Mengenal Sistem E-Catalogue dan E-purchasing dalam Pengadaan Barang/Jasa Farmasi

Sumber gambar: freepik.com

Ketersediaan alat-alat kesehatan dan berbagai sediaan farmasi di berbagai pusat pelayanan kesehatan perlu memperoleh perhatian yang lebih untuk menjamin pelaksanaan pelayanan secara utuh dan aktif. Berbagai instansi seperti rumah sakit, apotek, puskesmas klinik kesehatan dan lain-lain memegang peran vital dalam memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat.

Namun nyatanya, ketersediaan alat-alat kesehatan dan obat-obatan sering kali menghadapi suatu kendala, salah satunya yakni terjadi rivalitas antarinstansi maupun antardaerah akibat adanya sistem lelang (Farmasi Asia, 2016).

Selain itu, masih banyak masalah-masalah yang umumnya terjadi dalam pengadaan barang/jasa di bidang farmasi. Beberapa masalah tersebut antara lain yakni sebagai berikut:

1. Terjadi rivalitas antarinstansi maupun antardaerah akibat adanya sistem lelang

2. Tidak seragamnya harga membuat setiap farmasi berlomba-lomba untuk mendapatkan penyedia dengan harga termurah dengan kualitas yang sama.

3. Pengadaan dengan cara konvensional cenderung menyedot waktu yang lebih lama dari pada cara baru seperti e-catalogue dan e-purchasing.

4. Distribusi sediaan farmasi tidak merata dan waktu kedatangannya yang kurang mampu memenuhi ekspektasi instansi.

Dengan berbagai masalah yang sering ditemukan dalam proses pengadaan tersebut, sudah selayaknya pemerintah menghadirkan inovasi, salah satunya yakni penggunaan e-katalogue dan e-purchasing.

Mengutip dari laman gilmu.famasetika.com (2019), e-katalog obat berisi tentang daftar harga, spesifikasi, serta penyedia obat yang diberitakan melalui surat edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 167 Tahun 2014.

Dengan adanya e-katalog, maka hal ini mampu menjamin ketersediaan obat yang aman dan berkhasiat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di instansi kesehatan. Selain itu, suplay obat dapat didistribusikan secara merata dan hal ini bisa mengurangi angka persaingan antarinstansi perihal perebutan barang/jasa.

Apa itu e-Purchasing?

Sumber gambar: freepik.com

Dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, e-purchasing dikatakan sebagai suatu tata cara pembelian barang/jasa melalui katalog elektronik. Dalam dunia farmasi, e-purchasing merupakan suatu cara/metode pembelian obat dengan sistem elektronik yang mengacu pada e-katalog.

Tujuan diadakannya e-purchasing yakni untuk memberikan kemudahan bagi pengguna maupun penyedia barang/jasa. Dengan adanya sistem pengadaan ini, maka efektifitas dan efisiensi dari segi waktu dan biaya dapat diperoleh secara optimal.

Tata Cara Pengadaan Obat Melalui e-Catalogue

Sumber gambar: freepik.com

E-catalog menjadi sebuah terobosan baru dalam proses pengadaan obat dan alat-alat kesehatan. Dengan begitu, satuan kerja di bidang kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dinas kesehatan dan lain-lain dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi serta transparansi dalam melakukan pengadaan.

Berdasarkan laman pengadaan.web.id (20/1/2020), ada beberapa tata cara yang perlu diikuti dalam melakukan pengadaan obat di dunia farmasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 5 Tahun 2019 tentang Perencanaan dan Pengadaan Obat berdasarkan e-katalog, beberapa tata cara tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. Perencanaan

Setiap instansi kesehatan, baik swasta maupun pemerintah wajib menyampaikan RKO pada Menteri selambat-lambatnya bulan April di tahun sebelumnya dengan memanfaatkan e-Monev Obat.

2. Pengadaan obat

a. Pengadaan obat dilakukan melalui e-purchasing yang mengacu pada e-katalog.

b. FKTP swasta dan apotek yang berkolaborasi dengan BPJS hanya bisa melakukan pengadaan obat dengan Program Rujuk Balik (PRB).
c. Industri farmasi wajib mencukupi kebutuhan obat dari instansi pemerintah ataupun swasta yang berafiliasi dnegan BPJS Kesehatan.

d. Pengadaan obat dengan e-katalog bisa dilakukan secara manual apabila pengadaan obat mengalami hambatan operasional dalam aplikasi dan/atau Institusi swasta sudah menyampaikan RKO dengan e-Monev obat, akan tetapi belum memperoleh akun e-purchasing.

e. Pengadaan obat dilakukan secara manual dan langsung pada industri farmasi yang sudah tercantum dalam e-katalog.

f. Jika terjadi kegagalan dalam pengadaan obat melalui e-katalog dan ada potensi kekosongan obat, maka instansi kesehatan bisa melakukan pengadaan obat zat aktif yang setara sesuai peraturan perundang-undangan.

Demikianlah pembahasan mengenai sistem e-catalogue dan e-purchasing dalam pengadaan barang/jasa farmasi. Semoga pembahasan pada kali ini dapat menambah perspektif baru bagi Anda tentang pengadaan barang/jasa yang tentunya sangat menarik untuk diselami.

Silahkan Bagikan Artikel Ini Jika Bermanfaat
Avatar photo
Humas Vendor Indonesia

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

+ 18 = 21