Konstruksi Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Pengadaan Barang/Jasa Dalam Prespektif Hukum Publik

Secara normatif pengertian pengadaan barang/jasa pemerintah (pengadaan barang/jasa) adalah kegiatan pengadaan barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres Pengadaan barang/jasa pemerintah).

Pada tahapan identifikasi kebutuhan sampai dengan adanya serah terima hasil pekerjaan bukan berarti dapat dilalui tanpa mengalami permasalahan hukum seperti adanya sengketa yang bersifat privat.

Hal ini tercermin pada Bagian Keenam Penyelesaian Sengketa Kontrak pasal 85 yang di ayat (1) menyatakan Penyelesaian sengketa kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian sengketa kontrak, arbitrase, atau penyelesaian melalui pengadilan. Dan pada ayat (2) menyatakan bahwa Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)  juga dapat menyelenggarakan layanan penyelesaian sengketa kontrak.

Namun apabila melihat pada penggunaan terminologi sengketa kontrak menandakan adanya hubungan setara antar para pihak atas kesepakatan atau kontrak yang sudah disusun.

Hal ini secara langsung berimplikasi pada konsekuensi atas pelanggaran kontrak hanya didasarkan pada kesepakatan para pihak sebagaimana diatur dalam kontraknya secara limitatif.

Padahal hubungan antar para pihak dalam konteks hukum badan umum juga mengisyaratkan bahwa para pihak berada pada posisi hirarkis. Sebab dalam penganggaran pengadaan barang/jasa pemerintah ini pun juga melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 angka 1 a quo.

Dengan adanya kewenangan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah mengalokasikan APBN/APBD maka menempatkan posisi ketiga entitas tersebut sebagai badan hukum umum dan bukan dalam konteks badan hukum privat yang sejalan dengan penerapan penggunaan kontrak.

Jika mengacu pada badan hukum umum atau publik maka pemerintah Cq Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah memiliki kompetensi dalam memberikan sanksi dalam hal pelaku usaha atau penyedia barang/jasa tidak melaksanakan kewajiban maupun hal-hal yang dikategorisasikan sebagai wanprestasi sebagaimana dimuat dalam klausul kontraknya.

Secara etimologi sanksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah imbalan negatif, berupa pembebanan atau penderitaan yang ditentukan dalam hukum. Disisi lain dalam pengertian Black’s Law Dictionary, sanction adalah a penalty or punishment provided as a means of enforcing obedience to a law .

Mengenai Sanksi Daftar Hitam

Dalam Perpres pengadaan barang/jasa pemerintah a quo menyatakan secara eksplisit mengenai sanksi daftar hitam. sanksi daftar hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 angka 49 Perpres a quo.

Terhadap tindakan-tindakan seperti tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan sebagaimana terdapat pada Pasal 78 ayat (3) huruf a maka akan dikenai sanksi pe:rcairan Jaminan Pelaksanaan atau sanksi pencairan Jaminan Pemeliharaan, dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun.

Selain itu dalam hal penyedia tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan; menyebabkan kegagalan bangunan;  menyerahkan Jaminan yang tidak dapat dicairkan akan dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan, sanksi pencairan Jaminan Penawaran, dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun.

Terakhir pada Pasal 78 ayat (5) huruf b menyatakan penyedia yang melakukan kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit akan dikenai sanksi sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 78 ayat (2) menyatakan Dalam hal pemenang pemilihan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi administratif dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun.

Penggunaan kata ‘dan’ dalam frasa tersebut mengindikasikan sanksi yang diberikan bersifat kumulatif dan saling terkait satu sama lain. Artinya sanksi daftar hitam tidak berdiri sendirian sebagai upaya penghukuman atas perbuatan penyedia namun merupakan gabungan dari beberapa jenis sanksi lainnya sebagaimana diatas.

