Dalam dunia pengadaan barang dan jasa, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memegang peranan penting dalam menjalankan proyek-proyek strategis yang menyangkut kepentingan publik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus dugaan kecurangan dalam proses pengadaan di BUMN terus terungkap. Investigasi ini mengungkap beberapa modus operandi yang umum digunakan dalam praktik-praktik curang di lingkungan BUMN, yang merugikan negara dan masyarakat.
1. Pengaturan Tender (Bid Rigging)
Pengaturan tender adalah salah satu modus kecurangan yang paling sering terjadi dalam pengadaan di BUMN. Bid rigging melibatkan kesepakatan antara peserta lelang untuk menentukan pemenang tender secara ilegal. Modus ini dapat dilakukan melalui beberapa cara:
- Kesepakatan Harga: Peserta lelang secara diam-diam menyepakati harga yang diajukan, di mana satu perusahaan akan mengajukan harga yang lebih rendah untuk memenangkan tender, sementara peserta lain mengajukan harga yang lebih tinggi untuk mengalah.
- Rotasi Pemenang: Peserta lelang bergantian memenangkan tender dengan kesepakatan di antara mereka.
- Penawaran Pura-pura (Cover Bidding): Beberapa peserta lelang memasukkan penawaran hanya sebagai formalitas, sementara pemenang telah ditentukan sebelumnya.
Konsekuensi dari bid rigging ini adalah pengurangan daya saing dan kenaikan harga barang atau jasa yang jauh dari nilai sebenarnya, sehingga negara dirugikan.
2. Manipulasi Spesifikasi
Modus lain yang sering terjadi adalah manipulasi spesifikasi barang atau jasa yang dibutuhkan. Dalam banyak kasus, spesifikasi dibuat sangat spesifik dan menguntungkan salah satu vendor atau pemasok tertentu. Berikut beberapa cara manipulasi spesifikasi ini dilakukan:
- Spesifikasi yang Terlalu Khusus: Spesifikasi barang atau jasa dirancang sedemikian rupa sehingga hanya satu perusahaan atau konsorsium yang dapat memenuhinya.
- Persyaratan Teknis yang Tidak Relevan: Beberapa pengadaan menetapkan persyaratan teknis yang tidak relevan, namun secara spesifik menguntungkan satu pihak tertentu.
- Perubahan Spesifikasi di Tengah Jalan: Setelah proses lelang dimulai, panitia pengadaan mengubah spesifikasi untuk menguntungkan vendor yang telah memiliki hubungan khusus.
Manipulasi spesifikasi ini membuat peluang bagi peserta lelang lain menjadi terbatas dan mengurangi transparansi.
3. Mark-up Harga
Mark-up harga adalah salah satu bentuk manipulasi keuangan yang sering dilakukan dalam pengadaan di BUMN. Mark-up terjadi ketika harga barang atau jasa yang disepakati dalam kontrak jauh lebih tinggi daripada harga pasar. Beberapa cara yang digunakan untuk memanipulasi harga adalah:
- Keterlibatan Pihak Ketiga: Pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam proyek menjadi perantara untuk menyalurkan komisi gelap. Pihak ketiga ini biasanya akan menambahkan biaya tambahan dalam harga pengadaan.
- Dokumen Palsu: Penggunaan dokumen palsu atau fiktif untuk menyembunyikan kenaikan harga yang tidak wajar.
- Harga Pengadaan Lebih Tinggi daripada Harga Pasar: Barang atau jasa dibeli dengan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar, di mana selisihnya digunakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
4. Kongkalikong dengan Vendor
Kolusi antara pejabat BUMN dengan vendor juga menjadi modus umum dalam pengadaan. Biasanya, pejabat pengadaan atau panitia tender sudah memiliki hubungan dekat dengan vendor tertentu, sehingga proses lelang tidak dilakukan secara terbuka dan adil. Dalam beberapa kasus, pejabat BUMN menerima suap dari vendor untuk memenangkan tender. Bentuk kongkalikong ini bisa berupa:
- Pembagian Komisi: Pejabat pengadaan mendapatkan komisi dari vendor yang memenangkan tender.
