Di dunia pengadaan saat ini, aspek regulasi dalam dunia pengadaan merupakan hal yang sangat penting dalam mengatur dan menggerakkan roda pembangunan. Hal ini sejalan dengan keadaan dunia yang bergerak dan berubah sangat cepat serta akses informasi tanpa batas bagi para pelaku pengadaan didalamnya. Hal ini yang menjadi faktor penting dari sisi eksternal untuk dijadikan acuan dan pembanding dalam aspek regulasi. Jika kita melihat dari sisi internal maka melihat satu sisi pandang akademisi , praktisi, serta penentu kebijakan maka tentu akan terjadi perbedaan pendapat. Maka dari itu sangat penting jika dari sisi internal dalam hal ini akademisi, praktisi serta penentu kebijakan untuk berkolaborasi demi terwujudnya aspek regulasi yang seimbang sesuai asas manfaat dari segala pihak.
Pada case diatas maka menimbulkan beberapa pendapat, dimana acuan yang dijadikan referensi hukum ialah Perubahan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 yaitu Peraturan Presiden No 12 tahun 2021, Peraturan Menteri No 14 Tahun 2020, Surat Edaran Kepala LKPP Republik Indonesia No 1 tahun 2021.
source : instgram lkpp_ri
Pendapat pertama , jika ditinjau dari Peraturan Presiden No 12 tahun 2021 terkait klasifikasi usaha kecil pada Bagian Kesatu tentang peran serta usaha kecil dan koperasi pada Pasal 65 poin 4 (empat) : “ Paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp. 15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah) diperuntukkan bagi usaha kecil dan/atau koperasi”
Dalam hal ini bertentangan dengan Pasal 85 II pada poin 3 huruf a yaitu :
“ 3. Pada saat ini Peraturan Presiden ini mulai berlaku, pengadaan pekerjaan konstruksi / pengadaan jasa konsultansi konstruksi / pekerjaan konstruksi secara terintegrasi tetap dilaksanakan sesuai :
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 14 tahun 2020 tentang standar dan pedoman pengadaan jasa konstruksi melalui penyedia dan peraturan pelaksana
Sampai diterbitkannya Peraturan Kepala Lembaga LKPP mengenai Pengadaan Pekerjaan Konstruksi / jasa konsultansi konstruksi/ pekerjaan konstruksi secara terintegrasi “
Jadi dapat Disimpulkan pada pendapat pertama bahwa jika “ Pada Pekerjaan Konstruksi dengan nilai HPS lebih 2,5 M (dua setengah milyar) maka tetap mengacu pada Peraturan Menteri No 14 tahun 2020, yaitu tetap pada klasifikasi Usaha Menengah. Sampai terbitnya peraturan Kepala Lembaga”
source : upeks.go.id
Pada pendapat kedua, dalam hal ini menyatakan bahwa dalam hal pengklasifikasian jenis Usaha berpedoman pada Peraturan Presiden No 12 tahun 2021 terkait klasifikasi usaha kecil pada Bagian Kesatu tentang peran serta usaha kecil dan koperasi pada Pasal 65 poin 4 (empat) : “ Paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp. 15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah) diperuntukkan bagi usaha kecil dan/atau koperasi”
Sedangkan pada “Segmentasi dokumen pengadaan” mengacu pada Dalam hal ini bertentangan dengan Pasal 85 II pada poin 3 huruf a yaitu :
“ 3. Pada saat ini Peraturan Presiden ini mulai berlaku, pengadaan pekerjaan konstruksi / pengadaan jasa konsultansi konstruksi / pekerjaan konstruksi secara terintegrasi tetap dilaksanakan sesuai :
“ a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 14 tahun 2020 tentang standar dan pedoman pengadaan jasa konstruksi melalui penyedia dan peraturan pelaksana
Sampai diterbitkannya Peraturan Kepala Lembaga LKPP mengenai Pengadaan Pekerjaan Konstruksi / jasa konsultansi konstruksi/ pekerjaan konstruksi secara terintegrasi “
Jadi dapat disimpulkan bahwa pada pendapat ini pada klasifikasi jenis usaha mengacu pada peraturan presiden No 12 tahun 2021, sedangkan pada dokumen pengadaan mengacu pada peraturan Menteri PUPR No 14 tahun 2020. Berbeda dengan pendapat pertama yang hanya berpedoman pada Peraturan Menteri PUPR No 14 tahun 2020.
Referensi : Peraturan Presiden No 12 tahun 2021, Peraturan Menteri No 14 Tahun 2020, Surat Edaran Kepala LKPP Republik Indonesia No 1 tahun 2021.