VARIAN BARU VIRUS FRAUD

Vaksinasi nasional telah virus Covid-19 Telah berjalan beberapa bulan. Saat ini kita dibuat was-was dengan pengumuman mutasi virus corona jenis baru yang telah masuk ke Indonesia melalui dua orang TKI yang datang dari Arab Saudi. Berita tersebut, menjadi kado “milad” setahun Covid-19 bagi pemerintah dan rakyat Indonesia.

Di berita lain, tayangan tentang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme melibatkan lembaga maupun pejabat penyelenggara negara, terasa lebih menakutkan melebihi virus itu sendiri. Baik yang berhubungan langsung maupun tidak dengan Covid-19. Kasus viral misalnya: Program JPS Kemnaker dan Bansos Kemensos, yang layaknya banjir siap menerjang siapa saja, termasuk profesi pedangdut, advokat, dan auditor BPK.

Belum terlambat pemerintah menyatakan “perang” menanggulangi Covid, setelah sebelumnya sempat “berdamai”. Strategi tersebut diberi nama program “Pemulihan Ekonomi Nasional” dengan fokus pada 6 sektor, total anggarannya Rp356,5 triliun!

Sebagai rakyat, sesungguhnya kita menaruh kepercayaan tinggi pada KPK, BPK, APIP, PPATK, Kepolisian, dan Kejaksaan mengawal anggaran dahsyat ini dengan tegas, profesional, berkeadilan, sesuai tupoksi masing-masing lembaga.

Varian Baru, tapi Pola Lama

Sebagaimana kebaikan, kejahatan juga selalu membentuk pola. Begitu cara berpikir auditor. Modus penyelewengan duit negara biasanya memanfaatkan transfer antar bank, namun kini prakteknya “ber-mutasi” dengan modus transfer tunai dari mobil pemberi ke mobil penerima suap. Bagi penegak hukum ini modus biasa dan sudah lama. Namun bagi masyarakat awam, tergolong varian baru ber-KKN agar lolos dari deteksi penindakan.

Bagi pelaku, sangat penting melakukan pencitraan program. Untuk membungkusnya diramulah propaganda. Perhatian orang teralihkan dari pokok perkara dan kejahatan terus berlangsung. Dalam beberapa kasus, masyarakat tidak mengira itu kejahatan tetapi malah wujud kebaikan. Alhasil pelakunya mendapat nama (reputasi) sekaligus uang (materi).

Di kelas, penulis biasanya menggunakan ‘nama ikan’ untuk menerangkan teori fraud. Bahwa korupsi itu hanya ada 2 jenis; korupsi kecil dan korupsi besar. Korupsi kecil itu makan duit anggaran, dianalogikan dengan buku juku’ atau ulu juku’ (tulang ikan atau kepala ikan). Sedangkan korupsi besar itu mengubah aturan dan menyesuaikan kebijakan, demi mengatur hanya ke sumber tertentu alokasi angggaran. Ini dilakukan semata-mata mencari assingna juku’ (daging ikan) untuk dinikmati bersama.

Makan ulu juku’ secara nominal biasanya tidak sebesar dan sebanyak korupsi assinna juku’. Tapi indikator ini relatif, tergantung selera dan peruntungan para pelaku. Ada kalanya dapat utuh daging ikan, namun yang dimaksud ikan mairo (teri basah). Atau bisa jadi dapat kepala ikan, tapi ia besyukur karena yang dimaksud disini yaitu jenis ikan lamuru atau ikan tuna khas Bonto Tiro, Bulukumba.

Varian KKN sebenarnya bermacam-macam. Dalam jurnal auditing dikenal istilah pungli, suap, mark up, mark down, gratifikasi, proyek fiktif, serta masih banyak pola-pola lainnya dalam aspek Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah.

Lebih dari itu, realitasnya Sumber Daya Alam (SDA) selalu menjadi sasaran empuk untuk dikorupsi melalui “transaksi” perizinan. Fakta ini menegaskan bukan penyederhanaan aturan (Omnibus of Law) yang perlu fokus perhatian, tapi “jual beli” kewenangan yang harus diawasi dan terus diberantas. Di musim hujan ini, uang itu layaknya air. Ia bisa menyesuaikan diri sesuai wadahnya. Korupsi level ini terjadi karena adanya perselingkuhan kekuasaan dan bisnis.

Akhirnya, kita menyadari begitu banyak paradoks kepatuhan. Diminta berpartisipasi namun aksesibilitas informasi dan data dibatasi. Diminta taat pajak, justru pegawainya sendiri bermain suap. Diminta melaporkan, seketika pula buzzer melakukan kontra-narasi, pengalihan isu, dan semuanya menguap, hingga datang berita tanpa jeda menayangkan OTT dan pencidukan.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

70 + = 78