Secara empiris pengetahuan mengenai adanya sanksi daftar hitam baru diketemukan oleh penulis pada Peraturan Presiden mengenai Pengadaan barang/jasa pemerintah ini.

pada Black’s Law Dictionary, blacklist atau daftar hitam adalah where a list of insolvent or untrustworthy persons is published by a commercial agency or mercantile association

apabila merujuk pada pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai daftar hitam menyatakan  daftar nama orang atau organisasi yang dianggap membahayakan keamanan atau daftar nama orang yang pernah dihukum karena melakukan kejahatan.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu.

Secara lebih terperinci pengaturan mengenai sanksi daftar hitam ini terdapat dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Sanksi daftar hitam ini direkapitulasi dalam Daftar Hitam Nasional yang merupakan kumpulan sanksi daftar hitam yang ditayangkan pada Portal Pengadaan Nasional sebagaimana terdapat pada Pasal 1 angka 20 Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Selain daripada perbuatan-perbuatan pelanggaran diatas, atas dasar rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)/ Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) juga dapat merekomendasikan peserta pemilihan/Penyedia dikenakan Sanksi Daftar Hitam sehingga Pengguna Anggaran (PA)/ Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) maupun Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah akan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam berdasarkan hasil rekomendasi dari BPK/APIP tersebut sebagaimana terdapat pada Pasal 16 ayat (2) Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 tersebut.

Masa Berlaku Sanksi Daftar Hitam

Selanjutnya mengenai keberlakuan sanksi daftar hitam ini dinyatakan pada Pasal 6 Peraturan LKPP ini antara lain:

  1. Sanksi Daftar Hitam berlaku sejak tanggal Surat Keputusan ditetapkan dan tidak berlaku surut (nonretroaktif)
  2. Penyedia yang terkena Sanksi Daftar Hitam dapat menyelesaikan pekerjaan lain, jika kontrak pekerjaan tersebut ditandatangani sebelum pengenaan sanksi.
  3. Peserta pemilihan yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, huruf b, atau huruf c dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun.
  4. Peserta pemilihan yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d atau huruf e dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun.
  5. pemenang pemilihan/Penyedia yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, huruf g, atau huruf h dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun.

Prosedur Pemberian Sanksi Daftar Hitam

Adapun Prosedur Pemberian Sanksi Daftar Hitam adalah

  1. adanya pengusulan yang dilakukan oleh PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam hal menemukan perbuatan Peserta pemilihan /Penyedia sebagaimana dinyatakan pada Pasal 3 Peraturan LKPP a quo.
  2. Pemberitahuan, dalam hal ini PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan menyampaikan tembusan/salinan surat usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam kepada peserta pemilihan/Penyedia pada hari yang sama dengan waktu penyampaian usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dinyatakan pada Pasal 11 ayat (1) Peraturan LKPP A quo;
  3. Keberatan yakni Peserta pemilihan/Penyedia dapat mengajukan keberatan atas usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam dapat mengajukan surat keberatan kepada PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dengan menyerahkan tembusan kepada APIP selambat-lambatnya lima hari terhitung sejak tembusan surat diterima.
  4. Adanya permintaan rekomendasi yakni PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyampaikan surat permintaan rekomendasi kepada APIP yang sesuai dengan usulan penetapan Sanksi Daftar Hitam dan/atau keberatan dengan melampirkan bukti-bukti yang relevan.
  5. Pemeriksaan usulan, yakni APIP menindaklanjuti permintaan rekomendasi dan keberatan dengan menyelenggarakan pemeriksaan dan/atau klarifikasi kepada PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan, peserta pemilihan/Penyedia dan/atau pihak lain jika dibutuhkan;
  6. Penetapan yakni PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Sanksi Daftar Hitam;
  7. Terakhir, penayangan sanksi daftar hitam, PA/KPA atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menayangkan Sanksi Daftar Hitam pada Daftar Hitam Nasional dengan menyampaikan identitas peserta pemilihan/Penyedia kepada Unit Kerja yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik (LKPP) melalui Portal Pengadaan Nasiona sebagaimana terdapat pada Pasal 18 ayat (1) Peraturan LKPP a quo.
Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 + 2 =