- Pemberian Fasilitas atau Hadiah: Vendor memberikan fasilitas atau hadiah berupa uang, barang mewah, atau perjalanan kepada pejabat BUMN.
- Memanfaatkan Relasi: Vendor yang memiliki hubungan pribadi atau politik dengan pejabat BUMN mendapatkan kemudahan dalam memenangkan proyek pengadaan.
Kongkalikong ini menghilangkan keadilan dan transparansi dalam pengadaan, serta merugikan perusahaan dan negara.
5. Penggunaan Perusahaan Cangkang
Perusahaan cangkang, yaitu perusahaan yang didirikan hanya sebagai alat untuk memanipulasi proses pengadaan, sering kali digunakan dalam modus kecurangan di BUMN. Perusahaan ini mungkin tidak memiliki pengalaman, fasilitas, atau keahlian yang memadai, namun tetap memenangkan tender melalui kolusi atau manipulasi. Beberapa modus yang terlibat dalam penggunaan perusahaan cangkang meliputi:
- Pinjam Nama Perusahaan: Perusahaan cangkang meminjam nama perusahaan lain yang lebih berpengalaman untuk memenuhi persyaratan tender.
- Perusahaan Fiktif: Perusahaan fiktif didirikan hanya untuk mengikuti satu proyek pengadaan tertentu, dengan tujuan menyalurkan keuntungan ke pihak-pihak tertentu.
- Pembentukan Konsorsium Tidak Wajar: Konsorsium perusahaan dibentuk hanya untuk mengakali aturan tender, di mana satu perusahaan bertindak sebagai penampung dana sementara pekerjaan dilakukan oleh perusahaan lain.
6. Proses Evaluasi yang Tidak Transparan
Proses evaluasi yang tidak transparan juga menjadi celah yang dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan. Panitia pengadaan mungkin melakukan evaluasi penawaran tanpa menggunakan kriteria yang objektif. Modus ini dapat terjadi melalui:
- Penilaian Subjektif: Penilaian yang dilakukan secara subjektif dengan mengabaikan aspek teknis atau keuangan yang sebenarnya lebih penting.
- Perubahan Skor Evaluasi: Ada upaya untuk mengubah skor evaluasi penawaran demi menguntungkan peserta tender tertentu.
- Kurangnya Pengawasan dari Pihak Eksternal: Ketiadaan pengawasan dari pihak ketiga yang independen membuat proses evaluasi lebih mudah dimanipulasi oleh panitia pengadaan.
7. Penyalahgunaan Jabatan
Penyalahgunaan jabatan oleh pejabat BUMN dalam proses pengadaan juga merupakan modus yang umum ditemukan. Pejabat yang memiliki kewenangan dalam menentukan pemenang tender sering kali menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Beberapa contoh penyalahgunaan jabatan adalah:
- Menggunakan Wewenang untuk Mengubah Keputusan: Pejabat menggunakan posisinya untuk mengubah hasil evaluasi atau memengaruhi keputusan akhir lelang.
- Menunjuk Vendor secara Langsung: Dalam beberapa kasus, pejabat pengadaan dapat menunjuk vendor tertentu tanpa melalui proses tender terbuka, meskipun peraturan mewajibkan adanya tender terbuka.
- Memanipulasi Data atau Dokumen: Pejabat mengubah atau memalsukan data untuk memastikan vendor pilihannya memenangkan proyek.
Kecurangan dalam pengadaan di BUMN merugikan negara secara finansial, mengganggu efisiensi proyek, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap perusahaan milik negara. Transparansi, pengawasan yang lebih ketat, dan penegakan hukum yang tegas merupakan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah dan mengurangi praktik-praktik curang ini.
Pemberantasan korupsi dalam pengadaan di BUMN bukan hanya soal menghukum para pelaku, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang lebih transparan, kompetitif, dan adil bagi semua pihak. Reformasi dalam proses pengadaan, digitalisasi sistem lelang, dan pengawasan oleh badan independen dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah ini.