Manajemen Risiko Eksplorasi Dengan Pengeboran Panas Bumi Di Indonesia Dalam Skema Risk Sharing Badan Swasta Dan Pemerintah

Manifestasi panas bumi relatif bisa dijumpai hampir diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini diakibatkan karena adanya pertemuan 2 (dua) pegunungan besar dunia yakni pegunungan mediterania dan pegunungan muda sirkum pasifik.

Rangkaian pegunungan secara vulkanis ini berkorelasi dengan banyaknya gunung api aktif yang berada di Indonesia dengan instrusi magma yang besar dan secara terus-menerus.

Dengan adanya aktivitas vulkanis tersebut akan memberikan dampak strategis bagi Indonesia yang memiliki sumber panas bumi yang besar. Bahkan menjadi negara terbesar dengan potensi bauran panas bumi di dunia mencapai 30 sampai dengan 40 persen total panas bumi di dunia.

Akan tetapi hingga saat ini pun penggunaan energi panas bumi masih sedikit. Terbukti dari kapasitas penggunaan ennergi yang hanya sekitar 1.513,5 MW saja.

Padahal dari total spesifik cadangan panas bumi mencapai 29.453,5 MW.

Kondisi inilah yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan dilakukannya diversifikasi energi yang tidak saja dari unsur energi fosil saja, selain daripada energi panas bumi ini dimanfaatkan secara ramah lingkungan.

SEKILAS MENGENAI PANAS BUMI

Panas bumi merupakan bentuk energi yang dihasilkan oleh panas yang berada dibawah permukaan tanah tepatnya dibawah cap rock atau batuan penutup yang keras.

Pada saat melakukan eksplorasi dan eksploitasi energi panas bumi maka, teknologi yang digunakan harus bisa mencapai dan merekah cap rock tersebut sehingga ekstrusi panas dapat keluar.

Panas inilah kemudian yang dimanfaatkan sebagai energi terutama pada energi kelistrikan. Namun, panas bumi juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain seperti untuk rekreasi dll.

Secara normatif panas bumi ditentukan sebagai sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara

genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi sebagaimana terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi Jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam pemanfaatannya kemudian dibagi menjadi dua klasifikasi antara lain: pertama pemanfaatan langsung. Pemanfaatan Langsung adalah kegiatan pengusahaan

pemanfaatan Panas Bumi secara langsung tanpa melakukan proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi jenis energi lain untuk keperluan nonlistrik.

Kedua adalah Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan Panas Bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas danjatau fluida menjadi energi listrik.

Salah satu yang menjadi pertimbangan adanya klasifikasi pemanfaatan ini berkaitan dengan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melakukan pengembangan.

Selain itu secara teknis kedua pemanfaatan tersebut berbeda dengan membutuhkan teknologi dan infrastruktur yang berbeda pula.

Pada pengembangan untuk pemanfaatan langsung berada pada kompetensi pemerintah daerah sedangkan untuk pemanfaatan tidak langsung berada pada kewenangan pemerintah pusat.

Pada penulisan ini akan difokuskan pada pemanfaatan tidak langsung panas bumi.

BANKABILITY PENGUSAHAAN PANAS BUMI UNTUK PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG

Pada dasarnya sebagai energi yang belum dikembangkan secara optimal dibandingkan dengan sektor gas dan minyak bumi serta batu bara menempatkan energi listrik dari panas bumi harus berjalan kompetitif dengan existing energi.

Namun, permasalahan lain kemudian dikemukakan adalah adanya tahapan eksplorasi dengan potensi risiko kegagalan yang tinggi yakni mencapai 95 persen sebagaimana disampaikan pada FGD Geothermal sebagai kedaulatan energi yang disampaikan oleh Ida Farida pada medio Juni tahun 2020.

Adapun kegagalan yang dimaksud apabila tidak ditemukan sumber panas bumi yang memadai untuk ditransformasikan menjadi energi maupun terjadinya kegagalan teknis geokimia, geofisika dan geologinya.

Di lain sisi tawar harga listrik panas bumi seringkali menemukan permasalahan dengan ketidaksepakatan harga pembelian listrik oleh Perusahaan Listrik Negara. Maka dari itu dengan kondisi yang seperti ini akan memicu dekandensi minat pengusaha dalam pengembangan energi panas bumi untuk ketenagalistrikan ini.

