekerjaan apa saja yang menjerat PPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta jenis hukuman apa yang dapat menjerat PPK? Hal tersebut antara lain dapat terjadi karena mark-up, penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS); pemalsuan dokumen; kontrak/perjanjian bermasalah; serah terima pekerjaan; penyimpanan dokumen; dan pembayaran tagihan yang belum saatnya dibayarkan.

Untuk menghindari hal-hal yang berlawanan dengan hukum, PPK harus memahami aspek hukum yang menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengelola keuangan negara pada satuan kerja bersangkutan.

2.   TUGAS DAN WEWENANG PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bahwa dalam melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara, PPK memiliki tugas dan wewenang, yaitu:

  1. Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA);
  2. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
  3. Membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
  4. Melaksanakan kegiatan swakelola;
  5. Memberitahukan kepada Kuasa Bendahara Umum Negara (KBUN) atas perjanjian/kontrak yang dilakukannya;
  6. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;
  7. Menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;
  8. Membuat dan menandatangani SPP;
  9. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian kegiatan kepada KPA;
  10. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
  11. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;
  12. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

PPK

Pejabat Pembuat Komitmen

Penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana berdasarkan DIPA dilakukan dengan menyusun jadwal waktu pelaksanaan kegiatan termasuk rencana penarikan dananya, termasuk juga menyusun perhitungan kebutuhan Uang Persediaan (UP)/Tambahan Uang Persediaan (TUP) sebagai dasar pembuatan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) baik SPP-UP maupun SPP TUP. Di samping itu juga penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan yaitu mengusulkan revisi Petunjuk Operasional Kegiatan (POK)/DIPA kepada KPA.

Tugas dan wewenang PPK lainnya yaitu menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara, dilakukan dengan menguji kebenaran materiil dan keabsahan surat-surat bukti mengenai hak tagih kepada negara, dan/atau menguji kebenaran dan keabsahan dokumen/surat keputusan yang menjadi persyaratan/kelengkapan pembayaran belanja pegawai.

Tugas dan wewenang lainnya yang harus dipikul oleh PPK yaitu (a) menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa, (b) memastikan telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara, (c) mengajukan permintaan pembayaran atas tagihan berdasarkan prestasi kegiatan, (d) memastikan ketepatan jangka waktu penyelesaian tagihan kepada negara, dan (e) menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.

3.   BIDANG HUKUM YANG TERKAIT DENGAN TANGGUNGJAWAB PPK

  1. Bidang Hukum Administrasi Negara

Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing hubungan satu dengan yang lainnya.

Dalam hal ini, Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum antara PPK dan Pihak Ketiga terkait dengan keputusan pejabat yang berwenang. Misalnya penetapan spesifikasi teknis, penyusunan HPS, dan penyusunan kontrak, dan penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah (SPPBJ).

Sanksi administratif dikenakan kepada PPK yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya. Pemberian sanksi administratif dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sanksi hukum dapat berupa hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PPK yang terbukti melanggar aturan yang berlaku.

Semua keputusan yang dikeluarkan pada proses ini merupakan keputusan pejabat negara/daerah atau publik. Apabila ada pihak yang dirugikan (Penyedia barang/jasa, atau masyarakat) akibat dikeluarkannya keputusan tersebut dapat mengajukan gugatan pembatalan secara tertulis atas keputusan tersebut melalui PTUN dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi.

b.     Bidang Hukum Perdata

Hukum Perdata adalah Peraturan-peraturan yang memberi perlindungan atas kepentingan pribadi dalam masyarakat tertentu, terutama yang bertalian dengan hubungan kekeluargaan, lalu lintas hubungan individu dan perjanjian-perjanjian antarindividu. ?Terdapat pula batasan yang lebih singkat: ?Hukum perdata adalah segala ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara warga dari suatu masyarakat/golongan tertentu mengenai kepentingan pribadi.?

