Di balik megahnya gedung-gedung Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sorotan prestasi yang sering digaungkan, tersembunyi sisi gelap yang tak jarang luput dari perhatian publik. Salah satu sisi gelap tersebut adalah mafia pengadaan yang kerap beroperasi secara diam-diam di balik layar. Mereka memanipulasi proses pengadaan barang dan jasa, mengatur tender, dan menggerogoti keuangan negara untuk keuntungan pribadi.
Modus Operandi Mafia Pengadaan di BUMN
1. Kolusi dan Pengaturan Tender
Salah satu modus operandi yang paling sering terjadi adalah pengaturan tender secara sistematis. Mafia pengadaan di BUMN biasanya melibatkan oknum internal dan eksternal, termasuk pejabat di dalam BUMN, perusahaan swasta, dan bahkan politisi. Mereka bersama-sama mengatur pemenang tender jauh sebelum proses seleksi resmi dimulai.
Sebagai contoh, perusahaan yang telah “ditunjuk” sebagai pemenang tender sering kali diberikan informasi internal yang sangat krusial, seperti nilai perkiraan anggaran (HPS) atau spesifikasi teknis proyek. Dengan informasi tersebut, perusahaan tersebut dapat memberikan penawaran yang seolah-olah paling sesuai, tetapi sebenarnya sudah dimanipulasi untuk memastikan kemenangannya.
2. Pembentukan Perusahaan Fiktif
Untuk mengaburkan jejak, mafia pengadaan kerap membentuk perusahaan fiktif yang tidak memiliki kapasitas riil untuk mengerjakan proyek tersebut. Perusahaan-perusahaan ini biasanya hanya berfungsi sebagai alat bagi mafia untuk memenangkan tender, sementara pekerjaan sebenarnya dikerjakan oleh sub-kontraktor lain, atau dalam beberapa kasus, proyek tersebut dibiarkan terbengkalai.
Perusahaan fiktif ini biasanya didirikan atas nama individu-individu yang tidak mencurigakan atau memiliki hubungan dekat dengan oknum BUMN, sehingga sulit bagi pihak berwenang untuk melacak keterkaitannya secara langsung dengan mafia pengadaan.
3. Mark-up Harga dan Pencucian Uang
Setelah tender dimenangkan, praktik mark-up harga atau inflasi anggaran menjadi modus berikutnya. Produk atau jasa yang disediakan oleh perusahaan pemenang tender dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga pasaran. Selisih harga inilah yang kemudian dibagi-bagikan kepada oknum yang terlibat dalam konspirasi tersebut.
Sebagai bagian dari taktik pencucian uang, keuntungan yang didapatkan dari praktik mark-up sering kali dialihkan ke rekening-rekening luar negeri, dibelikan properti, atau diinvestasikan dalam aset yang sulit dilacak, seperti emas atau karya seni. Hal ini membuat penelusuran aliran dana menjadi lebih rumit bagi otoritas penegak hukum.
Peran Pejabat BUMN dalam Mafia Pengadaan
Tidak dapat dipungkiri bahwa kunci dari keberhasilan mafia pengadaan di BUMN adalah keterlibatan oknum pejabat di dalamnya. Pejabat-pejabat ini memiliki kekuasaan untuk mengatur proses pengadaan, memberikan informasi penting, dan bahkan mengatur syarat-syarat tender sedemikian rupa sehingga hanya perusahaan tertentu yang bisa memenangkannya.
Ada beberapa cara bagaimana pejabat BUMN terlibat dalam mafia pengadaan:
- Manipulasi HPS: Dengan menaikkan atau menurunkan perkiraan harga sehingga menguntungkan pihak tertentu.
- Pemalsuan Dokumen: Mengatur agar dokumen-dokumen pengadaan sesuai dengan spesifikasi yang hanya dapat dipenuhi oleh perusahaan tertentu.
- Intervensi Proses Penilaian: Memastikan bahwa penilaian administrasi, teknis, dan harga dibuat sesuai dengan keinginan pihak yang sudah ditentukan.
Dampak Terhadap Negara dan Publik
Dampak dari mafia pengadaan ini sangatlah merugikan. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk proyek-proyek pembangunan atau pelayanan publik, justru mengalir ke kantong-kantong segelintir orang. Proyek-proyek vital pun kerap terbengkalai atau dikerjakan dengan kualitas yang jauh di bawah standar.
Misalnya, pada kasus proyek infrastruktur, manipulasi pengadaan bisa menyebabkan gedung, jalan, atau jembatan yang dibangun tidak tahan lama atau berisiko merusak. Hal ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga membahayakan nyawa banyak orang.
Berdasarkan data dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), sekitar 70% dari total kasus korupsi yang ditangani lembaga tersebut terkait dengan pengadaan barang dan jasa di BUMN. Ini menunjukkan bahwa mafia pengadaan di BUMN bukanlah fenomena kecil dan sporadis, melainkan sudah menjadi praktik yang terstruktur dan meluas.
Upaya Pemberantasan
Meskipun mafia pengadaan sangat lihai dalam menyembunyikan jejaknya, ada beberapa langkah yang sudah diambil pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk memerangi praktik ini. Beberapa di antaranya adalah:
- Penerapan e-Procurement: Dengan menerapkan sistem pengadaan elektronik (e-Procurement), diharapkan proses pengadaan menjadi lebih transparan dan sulit untuk dimanipulasi. Namun, mafia pengadaan sering kali tetap mencari celah untuk memanipulasi sistem ini.
- Pengawasan KPK: KPK terus berupaya memperketat pengawasan terhadap BUMN, termasuk dengan melakukan audit terhadap proses pengadaan dan menangkap oknum-oknum yang terlibat.
- Whistleblower: Untuk membongkar jaringan mafia ini, keterlibatan whistleblower (pelapor) sangat diperlukan. Mereka yang mengetahui praktik kotor di balik pengadaan BUMN diharapkan berani melapor kepada pihak berwajib.
Namun, upaya pemberantasan ini tentu saja tidak mudah. Mafia pengadaan di BUMN memiliki jaringan yang luas dan dalam, serta kemampuan untuk mempengaruhi berbagai pihak, termasuk lembaga penegak hukum dan regulator.
Penutup
Mafia pengadaan di BUMN merupakan ancaman serius terhadap tata kelola yang baik dan transparan. Dengan modus operandi yang canggih dan jaringan yang terorganisir, mereka berhasil mengakali sistem pengadaan, menguras keuangan negara, dan memperburuk kualitas proyek-proyek strategis yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, pemberantasan mafia pengadaan harus menjadi prioritas utama pemerintah untuk memastikan bahwa dana publik benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak, bukan untuk memperkaya segelintir elit di balik layar.