 

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.08/2017 tentang Pengelolaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI)

 

Ambisi melakukan diversifikasi energi tidak mungkin dapat dilakukan apabila tidak adanya kerjasama antar intra pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Secara umum kewenangan pengurusan dan pengelolaan panas bumi berada pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM). Namun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan pengelolaan dan eskalasi pengembangan panas bumi dengan melibatkan sektor kementerian lain dibawah koordinasi Presiden Republik Indonesia.

Sebagaimana ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.08/2017 tentang Pengelolaan Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur (Permenkeu)  yang mana ini merupakan domain kewenangan Kementerian Keuangan qq. Menteri Keuangan yang beririsan dengan Kemen ESDM sebagai pengurus dan pengelola utama energi di Indonesia.

Pada PermenKeu ini mengamanatkan bahwa adanya Dana Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi atau yang disebut dengan Dana PISP. Dana PISP adalah dana yang bersumber dari pengalihan investasi pemerintah berupa fasilitas dana geothermal (panas bumi) dari Pusat Investasi Pemerin tah kepada Perusahaan Perseroan (Persero) PT Sarana Multi Infrastruktur yang digunakan untuk ·pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi, dan sumber dana lainnya yang sah.

Adapun bentuk pengelolaan Dana PISP ini dapat berupa pemberian pinjaman; penyertaan modal dan/atau penyediaan data dan informasi panas bumi sebagaimana dinyatakan pada Pasal 4.

Terhadap pemberian pinjaman dapat dilakukan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melaksanakan pemanfaatan tidak langsung; badan usaha yang melaksanakan Pemanfaatan Tidak Langsung yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh

BUMN; badan usaha Pemegang Ketenagalistrikan; dan/ atau badan usaha pemegang Izin Panas Bumi (sebagaimana diganti menjadi Perizinan Berusaha di Bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja).

Kedua adalah dengan penyertaan modal dapat dilakukan dalam rangka pendirian badan usaha baru (special purpose vehicle) yang melaksanakan Pemanfaatan Tidak Langsung; penyertaan modal pada badan usaha yang melaksanakan Pemanfaatan Tidak Langsung yang didalamnya belum terdapat saham PT SMI; penyertaan modal pada badan usaha yang melaksanakan Pemanfaatan Tidak Langsung yang didalamnya sudah terdapat saham PT SMI, dalam rangka menambah kepemilikan saham PT SMI pada badan usaha tersebut sebagaimana dinyatakan pada Pasal 7 ayat (1) Permenkeu a quo.

Ketiga adalah penyediaan Data dan Informasi Panas Bumi yang dilakukan oleh PT SMI berdasarkan penugasan khusus dari Menteri Keuangan. Penugasan khusus tersebut dilakukan  berdasarkan Surat Keputusan Penugasan Khusus yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan clan Risiko untuk masing-masing wilayah yang diusulkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau Direktur Utama BUMN/anak perusahaan BUMN yang bergerak di bidang Panas Bumi.

Adapun penetapan Surat Keputusan Penugasan tersebut diterbitkan setelah Menteri

Keuangan menyetujui rekomendasi yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas usulan Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral atau Direktur Utama BUMN/anak perusahaan BUMN yang bergerak di bidang Panas Bumi sebagaimana dinyatakan pada Pasal 8 Permenkeu ini.

Menariknya adalah pada bagian data dan informasi panas bumi diatas menghendaki adanya dua skema dalam eksplorasi pengeboran yakni dalam proses government drilling dan State owned enterprises drilling.

Dana PISP ini kemudian digunakan untuk pembiayaan eksplorasi, eksploitasi dan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang mana ketentuan ini mengakomodir pembiayaan eksplorasi dengan potensi risiko pengembangan hingga 95 persen tersebut.

Baik itu dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini dalam unsur tata laksana dan unit kerja yang ada di kementerian ESDM dan/atau berdasarkan penugasan langsung atau direct appoitnment kepada BUMN.

Maka diharapkan adanya transfer risk sharing antara pemerintah dengan badan swasta dalam skema government drilling sebesar 100 persen hingga suatu sistem panas bumi dapat disiapkan untuk pelelangan maupun SOE Drilling dengan risk sharing sebesar 50 persen untuk pengembangan wilayah kerja.

Dengan adanya Permenkeu ini besar harapan dapat membuka peluang investasi besar di sektor pemanfaatan tidak langsung panas bumi, sehingga diversifikasi energi dan mereduksi ketergantungan energi fosil dapat dilakukan dengan pelibatan pilar-pilar pembangunan ekonomi.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 + 4 =