Dengan demikian, hukum perdata mengatur hubungan hukum antara PPK dengan Pihak Ketiga/Penyedia Barang/Jasa sejak penandatanganan kontrak sampai dengan berakhirnya kontrak pengadaan barang/jasa. Dalam proses ini PPK sebagai

individu/pribadi. Sedangkan Penyedia barang/jasa adalah orang atau badan hukum (privat).Hubungan hukum antara PPK dengan Penyedia terjadi pada proses penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa sampai dengan proses berakhirnya kontrak merupakan hubungan hukum perdata khususnya hubungan kontraktual.

Apabila terjadi perselisihan antara PPK dengan Penyedia barang/Jasa, misalnya Penyedia wanprestasi/ingkar janji maka diselesaikan melalui aturan-aturan keperdataan.

c.        Bidang Hukum Pidana

Hukum pidana adalah mengatur tentang persoalan mengenai tindakan-tindakan terhadap kejahatan-kejahatan dan hal-hal yang bersangkut paut dengan kejahatan perilaku anggota masyarakat dalam pergaulan hidup.

Dengan demikian, hukum pidana mengatur hubungan hukum antara PPK dengan Pihak Ketiga/Penyedia barang/jasa sejak tahap persiapan pengadaan sampai dengan selesainya kontrak pengadaan barang dan jasa. Kegiatan yang dilakukan antara PPK dengan Penyedia barang/jasa pada tahap persiapan pengadaan sampai dengan selesainya kontrak terdapat hubungan hukum pidana.

Hukum pidana atau The Criminal Law lazim disebut pula sebagai hukum Kriminal, karena memang persoalan yang diaturnya adalah mengenai tindakan-tindakan terhadap kejahatan-kejahatan pidana dan hal-hal yang bersangkut paut dengan kejahatan  perilaku anggota masyarakat dalam pergaulan hidup.

Ruang lingkup Tindakan/perbuatan yang dilakukan baik PPK maupun Penyedia barang/jasa adalah segala perbuatan atau tindakan yang melawan hukum/tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku mulai tahap persiapan sampai dengan selesainya kontrak.

Aspek hukum pidana dalam proses pengadaan barang/jasa adalah bahwa hukum pidana diterapkan kalau sudah ada pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pihak PPK maupun pihak Penyedia barang/jasa dalam proses pengadaan barang/jasa. Hal ini sesuai dengan asas-asas hukum ?Geen straf zonder schuld?, tiada hukuman tanpa kesalahan.

Terkait dengan pengadaan barang/jasa tindak pidana dalam pengadaan barang/jasa titik rawan terjadinya penyimpangan seperti pada tahap perencanaan pengadaan adanya indikasi penggelembungan anggaran atau mark-up, rencana pengadaan yang  diarahkan, rekayasa pemaketan untuk KKN, penentuan jadual pengadaan yang tidak realistis.

Selanjutnya terkait dengan dokumen pelaksanaan anggaran, Apabila PPK tidak menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan  kegiatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Pasal 83 dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Bidang hukum yang mengatur hubungan hukum antara pejabat publik dan masyarakat yang merupakan hukum administrasi negara atau tata usaha negara, dimana apabila terjadi kesalahan administrasi bisa membuat pejabat tersebut memperbaiki keputusan administrasi atau berhadapan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Demikian halnya pada bidang hukum perdata, yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum (PPK) dengan subjek hukum lainnya (Pihak Ketiga/Penyedia Barang/Jasa) terjadi wanprestasi, atau seorang debitur (penyedia barang/jasa) cedera janji atau lalai untuk memenuhi kewajibannya, sehingga terdapat unsur perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi negara.

4.   SIMPULAN

PPK mempunyai tugas menetapkan spesifikasi teknis, menetapkan rancangan kontrak, menetapkan HPS, menguji kebenaran, keabsahan, dan kelengkapan dokumen serta pembebanan anggaran.

Suatu hal yang sangat penting dipahami oleh PPK dan Pihak Ketiga/Penyedia barang/jasa adalah pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemahaman terhadap aspek hukum bidang hukum adminstrasi negara, pidana, dan perdata.

Konsekuensi hukum dari sanksi hukum administrasi negara adalah sanksi hukuman ringan, sedang, atau berat. Sedangkan sanksi hukuman dari sisi hukum perdata adalah ganti rugi bersifat materi. Selanjutnya sanksi hukum dari perbuatan pidana adalah penjara.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 77 = 79